Misteri Kamar Yang Tersembunyi Ebook by Syauqy_arr - OCR by Raynold 1 LIBURAN NATAL Pip menyiapkan alat-alat gambarnya Api pendiangan disodok-sodoknya sebentar, supaya lebih berkobar dan menghangatkan ruangan itu. Kemudian ia mulai menggambar, menyelesaikan kartu-kartu Natal yang dibual sendiri olehnya. "Bagus sekali gambarmu, Pip," kata Bets. Ia berdiri di belakang abangnya, memperhatikan Pip sibuk membubuhkan warna pada gambarnya. "Aku kepingin bisa mencat serapi itu" "Kau kan masih kecil," kala Pip, sambil! mulai mencat buah-buahan dalam gambarnya dongan warna marah. "Tapi aku kan baru saja berulang tahun, dan umurku sekarang sudah sembilan tahun," jawab Bets. "Aku sudah bertambah besar. Sedang kau masih selalu dua belas tahun, Pip. Sekarang aku cuma ketinggalan tiga tahun saja lagi." Kenapa anak-anak belum dalang?" kata Pip sambil memandang jam. 'Padahal sudah kukatakan agar cepat datang. Senang rasanya kalau beramai-ramai menyiapkan hadiah Natal." Bets pergi ke jendela ruang main yang lapang itu. "Nah - itu Larry dan Daisy datang."kalanya. "Aduh, Pip - asyik rasanya, kita bisa berkumpul kembali!" Dari semua anak-anak Itu hanya Bets saja yang tidak bersekolah di tempat lain. Selama yang lain-lain bersekolah Bets sering kesepian. Ia tidak bisa bermain-main dengan Pip, begitu pula dengan ketiga sahabat mereka, Larry dan Daisy Daykin, serta Fattv Trotteville. Tapi kini liburan Natal sudah tiba. Anak-anak pulang semua, berlibur di rumah. Bets bahagia sekali. Abangnya ada di rumah lagi, dan sebentar lagi Natal akan tiba! Larry dan Daisy bergegas gegas naik ke atas, menuju ruang main. "Halo," sapa Larry, begitu ia masuk bersama adiknya. 'Kalian sudah siap membuat kartu Natal? Aku masih harus membual tiga lagi, sedang Daisy masih harus menyelesaikan satu hadiah. Kami sengaja membawa semuanya ke sini." "Bagus," kata Pip. Diselipkannya ujung kuas ke dalam mulut, supaya ujungnya runcing. "Di meja ini cukup banyak tempat. Fatty belum datang." Saat itu terdengar bunyi gonggongan nyaring, Bets bergegas ke jendela. "Itu Buster - dengan Fatty," katanya "Aduh, bukan main - Fatty kelihatannya semakin bertambah gendut" Sesaat kemudian Fatty dan Buster sudah berada dalam ruang main. Fatty nampak segar bugar. Sikapnya seperti biasa - puas terhadap dirinya sendiri. "Halo, Buster!" sapa Bets. " Aduh, Fatty - kau bertambah gendut kelihatannya, sedang Buster menjadi kurus." "Dan Fatty takkan bisa agak langsing setelah perayaan Natal lewat," kata Larry, sambil duduk menghadap meja. "Kau membawa kartu-kartu Natal yang masih perlu diselesaikan, Fatty? Aku sudah hampir selesai semua." Larry abang Daisy. Sedang Fatty anak tunggal. Anak itu selalu merasa dirinya paling hebat. Dan Buster seekor anjing, yang setia menemani Fatty. Fatty meletakkan sebuah buku tebal ke atas meja, serta selembar kartu Natal yang lucu buatannya sendiri. Bets langsung menyambarnya. "Wah - bagus sekali kartu ini, Fatty," serunya. "Kau sendiri yang membuatnya? Bukan main - pasti tidak kalah dengan kartu yang dijual di toko." "Yah -" kala Fatty dengan tampang senang, "aku memang berbakat di bidang seni Selama semester yang lalu aku kembali menjadi juara kelas, dan guru gambar kami mengatakan... " "Tutup mulut," seru Pip, Larry dan Daisy serempak. Fatty senang sekali membangga-banggakan kejagoannya mengenai apa saja. Sedang ketiga- temannya itu selalu berusaha mencegah. "Ya deh, ya deh," kala Fatty agak cemberut. "Kalian selalu menukas, apabila aku ingin mengatakan sesuatu. Biar, sekarang takkan kukatakan untuk siapa kartu Natal ini." "Pasti untuk mencari muka pada guru gambarmu," kata Pip, yang sudah sibuk kembali mencat gambar daun dengan warna hijau. Ia bekerja dengan tekun. Fatty diam saja. "Kaukatakan saja padaku, untuk siapa kartu Natal itu," kata Bets sambil memandang Fatty. "Kartu itu bagus! Aku ingin tahu, pada siapa kau bermaksud mengirimkannya." "Sebetulnya aku berniat mengirimkan hadiah buku serta kartu Natal ini alas nama kita semua, untuk seorang kawan kita bersama,"' kala Fatty. "Tapi karena kelihatannya cuma Bets saja yang mengagumi kartuku, maka aku akan mengirimkannya atas namaku sendiri!" Kawan-kawannya menoleh dengan perasaan ingin tahu. "Kau hendak mengirimkannya pada siapa?" tanya Daisy. Diambilnya kartu yang terletak di atas meja. "Bagus sekali gambarmu! Dan kelima anak ini - ini kita, maksudmu? Lalu anjing ini Buster?" "Betul," jawab Fatty. "Kau tidak bisa menebak, kartu itu untuk siapa? Untuk Inspektur Jenks!" "Wah - bagus sekali idemu itu!" seru Bets. "Dan buku itu, juga untuk dia? Buku mengenai apa itu?" Diambilnya buku itu, lalu dibolak-baliknya halamannya. Ternyala buku mengenai memancing. "Ide bagus, Fatty," kala Larry, "Pak Inspektur memang gemar sekali memancing. Pasti ia akan senang sekali menerima kartu itu apalagi disertai hadiah buku tentang olahraga kegemarannya Aku setuju kalau kau mengiriminya atas nama kita semua !" "Maksudku memang begitu," kata Fatty. "Harga pembelian buku kita pikul bersama, lalu kita semua menuliskan nama-nama kita pada kartuku ini. Lihatlah, apa yang kutuliskan di dalamnya ." Anak-anak mengerubung, semua ingin melihat tulisan dalam kartu Natal yang dipegang oleh Fatty. DI situ tertulis dengan huruf-huruf yang indah dan rapi: "SELAMAT HARI NATAL! SALAM HANGAT DARI PASUKAN MAU TAHU". "Ya, bagus," kata Pip. "Kita memang cocok apabila disebut Pasukan Mau Tahu Mudah-mudahan saja ada lagi kejadian misterius yang perlu diselidiki." "Kita sudah berhasil membongkar misteri pondok terbakar, lalu misteri kucing Siam yang hilang," kata Daisy. "Aku ingin tahu misteri kayak apa yang akan kita hadapi berikutnya. Bagaimana ya - mungkin kita tidak akan menghadapi kejadian misterius lagi dalam liburan ini?" Aku takkan heran apabila hal itu terjadi," kata Fatty. "Ngomong-ngomong, ada tidak di antara kalian yang sudah sempat berjumpa dengan si Ayo Pergi?" Orang yang bernama aneh itu polisi desa itu. Nama sebenarnya Pak Goon. Anak-anak tidak senang pada orang itu. Sedang Pak Goon juga tidak senang pada mereka, apalagi setelah anak-anak dua kali berhasil menduluinya memecahkan persoalan yang misterius. Ternyata dari kelima anak itu, tak seorang pun yang sudah berjumpa dengannya. Mereka juga tidak kepingin. Orangnya tidak menyenangkan. Mukanya selalu kelihatan merah dan tembam, dengan biji mata melotot ke luar. "Sekarang kita semua menandatangani kartu ini," kata Fatty. Ia mengeluarkan sebatang pena yang sangat indah. Anak itu barang-barangnya selalu serba mahal dan bagus. Uang sakunya juga banyak sekali, jauh lebih banyak daripada kawan-kawannya. Tapi tidak ada yang merasa iri, karena anak itu murah hati. Selalu mau membagi apa saja yang dimilikinya dengan teman. "Yang paling tua lebih dulu," kata Pip. Karenanya Larry lantas mengambil pena dari tangan Fatty. Larry sudah berumur tiga balas tahun. Ia membubuhkan tanda tangannya dengan tulisan rapi, 'Laurence Daykin'. "Sekarang, aku," kata Fatty. "Minggu depan aku akan sudah berumur tiga belas. Sedang kau baru tahun depan. Pip." Fatty membubuhkan nama lengkapnya pada kartu ucapan selamat Natal pada Inspektur Jenks. Frederick Algernon Trotteville. "Kau pasti tidak pernah membubuhkan singkatan namamu ya, Fatty," kata Pip, sambil mengambil pena, "FAT" "Memang tidak pernah:' jawab Fatty. "Kau pasti juga takkan mau, jika namamu yang singkatannya begitu dan badanmu gemuk. FAT 'far' - jadi gendut! Sudah berbadan gemuk, nama juga gendut. Itu kan mencari perkara namanya." Sementara itu Pip sudah membubuhkan namanya pada kartu Natal yang akan dikirimkan pada Inspektur Jenks. Philip Hilton. Setelah itu menyusul Daisy dengan nama aslinya, Margaret Daykin. "Sekarang kau, Bets," kata Fatty, sambil menyodorkan pena pada anak perempuan itu. "Tapi yang bagus tulisannya, ya!" Dengan ujung lidah terjulur ke luar, Bets membubuhkan tanda tangannya dengan tulisan yang masih agak bengkok-bengkok. Elsabeth Hilton Lalu di belakangnya ditambahkan, 'Bets'. "Untuk berjaga-jaga, kalau dia lupa Elisabeth itu aku," katanya menjelaskan. "Mana mungkin dia lupa," kata Fatty. "Kurasa ia tidak pernah melupakan apa pun. Inspektur Jenks pintar sekali orangnya. Tak sembarang orang bisa menjadi inspektur polisi, kalau tidak cerdas. Kita beruntung, bisa berkawan dengan dia." Memang benar - tapi Pak Inspektur juga senang pada kelima anggota Pasukan Mau Tahu itu. Ia kagum pada kehebatan mereka karena sudah dua kali membantunya mengusut perkara yang sulit. "Mudah-mudahan kita akan bisa beraksi kembali sebagai Pasukan Mau Tahu," kata Bets. "Kurasa kita perlu mencari nama yang lebih baik daripada yang itu," kata Fatty sambil menutup penanya kembali. "Pasukan Mau Tau - rasanya agak konyol nama itu. Takkan ada orang yang bisa tahu dengannya bahwa kita ini sebetulnya kawanan detektif yang hebat!" "Memang kita bukan detektif, walau menurut anggapan kita sendiri begitu," kata Larry. "Menurutku, nama itu sudah cocok. Kita memang anak-anak yang selalu mau tahu apa saja!" Fatty tidak setuju. "Kita lebih daripada cuma itu saja," katanya sambil ikut duduk di meja. "Bukankah sudah dua kali kita berhasil mengalahkan Pak Goon? Kalaupun kalian ingin tahu, nanti jika sudah dewasa aku ingin menjadi detektif yang terkenal. Menurut pendapatku aku memiliki kecerdasan untuk itu." "Memiliki lagak maksudmu," kata Pip sambil nyengir. "Padahal sebenarnya tak banyak yang kau ketahui tentang cara kerja detektif, Fatty." "O yaa?" kata Fatty, yang sementara itu sudah sibuk membungkus buku mengenai olahraga memancing bersama kartu natal buatannya sendiri. "Kalau kau, mungkin memang begitu! Sedang aku - selama ini aku sudah sibuk belajar untuk itu. Di asrama aku selalu membaca buku tentang detektif dan spionase." "Wah - kalau begitu kau pasti yang paling buruk hasil pelajarannya dalam kelas," kata Larry. " kalau kau terus-menerus membaca tentang detektif dan mata-mata, tak mungkin kau masih sempat belajar lagi." "Bisa saja," tukas Fatty. "Dalam segala mata pelajaran aku juara kelas. Aku selalu juara kelas. Kalau kukatakan nilai yang kuperoleh untuk matematika, kalian pasti takkan percaya! Aku Cuma kehilangan..." "Nah, sekarang dia mulai lagi," kata Pip pada Larry. "Kayak piringan hitam yang rusak! Mengulangi cerita yang sama terus." Fatty terdiam. Ditatapnya Pip dengan mata melotot. "Baiklah," katanya. "Silakan ngomong seenak perutmu - tapi aku berani bertaruh, kau pasti tak mengenal rahasia tulisan yang tak kelihatan, atau keluar dari kamar yang dikunci dari luar!" Teman-temannya semua memandang ke arahnya. "Ala, kau pasti juga tidak tau caranya," tukas Pip. "Siapa bilang?" kata Fatty. "Justru kedua hal itulah yang sudah aku pelajari. Kecuali itu juga mengenal kode rahasia. Kalian bisa kuajari kalau mau!" Nah - itu kedengarannya menarik. Bets memandang Fatty dengan mata terbuka lebar. "Ajari kami, Fatty," pintanya. "Aduh, aku kepingin sekali bisa menulis dengan huruf-huruf yang tidak kelihatan." "Kau juga bisa belajar caranya menyamar," kata Fatty. Anak itu kelihatan senang karena teman-temannya tertarik mendengar ceritanya. "Apa itu - menyamar?" tanya Bets. "Menyamar? Itu suatu seni mengubah tampang, sampai orang lain tidak mengenali lagi," kata Fatty. "Memakai rambut palsu, lalu ditambah dengan misalnya saja kumis atau alis palsu; serta mengenakan pakaian lain. Aku misalnya dengan gampang bisa menjelma menjadi pesuruh tukang daging, apabila aku punya celemek bersetrip-setrip serta pisau pemotong daging untuk diselipkan ke ikat pinggang. Kalian pasti takkan mengenaliku lagi, apabila selain itu aku juga memakai rambut palsu hitam yang acak-acakan." Teman-temannya semakin tertarik mendengarnya. Mereka semua gemar berdandan, berpura-pura menjadi orang lain. Rupanya detektif pun gemar berdandan. Cuma namanya saja `menyamar'! "Nanti kalau sudah sekolah lagi, kau akan berlatih menyamar, Fatty?" tanya Bets. "Wah - jangan di sekolah dong," kata Fatty. Dalam hati ia merasa, guru kelasnya pasti dengan segera akan mengetahui samarannya itu. "Aku sebenarnya berniat melakukannya selama liburan ini." "Aduh - bolehkah kami juga ikut mencoba?" kata Daisy. "Yuk, kita semua melatih diri menjadi detektif sungguhkan, karena siapa tahu - mungkin saja akan terjadi lagi peristiwa misterius. Kalau kita sudah mahir menyamar, maka penyelidikan pasti akan lebih lancar." "Dan kalau tidak terjadi apa-apa, pokoknya kita puas karena bisa berlatih," kata Bets. "Betul," kata Fatty. "Tapi menurut pendapatku, apabila aku harus mengajari segala hal itu pada kalian, maka seharusnya akulah yang menjadi pemimpin Pasukan Mau Tahu, dan bukan Larry. Aku tahu, Larry yang paling tua di antara kita - tapi pengetahuanku tentang tugas dan teknik detektif sekarang lebih banyak daripada dia." Anak-anak terdiam sesaat. Larry tidak mau begitu saja mundur dari kedudukannya sebagai pemimpin. Tapi ia harus mengakui, Fatty memang paling hebat dalam menemukan berbagai petunjuk pada saat menghadapi peristiwa yang misterius. "Nah - bagaimana?" desak Fatty. "Kalau aku tidak kalian angkat menjadi kepala, aku tidak mau mengajarkan segala hal itu." "Biarkan dia menjadi kepala, Larry," kata Bets. Ia sangat mengagumi Fatty. "Setidak-tidaknya menjadi pemimpin kita, kalau nanti terjadi sesuatu yang aneh dan perlu diselidiki. Kalau nanti ternyata ia tidak secerdik dirimu dalam penyelidikannya, kau akan kami angkat kembali menjadi kepala." "Baiklah," kata Larry mengalah. "Kurasa Fatty memang cocok sebagai pemimpin. Tapi awas - kalau kau besar kepala karenanya, tau rasa nanti!" "Jangan khawatir," kata Fatty sambil nyengir. "Jadi beres, mulai saat ini aku pemimpin Pasukan Mau Tahu. Terima kasih Larry! Kau memang jantan. Dan sekarang akan kuajarkan beberapa teknik yang sudah aku ketahui. Karena siapa tahu, mungkin ada saja gunanya bagi kita semua nanti." "Menulis surat dengan tinta yang tidak kelihatan, kurasa bisa perlu sekali," kata Bets. "Ayo dong, Fatty, ajarkan caranya sekarang juga." Tapi saat itu ibunya menjengukkan kepala di ambang pintu ruang main. "Aku sudah menyediakan teh dan roti untuk kalian di bawah. Sekarang cuci tangan dulu, dan setelah itu ikut aku ke bawah. Tapi jangan lama-lama, karena sekarang rotinya masih hangat." Kelima anak itu bergegas mengikuti ibu Pip dan Bets ke bawah, disusul oleh Buster. Soal teknik menjadi detektif yang hebat, mereka lupakan untuk sementara. Tapi hanya untuk sementara saja! 2 GAGASAN FATTY Hari-hari menjelang natal berlalu dengan cepat. Banyak sekali yang perlu dipersiapkan, sehingga Fatty sama sekali tidak sempat mengajarkan hal-hal yang sudah diketahui pada kawan-kawannya. Pengantar surat setiap hari mampir di rumah anak-anak, mengantarkan kartu ucapan selamat Natal yang semakin lama semakin banyak jumlahnya. Sementara itu seisi rumah juga sibuk menyembunyikan bingkisan hadiah Natal. "Aku senang pada perayaan Natal," kata Bets, entah untuk ke berapa kalinya dalam sehari. "Aku kepingin tahu, apa yang akan kuperoleh sebagai hadiah nanti. Mudah-mudahan saja boneka! Aku kepingin punya boneka yang matanya bisa membuka dan menutup. Aku memang sudah punya satu, tapi gerakan matanya selalu macet sehingga harus diguncang-guncang dulu sebelum mau bergerak. Pasti bonekaku menyangka aku marah padanya." "Ah, dasar anak masih ingusan," kata Pip. "Masa masih ingin bermain dengan boneka. Tapi pasti bukan itu yang akan kau peroleh sekali ini!" "Bets kecewa sekali, ketika ternyata ucapan abangnya benar. Dari sekian banyak hadiah Natal untuknya, tidak ada satu pun boneka. Rupanya semua menyangka Bets pasti tidak menginginkan boneka, karena merasa sudah besar. Ia sendiri selalu mengatakan sekarang ia sudah besar, karena umurnya sudah sembilan tahun. jadi ibunya memilihkan hadiah kota jahit untuknya. Sedang ayahnya memberi hadiah permainan teka-teki yang rumit, menyusun potongan-potongan gambar. Menurut perasaan Bets ketika membuka bungkusan hadiah itu, Pip pasti lebih senang apabila dia yang mendapatkannya! Jadi Bets agak sedih pada hari natal itu. Tapi kemudian kegembiraannya timbul kembali, ketika Fatty datang. Anak itu membawa sebuah kotak besar, hadiah untuk Bets. Isinya boneka. Tepat seperti yang diinginkan oleh Bets. Mata boneka itu bisa terbuka dan terpejam tanpa perlu diguncang-guncang dulu. Mulutnya tersenyum manis, sehingga Bets langsung menyayanginya. Dipeluknya Fatty dengan gembira. Fatty berseri-seri. Ia senang pada Bets yang kecil itu. Sedang nyonya Hilton kaget melihat hadiah berupa boneka yang indah itu. "Kau baik hati, Frederick," katanya. "tapi sebetulnya kau tidak perlu mengeluarkan uang sebegitu banyak, untuk Bets." "Nanti kalau aku berulang tahun, uangku akan banyak lagi," jawab Fatty. "Dan Natal ini pun sudah banyak yang kuperoleh, bu. Sekali ini aku meminta dihadiahi uang saja, dan bukan mainan atau buku seperti biasanya." "Kurasa uangmu sudah cukup banyak tanpa perlu meminta tambahan lagi," kata Nyonya Hilton. Dalam hatinya ia berpendapat bahwa Fatty terlalu banyak uangnya. Tidak baik apabila anak-anak biasa menghambur-hamburkan uang pikir ibu Pip dan Bets. "untuk apa uang sebanyak itu bagimu?" "Yah - untuk membeli sesuatu," kata Fatty dengan agak kikuk. "Aku tidak mau barang itu kuterima sebagai hadiah. Soalnya, itu rahasia, Bu!" "O, begitu," kata Nyonya Hilton. " Yah, mudah-mudahan saja barang itu bukan sesuatu yang bisa menimbulkan kesulitan. Aku tidak ingin Pak Goon datang lagi ke sini, mengadukan kalian." "Ah, tidak, Buu," kata Fatty menenangkan. "Pak Goon sama sekali tidak ada hubungannya dengan soal itu." Begitu ibunya pergi lagi, Bets cepat-cepat bertanya pada Fatty. "Rahasia apa itu?" katanya dengan mata bersinar-sinar. "apa yang akan kau beli?" "Alat-alat penyamaran!" kata Fatty. Ia berbicara setengah berbisik. "Rambut palsu! Alis dan gigi palsu!" "Wah! Gigi palsu!" ujar Bets kagum. "Tapi bagaimana bisa memakai gigi palsu, kalau gigimu sendiri masih ada, fattty?" "Lihat saja nanti," kata Fatty. Sikapnya misterius sekali. "Nanti setelah perayaan natal, cepat-cepat saja ke sini lagi untuk mengajari kami cara menulis dengan huruf-huruf yang tidak kelihatan serta keluar dari kamar terkunci," kata Bets. "He - barangkali segalanya itu juga sudah diketahui oleh Ayo Pergi!" "Mana mungkin!" kata Fatty dengan sikap meremehkan. "Lagi pula percuma saja kalau si Ayo Pergi hendak menyamar. Pasti akan selalu ketahuan, dari matanya yang melotot kayak mata kodok, serta hidungnya yang sebesar kentang itu." Bets terkikik mendengarnya. Ia memuji Fatty yang dianggapnya pintar dan baik hati. Cuping hidung Fatty langsung kembang kempis mendengarnya. "Yah," katanya bangga, "aku kan..." Tapi ia tidak melanjutkan perkataannya, karena saat itu Pip datang. Dan Pip tidak senang, apabila Fatty berlagak. Fatty mengobrol sebentar dengan Pip, lalu pergi. "Setelah natal aku akan datang lagi untuk mengajari kalian siasat penyelidikan," katanya berjanji. "Tolong sampaikan salam pada Daisy dan Larry, apabila kalian berjumpa dengan mereka nanti. Aku harus ikut orang tuaku ke rumah nenek, merayakan Natal di sana." Kemudian Bets menceritakan rencana Fatty kepada Pip. "Katanya ia hendak membeli rambut palsu - serta alis dan gigi palsu," kata Bets. "Bagaimana pendapatmu Pip? Betulkah ia hendak membeli alat-alat penyamaran itu? Dijualnya di toko mana? Aku belum pernah melihat toko semacam itu?" "Ah - kurasa barang-barang itu bisa dibeli di toko tempat penjualan peralatan teater," kata Pip. "Kita lihat saja nanti, apa yang akan diperoleh Fatty. Yang jelas, pasti asyik!" Akhirnya hari-hari raya Natal sudah berlalu. Anak-anak merasa agak lesu, setelah segala kemeriahan yang dialami. Fatty rupanya ditahan menginap di rumah neneknya, karena ia masih belum muncul juga. Hanya ada satu kartu pos saja yang datang dari dia, dengan pesan, `sebentar lagi datang, Fatty'. "Kenapa dia belum datang-datang juga?" kata Bets mengeluh. "Bayangkan - kalau tahu-tahu terjadi peristiwa misterius dan kita harus beraksi lagi sebagai Pasukan Mau Tahu - sedang pemimpin kita tidak ada di sini!" "Ah, kan sama sekali tak ada kejadian yang aneh." kata Pip. "Dari mana kau begitu yakin?" tukas Bets. "Siapa tahu, mungkin saat ini Ayo Pergi sudah sibuk berusaha menyelidiki suatu kejadian. Hanya kita saja yang tidak tahu-menahu mengenainya!" "Kalau begitu, tanya saja padanya." tukas Pip dengan kesal. la merasa terganggu oleh adiknya, karena saat itu ia sedang asyik membaca. Dengan sendirinya ia tidak sungguh-sungguh bermaksud menyuruh Bets pergi bertanya pada polisi desa itu. Tapi Bets merasa. gagasan itu tidak jelek. "Kalau aku bertanya langsung pada Pak Goon. kita akan bisa mengetahui apakah ada yang bisa kita selidiki selama liburan ini." Pikir anak perempuan itu. "Aku sudah kepingin melacak jejak kembali, serta menyelidiki orang-orang yang dicurigai." Demikianlah, ketika la berjumpa dengan Pak Goon, langsung didatanginya polisi desa itu. "Pak Goon," kata Bets, "adakah kejadian misterius yang harus diselidiki selama liburan ini?" Polisi desa itu mengerutkan kening. Langsung terpikir olehnya, jangan-jangan Bets serta kawan-kawan anak itu sudah sibuk lagi menyelidiki suatu kejadian yang sama sekali tidak diketahui olehnya. Karena kalau tidak. untuk ape Bets bertanya apakah ia sedang menyelidiki sesuatu? "Kalian sudah mulai lagi campur tangan dalam urusan polisi?" tanya Pak Goon. Sikapnya galak. "Kalau betul, hentikan perbuatan itu dengan segara. Mengerti? Aku tak mau ada anak-anak ikut campur tangan dalam urusan yang seharusnya aku yang menangani. Campur tangan dalam urusan hukum!" "Kami sama sekali tidak campur tangan," kata Bets agak ketakutan. "Ayo Pergi!" bentak Pak Goon. "Aku tidak mau kalian lagi-lagi merintangi perputaran roda hukum!" "Lho - roda yang mana. Pak?" tanya Bets bingung. Ia tidak mengerti bahwa Pak Goon berbicara dengan bahasa kiasan. Yang dimaksudkan polisi desa itu anak-anak mengganggu kelancaran usaha penyelidikan polisi. Pak Goon mendengus dengan gayanya yang khas, lalu pergi. Ia tidak suka pada anak-anak. Tapi yang paling tidak disukainya kelima anggota Pasukan Mau Tahu. Serta Buster, anjing mereka. Bets memandang polisi itu sambil melongo. "Yah, ternyata tidak banyak yang bisa kuketahui dari dia." pikir anak itu. "Tapi kenapa ia mengatakan kita merintangi roda berputar? Mana mungkin - karena siapa mau ditubruk kendaraan!" Akhirnya Fatty kembali juga dari rumah neneknya. Buster tentu saja ikut kembali. "Dia tidak begitu senang di rumah nenekku," kata Fatty. "Nenek punya kucing yang besar sekali. Kucing itu kerjanya selalu mengejar-ngejar Buster. Lagi pula Nenek selalu memaksa agar Buster dimandikan setiap hari. Ia benar-benar sengsara di sana. Kucing berbulu kuning itu sebenarnya bisa saja disikatnya. Tapi Buster tahu kesopanan. Ia tidak mau mengejar kucing milik nyonya rumah." "Alat-alat penyamaran itu sudah kaubeli?" tanya Bets. la sudah tidak sabar lagi ingin cepat-cepat melihatnya. "Aku menunggu sampai berulang tahun dulu," jawab Fatty. "Kan jatuhnya besok. Lalu apabila uangku sudah cukup. aku akan pergi ke London untuk berbelanja." "Sendiri saja?" tanya Larry. "Terang dong," kata Fatty. "Mana ada orang dewasa yang mau mengizinkan aku membelanjakan seluruh uangku untuk alat-alat penyamaran? Biar sampai sekarang kita sudah berhasil mengorek rahasia dua kejadian yang sangat misterius, tapi pasti mereka akan beranggapan kita tidak perlu membeli rambut dan alis palsu untuk menyamar. Ya kan? Walau mungkin saja saat berikut kita akan harus menyelidiki suatu misteri lagi." Dari penjelasan Fatty itu. memang terasa sekali perlunya membeli berbagai alat penyamaran. Dan Fatty memang tidak main-main mengenainya. Bets merasa, pasti sebentar lagi akan terjadi peristiwa yang sangat misterius. "Fatty - kalau kau sudah membeli alat-alat penyamaran itu, bisakah kita mencoba memakainya?" tanya Bets. "Tentu saja," jawab Fatty. "Kita memang perlu berlatih menyamar. Pasti asyik nanti!" Kau membawa tinta rahasiamu sekarang?" tanya Pip. "Aku kepingin sekali melihatnya!" "Ya, ada dalam kantongku," kata Fatty, "Aku cuma punya sebotol. Harganya mahal sekali." Fatty mengambil sebuah botol dari kantongnya. Botol itu berukuran kecil. Isinya cairan tak berwarna. Menurut perasaan Bets, kelihatannya seperti air biasa. Kemudian Fatty mengeluarkan buku catatannya serta sebatang pena dengan mata pena yang masih baru. Diletakkannya botol berisi cairan tak berwarna ke atas meja, lalu dibuka tutupnya. "Sekarang aku akan menulis surat rahasia," katanya, "dan tulisanku nanti tidak kelihatan." Bets mendekat. supaya bisa melihat lebih jelas. Tapi tahu-tahu ia kehilangan keseimbangan, dan menabrak meja. Botol yang berisi cairan tinta rahasia terguling ke tepi. Isinya tumpah ke lantai, di dekat Buster. Anjing itu menggonggong karena kaget, lalu menjilat cairan yang tumpah itu. Hih, rasanya sama-sekali tidak enak! "Aduh, Buster! Kau meminum tinta yang tidak kelihatan," kata Bets. Ia nyaris menangis. "Apakah Buster nanti tidak bisa dilihat lagi, Fatty?" "Tentu saja tidak, Goblok," tukas Fatty. "Tapi sekarang tintaku habis. Kau mi memang benar-benar kikuk, Bets!" "Maaf," kata Bets menyesal. "Aku tadi tidak sengaja. Entah kenapa tahu-tahu terpeleset. Aduh, sekarang kita tidak bisa lagi membuat tulisan yang tidak kelihatan." Daisy mengambil lap, lalu membersihkan cairan yang tumpah di lantai. Anak-anak kecewa. Buster masih berdiri dengan lidah terjulur ke luar. Tampangnya kelihatan muak, karena cairan yang diminum olahnya memang tidak enak rasanya. Larry mengambilkan air minum untuknya, supaya rasa tidak enak itu lenyap. "Aku masih tahu beberapa cara lagi untuk membuat tulisan yang tidak kelihatan." kata Fatty kemudian. Bets lega mendengarnya. "Ada yang kebetulan memiliki jeruk di sini? Ya - coba berikan padaku. Sekarang aku akan memperagakan permainan sulap!" 3 TEKNIK DETEKTIF Dalam kamar itu kebetulan ada jeruk sepiring. Bets bergegas mengambilkan sebuah. Kemudian diperhatikannya Fatty melubangi kulit jeruk itu, lalu memeras airnya yang berwarna kuning ke dalam sebuah mangkuk. "Nah, beres." kata Fatty. "Sari jeruk atau limau juga bisa dipakai untuk membuat tulisan yang tak kelihatan." Teman-temannya semua kagum, karena mereka tidak mengetahui hal itu. Mereka kagum, karena begitu cepat Fatty mendapat akal lain setelah tinta rahasianya ditumpahkan olah Bets. Fatty mengambil sehelai kertas. Setelah itu dicelupkannya penanya ke dalam cairan sari jeruk, lalu dituliskannya ke atas kertas. Sambil menulis ia membacakannya keras-keras. "Pak Ayo Pergi, Kausangka kau akan bisa lebih dulu berhasil membongkar perkara misterius yang berikut. Keliru, Pak! Otakmu sudah berkarat, perlu diminyaki dulu, Salam manis dari : PASUKAN MAU TAHU" Teman-temannya semua cekikikan "Kau ini memang sinting, Fatty," kata Pip. "Untung saja Ayo Pergi tidak bisa membaca suratmu itu." "Lho - aku malah bermaksud menyampaikan surat ini padanya," kata Fatty. "tapi karena ditulis dengan tinta rahasia, ia takkan bisa membaca apa yang kutulis di sini!" Di atas kertas yang baru ditulis dengan 'tinta' air jeruk. memang tidak kelihatan apa-apa. Putih bersih! "Tapi kalau begitu, bagaimana caranya supaya bisa melihat tulisanmu itu?" tanya Daisy bingung. "Gampang saja," jawab Fatty. "Akan kutunjukkan bagaimana caranya membaca tulisan rahasia yang seperti ini. Kalian punya setrika listrik?" "Ya, tapi kurasa ibuku pasti takkan mau meminjamkannya." jawab Pip. "Kelihatannya Ibu beranggapan. apa saja yang kita pinjam akhirnya rusak. Lagi pula untuk apa kau memerlukan setrika?" "Lihat saja nanti." kata Fatty. "Begini sajalah - kalau yang listrik tidak bisa, mestinya masih ada setrika yang biasa!" Alat itu memang ada. di dapur. Pip pergi untuk meminjamnya sebentar dari juru masak. "Kalian pasti takkan mungkin merusakkan alat sekokoh itu," kata juru masak. Dan ia mengizinkan Pip membawanya ke atas. "Coba panaskan dulu dasarnya," kata Fatty. Ketika dianggapnya sudah cukup panas, diambilnya setrika itu lalu digosokkannya ke atas kertas. "Sekarang perhatikan!" "Itu dia, tulisannya! Kelihatan samar-samar. berwarna kecoklatan," kata Bets bersemangat. "Lihatlah. 'Pak Ayo Pergi .... ' " "Kausangka kau akan bisa .... " baca Pip dengan gembira. "Ya. sekarang sudah kelihatan seluruh tulisanmu tadi, Fatty. Wah -aku sama sekali tidak mengira air jeruk bisa dipakai sebagai tinta untuk membuat tulisan yang tidak kelihatan!" "Ini malah lebih baik daripada tinta yang tadi," kata Larry. "Tinta yang kaubeli itu mahal, Fatty - sedang untuk yang ini kita cuma memerlukan jeruk saja. Hebat, Fatty. Yuk. kita sekarang mencoba menulis surat rahasia semua!" Mereka mengambil kertas. lalu menulis surat dengan tinta air jeruk Mereka menulis surat ejekan pada orang-orang yang tidak mereka sukai. Semuanya tertawa terpingkal-pingkal ketika tulisan mereka timbul dan bisa dibaca setelah digosok dengan setrika panas. "Kau tadi sungguh-sungguh bermaksud hendak mengirim surat dengan tulisan yang tidak kelihatan pada Ayo Pergi?" tanya Daisy. "Tapi apa gunanya. apabila ia tidak bisa membaca apa yang kau tulis?" "Justru itu dia yang asyik." kata Fatty. "Dia pasti kesal menerima surat yang tidak bisa dibaca. Karena tulisannya tidak kelihatan. Dan kita takkan menceritakan bagaimana caranya supaya tulisan itu nampak!" Fatty menulis surat lagi pada Pak Goon. Lalu kertas yang kelihatannya kosong tanpa tulisan itu dimasukkannya ke dalam sampul. Pada sampul itu dituliskannya dengan jelas nama Pak Goon. Tentu saja dengan tinta biasa! "Ini sebenarnya kekanak-kanakan. tapi biar - pokoknya si Ayo Pergi bingung," kata Fatty sambil merekatkan sampul surat. "Nah. sekarang kalian sudah tahu caranya menulis surat dengan tinta yang tidak kelihatan. Gampang saja, kan?" "Memang," kata Pip, "tapi aku tidak melihat gunanya bagi kita. Fatty." "Ah, siapa tahu," kata Fatty. "Mungkin saja pada suatu waktu nanti satu di antara kita tertawan ketika sedang menyelidiki sesuatu, dan ingin menyampaikan pesan kepada yang lain-lain. Kalau pesan itu ditulis dengan tinta rahasia, pihakpenawan pasti tidak bisa ikut membaca." Bets merasa tertarik. walau ia sendiri tidak ingin sampai tertawan. Kemudian timbul pikiran dalam hatinya. "Kalau begitu apabila kita menghadapi musuh nanti, kita harus selalu membawa-bawa jeruk dong," katanya. "Tapi sebaiknya jangan yang terlalu matang. karena gampang penyek!" "Dan kita juga memerlukan pena khusus," kata Pip menambahkan. "Ah, itu soal nanti saja - apabila benar-benar sudah ada musuh yang dihadapi!" "Lebih baik dari sekarang saja bersiap-siap," kata Fatty dengan serius. "Karena siapa tahu kapan kita perlu menulis surat yang tidak bisa dibaca orang lain. Saat ini saja sudah banyak sekali barang-barang yang kukantongi, karena siapa tahu aku memerlukannya!" Memang - teman-temannya sudah sering heran, kalau melihat apa saja yang dibawa-bawa Fatty dalam kantongnya. Pada umumnya selalu punya benda apa pun yang diperlukan keadaan mendesak. Alat pembuka botol, pisau lipat yang diperlengkapi dengan selusin jenis alat khusus. "Ibuku setiap malam selalu memeriksa isi kantongku." kata Pip. "Dan setengahnya kemudian disuruh buang olehnya!" Menurut perasaan anak-anak, ibu Fatty bukan cuma tidak mempedulikan isi kantong anak itu - tapi juga tidak memperhatikan anak itu sendiri. Habis - kelihatannya ia selalu bisa keluyuran sesukanya tidak usah makan kalau tidak mau, pergi tidur seenaknya. Pokoknya, Fatty menurut anggapan mereka bisa berbuat sekehendak hatinya sendiri! "Fatty, katamu waktu itu kau hendak memperagakan cara keluar dari kamar yang dikunci dari luar," kata Bets kemudian. "Sekarang kan ada waktu. Coba kautunjukkan sekarang caranya!" "Baiklah," kata Fatty. "Kurung aku dalam salah satu ruang gudang yang ada di loteng, supaya jangan mengganggu orang lain. Kunci pintu kamar itu, lalu kalian kembali lagi ke sini. Beberapa menit kemudian aku pasti akan sudah menyusul kemari." "Pembual," tukas Pip dan Larry serempak Ucapan mereka beralasan. Soalnya, kata-kata Fatty terasa tidak masuk akal. Mana mungkin dia bisa keluar dari kamar yang dikunci dari luar! "Yah - pokoknya lihat saja nanti," jawab Fatty. "Aku kan tidak biasa mengatakan hal-hal yang kemudian ternyata tidak bisa kulakukan?" Mereka lantas bergegas-gegas naik ke loteng, menuju ruang gudang yang lapang. Fatty disuruh masuk ke dalam. Pintu ditutup. lalu dikunci dari luar Larry meyakinkan diri, mencoba membuka pintu itu. Tidak bisa! Pintu itu sudah terkunci dengan baik. "Kau sudah terkurung di dalam sekarang, Fatty." kata Pip. "Dan kami akan kembali ke ruang main. Jika kau benar-benar berhasil keluar dari ruang gudang ini. kau benar-benar hebat! Kalau lewat jendela mustahil- karena letak jendela jauh di atas tanah. Bisa patah kakimu kalau meloncat!" Kemudian anak-anak itu pergi. Mereka tidak percaya, Fatty akan berhasil keluar sendiri dari situ. Mustahil Fatty begitu pintar! Kalau ia bisa keluar lewat pintu terkunci - benar-benar ajaib namanya. Hanya Bets saja yang yakin akan kehebatan Fatty. Perhatiannya terus tertuju ke atas. Sementara itu Pip mengambil sebuah alat permainan. "Yuk, sambil menunggu kita bermain ini sebentar," katanya. "Fatty pasti takkan mungkin berhasil. Lihat sajalah - sepuluh menit lagi tentu akan terdengar suaranya. berteriak-teriak minta dikeluarkan dari gudang itu!" Tapi belum sempat mereka bermain, tahu-tahu Fatty sudah masuk ke dalam ruang main. Ia melangkah sambil nyengir. Mukanya yang bulat nampak berseri-seri. "Astaga! Bagaimana caramu keluar tadi?" tanya Larry. Ia benar-benar tercengang. "Sudah kukira kau akan berhasil!" seru Bets. "Bagaimana kau bisa keluar?" tanya Pip dan Daisy ingin tahu. "Ayo - katakan dong!" "Gampang saja," kata Fatty, sambil melicinkan rambutnya yang sudah rapi. "Malah gampang sekali!" "Kau ini, bisanya cuma bilang begitu saja," kata Larry kesal. "Yang ingin kami ketahui. Bagaimana caramu tadi. Benar-benar luar biasa!" "Ikutilah ke atas - nanti kutunjukkan caranya," kata Fatty. "Ngomong-ngomong ini sesuatu perlu diketahui caranya oleh setiap detektif. Ini teknik dasar." "Apa itu - teknik dasar?" tanya Bets sambil menaiki tangga rumah di belakang Fatty. "Artinya yang sudah kukatakan tadi - gampang sekali," kata Fatty. "Nah, kita sudah sampai. Larry, sekarang kau mengurung kami di dalam. Kau juga boleh ikut dikurung kalau mau. Buster! Nanti kalian semua bisa memperhatikan apa yang kulakukan berikutnya. Percayalah - tekniknya gamang sekali!" Ketiga anak yang ikut terkurung bersama Fatty. memperhatikan dengan penuh minat. Mereka melihat pintu ditutup dari luar oleh Larry kemudian terdengar bunyi anak kunci diputar. Jadi sekarang pintu sudah dikunci. Untuk meyakinkan, mereka mencoba membuka pintu. Tidak bisa! Ya - jelas pintu sudah terkunci dari luar sekarang. "Sekarang perhatikan baik-baik." kata Fatty kemudian diambilnya koran yang terlipat dari kantongnya lalu dibeberkannya. Sementara ketiga kawannya memandang saja dengan heran, lembaran koran itu diselipkannya di bawah daun pintu, sehingga tinggal sepotong saja yang masih kelihatan di dalam. "Untuk apa kau berbuat begitu? Dengan begitu pintu kan tidak bisa dibuka," kata Bets. Tapi Fatty diam saja. Ia mengambil sepotong kawat dari kantongnya, lalu memasukkannya ke dalam lubang kunci. Anak kuncinya ditinggalkan oleh Larry terselip di balik pintu. Fatty menggerak-gerakkan kawat yang dipegangnya. Tiba-tiba ia mendorongnya. Di balik pintu terdengar bunyi benda jatuh. "Anak kunci sudah terjatuh karena kudorong," kata Fatty. "Kalian mendengar bunyinya kan? Nah. selanjutnya gampang saja! Anak kunci itu jatuh ke atas koran yang sudah kuselipkan sampai jauh ke luar. Sekarang koran itu kutarik masuk kembali dengan hati-hati - dengan hati-hati sekali - dan anak kunci akan ikut tertarik ke dalam!" Anak-anak memperhatikan sambil menahan napas. Fatty menarik koran yang terselip di bawah daun pintu. Celah itu cukup lebar. Dengan pelan koran ditarik ke dalam. dan bersamanya ikut tertarik pula anak kunci yang jatuh tadi! Begitu anak kunci sudah masuk dengan segera diambil oleh Fatty lalu dimasukkan ke dalam lubang kunci. Anak kunci diputar dan pintu terbuka! "Nah! Gampang saja. kan?" katanya. "Bahkan gampang sekali! Begitulah caranya keluar dari kamar terkunci dengan cepat!" "Kau benar-benar hebat. Fatty"' puji Daisy "Kau sendiri yang menemukan akal itu? Aku takkan pernah berpikir sampai ke situ'" Fatty ternyata anak yang jujur. Walau sebenarnya senang membiarkan anak-anak menganggapnya luar biasa. tapi ia berterus terang mengakui bahwa ide itu bukan berasal dari dirinya sendiri. "Aku membaca tentang teknik itu dalam salah satu bukuku mengenai spionase." katanya. "Lalu kucoba mempraktekkannya. ketika dihukum kurungan di asrama pada suatu sore. Wah - guru yang menghukumku kaget sekali ketika itu. Karena tahu-tahu aku sudah lewat lagi di depannya setelah ia mengurung aku!" "Hebat sekali akal itu," kata Bets kagum, "lagipula sangat gampang! Tapi ada satu keburukannya, Fatty." "Apa itu?" tanya Fatty. "Cara begitu takkan berhasil, apabila celah di bawah daun pintu terlalu sempit. Misalnya saja apabila dihamparkan permadani," kata Bets. "Betul, Bets," kata Fatty. "Karena itu juga aku minta dikurung dalam ruang gudang dan bukan dalam ruang main ini." Anak-anak berebut-rebut. ingin mencoba sendiri teknik membebaskan diri dari ruangan terkunci itu. Nyonya Hilton sampai heran, karena sepanjang siang itu anak-anak tidak lain kerja mereka kecuali keluar masuk gudang di loteng. sambil tertawa cekikikan. "Hebat. Pasukan Mau Tahu!" kata Fatty, ketika akhirnya bahkan Bets pun bisa dengan gampang keluar dan ruang terkunci itu. "Bagus sekali. Nah - besok aku akan ke London, untuk membeli alat menyamar. Setelah itu kita bisa asyik!" 4 ANAK PERANCIS Keesokan harinya Fatty berulang tahun. Anak itu selalu merasa agak menyesal. kenapa jatuhnya berdekatan dengan hari raya Natal. Sebagai akibatnya. banyak yang sekaligus memberi hadiah Natal sebagai hadiah ulang tahun padanya. "Kau memang sial, Fatty," kala Daisyl- "Tapi jangan khawatir. kami takkan berbuat begitu. Kami pasti memberi hadiah ulang tahun yang khusus di samping hadiah Natal." Pagi itu. setelah selesai sarapan, anak pergi beramai-ramai ke rumah Fatty untuk menyampaikan hadiah mereka. "Sebaiknya pagi-pagi saja kita ke sana. Karena kata Fatty ia hendak ke London hari ini, membeli alat-alat penyamaran." kata Daisy. "Ya, ia hendak pergi sendiri ke sana." kata Best. "Dia itu sudah besar ya?" "Ah, kurasa dia takkan diperbolehkan pergi sendiri ke London," kata Pip. Fatty sangat gembira melihat anak-anak datang begitu pula halnya dengan Buster- "Syukur kalian datang," kata Fatty, "soalnya aku ingin minta tolong pada kalian untuk menjaga Buster selama aku pergi nanti. Aku akan naik kereta pukul sebelas empat puluh tiga." Kau sungguh-sungguh akan berangkat ?" tanya Pip "Seorang diri?" "Ibuku juga ikut," kata Fatty. "Menurut pendapatnya. karena aku tidak mau diadakan ulang tahun, maka ia ingin mengajak aku nonton salah satu show. Tapi nanti selama pertunjukan sedang berlangsung aku akan menyelinap ke luar. lalu membeli barang-barang yang kuingini." "Sayang kau tidak ada bersama kami pada hari tahunmu ini. Fatty," kata Bets. "Mudah-mudahan saja kau akan bersenang-senang hari ini. Tapi bagaimana jika kau datang lagi ke tempat kami besok. untuk memamerkan barang-barang sudah kaubeli?" "Kurasa besok mungkin aku tidak bisa datang," kata Fatty. "Mungkin ada beberapa temanku yang kemari. Kalian tidak kenal pada mereka. Tapi begitu sempat, aku pasti akan datang!" Ia gembira sekali menerima hadiah kawan-kawannya. Terutama hadiah Bets! Bets membuatkan dasi rajutan berwarna merah dan coklat untuknya. Anak perempuan itu bangga membayangkan Fatty ke London dengan dasi buatannya. "Freddie! Kau sudah siap belum?" seru Ibu Fatty. "Jangan sampai kita ketinggalan kereta api!" "Aku datang, Bu"' seru Fatty. Diambilnya kotak uangnya lalu cepat-cepat dimasukkan seluruh ke dalam kantong jasnya. Kawan-kawannya melongo melihatnya. Begitu banyak lembaran shilling dan pound yang ada dalam kotak itu! "Saudara-saudara orang tuaku senang karena aku minta hadiah uang," kata Fatty sambil nyengir. "Dengan begitu mereka tidak perlu repot-repot lagi mencarikan hadiah untukku. Tapi jangan ceritakan pada ibuku, bahwa aku membawa banyak uang. Kalau dia sampai tahu, pasti akan mencak-mencak." "O ya?" kata Bets. Ia ingin sekali melihat Ibu Fatty mencak-mencak. "Wah, Fatty - kau harus hati-hati, jangan sampai uangmu dicuri orang!" "Mana ada detektif yang begitu goblok," kata Fatty meremehkan. "Kau tidak perlu khawatir. Satu-satunya orang yang mengambil uang dari kantongku, Cuma aku sendiri! Nah, Buster - jangan nakal ya, selama aku pergi. Nanti malam pulang sendiri ke rumah." "Guk," gonggong Buster. Kelihatannya ia selalu mengerti kalau diajak bicara. "Kau sudah mengantarkan suratmu yang tulisannya tidak nampak pada Pak Goon?" tanya Bets sambil tertawa geli. "Belum - aku bermaksud hendak menyuruh salah satu temanku mengantarnya ke sana besok," kata Fatty. Ia nyengir bandel. "aku tidak ingin ketahuan oleh Pak Goon. Ya, ya - aku datang. Bu! Ya, ya - tak apa apabila aku harus lari nanti ke sana. Aku pergi dulu, Buster! Tolong pegangi dia, Bets - kalau tidak ia nanti menyusul aku ke stasiun." Bets memegang Buster erat-erat. Anjing kecil itu menggeliat-geliat hendak membebaskan diri sambil ribut menggonggong. Rupanya tidak senang melihat Fatty pergi tanpa dia. Sedang Fatty bergegas menyusul ibunya. Terdengar langkahnya gedebak-gedebuk. seperti derap anak kuda. "Mudah-mudahan saja Fatty nanti bisa membeli barang-barang yang diingininya," kata Pip. "Pasti asyik, memakai berbagai penyamaran." Mereka lantas kembali. Buster diajak serta. Anjing kecil itu mula-mula kelihatan sedih sekali. Ekornya terkulai. Tapi ia langsung bergembira. ketika Bets menghadiahinya sepotong tulang yang besar. Tak apalah. pikir Buster. Ia kan bisa kembali, apabila Fatty sudah ada lagi. Untuk sementara waktu, ia harus menunggu. Dan Buster tidak keberatan menunggu. apabila ditemani sepotong tulang yang lezat. Hmm! Sayang Fatty tidak bisa datang selama sehari," kata Larry. "Mudah-mudahan saja kawan-kawannya itu tidak terlalu lama ada di sini. Fatty tidak mengatakan, siapa mereka itu." "Kurasa teman-teman sekolahnya." kata Pip. "Ah, pokoknya dalam waktu dua atau tiga hari lagi dia pasti akan muncul lagi, dan setelah itu kita bisa asyik dengan segala alat penyamarannya." Malam itu Buster pulang sendiri ke rumah. Tulang yang masih tersisa dibawanya. Ia tidak mau meninggalkannya di rumah Pip karena takut kalau nanti dihabiskan kucing yang ada di situ! Keesokan harinya Larry dan Daisy datang bermain-main dengan Pip dan Bets. Ruang main di ruang main di rumah keluarga Hilton sangat lapang dan cerah. Cocok dijadikan tempat berkumpul. Bets duduk di bangku dekat jendela. Ia membaca dengan asyik. Tiba-tiba didengarnya pintu pagar pekarangan rumah dibuka. Ia menunggu siapa yang datang. Mungkin Fatty! Tapi ternyata bukan. Yang muncul di jalan kecil menuju ke rumah seorang anak laki-laki yang kelihatannya aneh. Mukanya pucat tak berseri. Rambutnya ikal, tergerai keluar dari bawah topi pet yang memberikan kesan asing. Anak itu nampak menggenggam sepucuk surat Menurut perkiraan Bets. surat itu pasti untuk ibunya. Dalam hati ia bertanya-tanya. siapa anak laki-laki itu. Kemudian terdengar pintu depan di bawah terbuka. Rupanya dibuka oleh pembantu, yang kemudian mengajak anak laki-laki itu masuk ke ruang duduk, di mana Nyonya Hilton berada. "He - ada seorang anak laki-laki yang kelihatan aneh datang membawa surat." kata Bets pada anak-anak yang lain. "Rupanya ada perlu dengan ibu. Ke sinilah, kalian bisa melihatnya kalau keluar nanti." Keempat anak itu lantas berdiri di balik jendela siap untuk mengamat-amati anak asing yang sebentar lagi pasti keluar. Tapi tahu-tahu pintu ruang main dibuka dari luar. Nyonya Hilton muncul, diikuti anak laki-laki tadi. Anak itu bersikap malu-malu. Ia berdiri agak di belakang Nyonya Hilton Kepalanya tertunduk. sementara tangannya memutar-mutar topi petnya. Rambutnya ikal seperti rambut Bets. Tapi mukanya sangat pucat Gigi depannya mencuat ke luar seperti gigi kelinci. "Anak-anak, ini teman Frederick." kata Nyonya Hilton. "Ia mengantarkan surat dari Nyonya Trotteville untukku. Kalian tentunya mau bermain-main sebentar dengan dia. Pasti ia ingin melihat barang-barang kalian. dan ikut bermain. Ia anak Prancis, dan kelihatannya tidak begitu bisa berbahasa Inggris. Tapi Pip kan juara kelas dalam semester yang baru lalu untuk mata pelajaran bahasa Prancis. Jadi kau tentu bisa mengajaknya mengobrol. Pip!" Anak asing itu masih saja berdiri dengan sikap malu-malu di belakang Nyonya Hilton. Pip menghampirinya. lalu mengulurkan tangan. Anak menyalaminya. Genggamannya terasa lemas. "Comment allaz-vous?" katanya. Itu artinya 'Apa kabar', Bets," kata Larry menerjemahkan. "Tres bien, merci," jawab Pip. Ia merasa harus mengatakan sesuatu, setelah ibunya merasa begitu bangga terhadap kepandaiannya dalam mata pelajaran bahasa Prancis di sekolah. Tapi bicara lain sekali halnya dengan menuliskan kalimat dalam pelajaran di sekolah. Setelah menjawab sapaan perkenalan itu. Pip tidak tahu lagi apa yang harus dikatakan selanjutnya. Bets merasa kasihan pada anak asing itu. Ia datang menghampiri, lalu memegang tangan anak itu. "Kau tak usah malu," katanya. "Kenapa Fatty tidak ikut datang?" "Je ne comprends pas. " kata anak itu. Suaranya aneh, melengking tinggi. "Artinya. ia tidak mengerti." kata Pip pada Bets. "Biar aku saja yang mencoba menanyakannya!" Pip mendehem-dehem sambil berpikir sebentar. "Ou est Fatty - eh, Frederick, maksudku," katanya kemudian. "Je ne comprends pas, "kata anak asing itu lagi, sementara topi petnya semakin cepat berputar-putar di tangannya. "Astaga! Bahasanya sendiri saja dia juga tidak mengerti," kata Pip agak jengkel. "Sekarang aku kepingin tahu. siapa namanya. Untung aku tahu 'Siapa namamu', dalam bahasa Prancis." "Comment appellez vous?" tanyanya lagi pada anak Prancis itu. "Ah!" kata anak itu. Rupanya pertanyaan Pip dimengerti olehnya. Ia tersenyum. Memamerkan giginya yang besar-besar dan mencuat ke depan. Tampangnya semakin aneh kelihatannya "Namaku - Napoleon Bonaparte." Ia berbicara dengan logat Prancis yang kentara sekali. Setelah itu semua terdiam. Anak-anak yang lain agak kaget mendengar nama yang disebutkan itu. Betulkah anak itu diberi nama menurut Napoleon Bonaparte, pahlawan Prancis yang termasyhur itu? Atau mungkinkah ia hanya hendak membohongi mereka saja? Sementara itu enak asing itu melangkah masuk ke dalam kamar. Jalannya pincang. "Kenapa kakimu?" tanya Bets. Ia merasa kasihan melihat keadaan anak asing itu. Bukan main kagetnya Beta, ketika tahu-tahu anak asing itu mengeluarkan selembar sapu tangan yang sudah dekil sekali, lalu menangis tersedu-sedu. Sambil menangis ia menggumamkan serentetan kalimat. yang kedengarannya seperti bahasa Prancis. Pip, Larry. Daisy dan juga Bets cuma bisa melongo saja memandangnya. Hati mereka tidak enak, karena tidak tahu apa yang harus diperbuat. Saat itu Nyonya Hilton menjengukkan kepala di ambang pintu. Ia ingin mengetahui, apakah anak-anak sudah asyik bermain-main dengan kawan baru mereka Jadi ia kaget sekali, ketika melihat anak Prancis itu sedang menangis tersedu-sedan. "Ada apa?" tanya Nyonya Hilton. "Kalian apakan dia?" Kami tidak berbuat apa-apa," kata anak-anak tersinggung, karena tidak merasa bersalah. "Aku tadi cuma menanyakan. kenapa kakinya pincang," sambung Bets. Anak Prancis itu menangis semakin keras. Sambil terpincang-pincang ia menuju ke pintu. Ia keluar, lalu turun ke bawah. "Ah, ma jambe, ma jambe," tangisnya sambil berjalan. "Apa itu - jambe?" tanya Bets bingung. "Tungkai. Ia berseru-seru. 'Aduh. Tungkaiku, tungkaiku'." kata Pip menjelaskan. "Aku harus menelepon Nyonya Trotteville, untuk menanyakan tentang anak itu," kata Nyonya Hilton "Kasihan - kelihatannya ia sama sekali tidak sehat._ Aku menyesal karena mengajaknya mendatangi kalian tadi. Ia kelihatannya kikuk dan sangat pemalu." Di bawah terdengar bunyi pintu depan ditutup keras-keras. Anak-anak bergegas ke jendela, untuk memperhatikan anak Prancis tadi terpincang-pincang berjalan menuju ke jalan. Anak itu masih tetap memegang sapu tangan, yang sekali-sekali dipakainya untuk mengusap matanya. "Kalau dia itu salah satu kawan Fatty yang diceritakannya pada kita kemarin, untung saja ia tidak minta pada kita untuk mengajaknya bermain," kata Larry kesal. "Akan kutunggu sebentar sampai anak itu mestinya sudah tiba di- rumah Freddie," kata Nyonya Hilton, "lalu akan kutelepon Nyonya Trottevllle apakah ia sudah tiba dengan selama Aku juga hendak meminta maaf karena kalian tadi menyebabkan anak itu menangis." Anak-anak memandangnya dengan kaget. "Kami tadi tidak berbuat apa-apa," tukas Pip dengan nada tersinggung. "Anak itu saja yang sinting!" "Aku tidak suka jika kau mengata-ngatai orang," kata Nyonya Hilton. "Kata itu kasar!" "Ya deh - anak itu edan," kata Pip. Nyonya Hilton memandang anaknya yang paling tua dengan mata melotot. Ia tidak suka jika anak-anaknya bersikap kurang sopan. "Aku sedih melihat kalian tidak bisa menyebabkan seorang anak asing merasa senang di sini." katanya. Selama beberapa menit berikutnya ia menasihati anak-anak. Tentang perlunya bersikap hormat dan sopan pada tamu. Setelah itu ia menelepon Nyonya Trotteville. Tapi ternyata yang menerima Fatty. Dengan sopan dikatakannya bahwa ibunya sedang pergi. Barangkali ada pesan yang bisa disampaikan? "Yah - sebetulnya tidak ada," kata Nyonya Hilton. "Aku agak memprihatinkan kawanmu yang tadi mengantar surat kemari, Frederick. Aku tadi mengajaknya ke tingkat atas, untuk bermain-main sebentar dengan kawan-kawanmu yang sedang berkumpul di sini. Tapi ketika aku datang lagi beberapa menit kemudian, ternyata telah terjadi suatu yang menyinggung perasaannya. Kawanmu itu lari pulang sambil menangis tersedu-sedu. Aku cuma ingin tahu. apakah ia sudah sampai dengan selamat." "Ya, sudah, Bu," kata Fatty dengan nada riang. "Ia bercerita padaku bahwa anak-anak tadi sangat ramah padanya. la senang bermain-main dengan mereka. Katanya ia ingin minum teh bersama mereka sore ini." Nyonya Hilton tercengang. Ia terdiam sesaat lalu berpaling dan bicara dengan anak-anak yang ikut mendengarkan pembicaraannya. "Anu - anak tadi rupanya sudah sampai dengan selamat, serta sudah tenang kembali," kata Nyonya Hilton. "Ia ingin minum teh bersama kalian sore ini." Sesaat tak ada yang bicara. Semuanya kaget mendengar berita itu. Dan tak ada seorang pun yang bergembira. "Wah, tidak bisa, Bu," kata Pip berbisik. Ia merasa gelisah. "Anak itu payah. Sungguh, Bu! Bilang saja kami hendak ke tempat Larry, minum teh di sana. Kami bisa datang kan. Larry? Aku tak mau anak konyol itu datang lagi kemari." Larry mengangguk. Dan untung Nyonya Hilton keliatannya juga sependapat. Ia berbicara lagi pada Fatty. "Kau masih ada di situ. Frederick? Tolong katakan pada kawanmu itu, sore ini Pip dan Bets akan minum teh bersama Larry dan Daisy di rumah mereka. Jadi anak Prancis itu tidak bisa kemari. Sayang!" "Terima kasih, Bu," kata Pip, ketika Nyonya meletakkan gagang telepon ke tempatnya kembali. "Hih, bayangkan - harus menemani anak konyol itu berjam-jam di sini. Pasti Fatty yang ingin kita mengajak anak itu minum teh supaya ia sendiri tidak perlu menemaninya. Kurasa bukan anak itu sendiri ingin datang ke sini. Dia tadi kan ketakutan setengah mati menghadapi kita." "Yah - karena kita sudah mengatakan bahwa kalian akan minum teh di rumah kami sore ini, sebaiknya kalian benar-benar datang," kata Daisy. "Kalau bisa, datang saja segera setelah makan siang. Begitulah, sekitar setengah tiga." "Beres," jawab Pip. "Kami akan datang. Aduh - bagaimana Fatty sampai bisa tahan bergaul dengan kawan-kawan kayak begitu?" 5 PATTY MEMANG HEBAT Sekitar pukul setengah tiga siang. Pip dan Bets berangkat ke rumah Larry. Mereka harus melewati desa. Keduanya kaget sekali ketika melihat anak Prancis kawan Fatty berjalan terpincang-pincang di jalan yang sedang mereka lalui. "He- itu anak konyol tadi." kata Pip pada Bets. Kalau berpapasan nanti, kita nyengir saja padanya. Tapi berjalan terus! Jangan sekali-sekali henti. Bets - karena mungkin ia akan mengoceh lagi. atau bahkan melolong-lolong seperti tadi." Prancis itu kemudian membelok masuki pekarangan rumah. Rumah itu tempat kediaman Pak Goon. Anak itu memegang sepucuk surat. "Lihatlah! Pasti Fatty yang menyuruhnya mengantarkan surat yang tulisannya tidak kelihatan," kata Pip. "Yuk. kita lihat apa yang terjadi selanjutnya. Ia sudah mengetuk pintu. Jadi ada kemungkinan Ayo Pergi sebentar lagi muncul." Pip dan Bets menunggu dekat pintu pagar pekarangan, agak tersembunyi di balik semak. M reka melihat pintu rumah terbuka. Tampang Pak Goon yang merah muncul di celahnya. "Saya membawa sesuatu untuk Anda," kata anak Perancis itu dengan logat aneh. "Anda Tuan Goon. kan?" "Betul," jawab Pak Goon. la menatap anak yang berdiri di depannya dengan heran, Rasanya belum pernah berjumpa Anak itu menyodorkan sampul surat sambil membungkukkan badan dengan hormat. Setelah itu ia menunggu. "Kau menunggu apa lagi?" tanya Pak Goon. "Saya tidak mengerti," kata anak itu dengan sopan. Rupanya timbul sangkaan pada diri Pak Goon, mungkin anak yang berdiri di depannya itu tuli. Karenanya ia lantas melantangkan suara "Kataku tadi - KAU MENUNGGU APA LAGI?" "Saya menunggu - eh, apa ya? - o ya jawaban. Betul. saya menunggu jawaban," kata anak itu. "Hm!" gumam Pak Goon, sambil membuka sampul surat dan mengambil kertas yang terlipat di dalamnya. Detik berikut matanya terbelalak menatap kertas kosong. Seketika itu juga parasnya menjadi merah padam. "Coba lihat ini!" kata Pak Goon sambil menyodorkan kertas putih bersih itu ke depa mata anak laki-laki yang masih menunggu. "Rupanya ada orang yang ingin berbuat iseng terhadapku. Perbuatan konyol - membuang buang waktu petugas hukum. Siapa yang memberikan surat ini padamu?" "Saya tidak mengerti," kata anak yang ditanya sambil tersenyum sopan. memamerkan semua gigi depannya yang mencuat ke luar. "Misterius ya? Surat tanpa tulisan! Teka-teki yang aneh." Ucapan kata 'misterius' ternyata menimbulkan kesiagaan di pihak Pak Goon. Sejak Pasukan Mau Tahu berhasil menduluinya dalam memecahkan dua kejadian misterius berturut-turut, Pak Goon menjadi sangat waspada terhadap segala sesuatu yang menyangkut misteri. Ia selalu khawatir sekarang, jangan-jangan anak-anak itu untuk ketiga kalinya mendului dia menemukan kejadian misterius lagi. Surat kosong di tangannya ditatap olehnya. "Mungkin ini surat rahasia," katanya kemudian Mungkin isinya pesan rahasia. Dari siapa surat ini, Nak?" "Saya tidak mengerti," kata anak itu lagi. "Kalau begitu - akan kuperiksa saja, mungkin ditulis dengan tinta rahasia," kata Pak Goon. Ucapannya itu sama sekali tak disangka-sangka akan keluar. Bets tersentak napasnya. "Aduh, Pip" bisik anak itu dengan suara gemetar. "Padahal isinya mengata-ngatai Pak Goon!" Anak Prancis yang masih berdiri di depan polisi desa itu rupanya merasa sudah waktunya ia pergi membuka topi pet, membungkuk dalam-dalam, lalu berjalan pergi terpincang-pincang. Nyaris saja menubruk Pip dan Bets yang masih tersembunyi dekat pintu pagar. "Bon jour," ucapnya dengan sopan santun. Bets tahu, ucapan itu merupakan kata salam dalam bahasa Prancis. Tapi Bets tidak berani menjawab. takut. jangan-jangan anak asing itu nanti menangis lagi. Sedang Pip menganggukkan kepala dengan singkat, lalu bergegas pergi sambil menggandeng Bets. Tapi tanpa disangka. anak asing itu menyusul. "Bolehkah aku kut minum teh di tempat kawan kalian?" tanya anak itu. "Tentu saja tidak," jawab Pip agak kesal. "Mana mungkin kau mengundang diri sendiri," "Ah, terima kasih. Kau baik hati," kata anak asing itu, lalu berjalan seiring. "Aku bilang tadi tidak. kami tidak bisa mengajakmu ke sana," tukas Pip "Kau benar-benar benar baik hati'" "Aduh - harus kita apakan dia ini?" keluh Bets "Pasti Fatty yang menyuruhnya minta pada kita supaya boleh ikut. Rupanya Fatty sudah bosan menemaninya terus. Dia ini memang konyol!" Bets berpaling menatap anak asing itu, lalu mengatakan. "Kau pulang saja! Aduh - rasanya seperti sedang bicara dengan Buster, kalau begini! Ayo. pulang!" Bets kaget sekah karena tahu-tahu anak itu mengeluarkan sapu tangannya dan menangis tersedu-sedu Tapi bunyi tangisnya aneh! Tiba-tiba Pip mengulurkan tangan menyentakkan sapu tangan yang menutupi muka anak asing itu. Saat itu juga Pip melongo. Mata anak asing itu sama sekali tidak basah! la bukan menangis, tapi tertawa. "Aduh - kalian ini benar-benar keterlaluan," kata anak aneh itu, "aku tidak sanggup lagi! Aduh, Bets - Pip, sakit perutku menahan tertawa!" He! Itu kan suara Fatty! Suara Fatty? Bets dan Pip menatap sambil melongo terus. Kenapa anak itu tahu-tahu berbicara dengan suara Fatty? Tiba-tiba anak itu menggerakkan tangannya ke mulut. lalu mencabut deretan gigi depannya yang besar-besar dan mencuat ke luar! Lalu setelah cepat-cepat memandang berkeliling untuk meyakinkan bahwa tidak ada orang lain melihat, ditariknya rambutnya yang ikal sehingga terlepas. Ternyata di bawahnya nampak rambut yang lurus - rambut Fatty! "Fatty! Aduh, Fatty! Rupanya anak Prancis itu sebenarnya kau sendiri!" seru Bets la heran tengah mati. "Astaga. Fatty! Kau memang benar-benar hebat!" kata Pip kagum. "Kami sungguh-sungguh terpedaya. Bagaimana mukamu sampai bisa pucat begitu? Dan gigimu tadi - benar-benar hebat! Dan suaramu - caramu bicara persis anak Prancis yang pemalu dan konyol! Bayangkan, aku sampai terbata-bata, karena berusaha berbahasa Prancis denganmu." "Ya aku tahu! Yang paling sulit, menahan diri jangan sampai tertawa kata Fatty. "Tadi pagi sebelum ibu kalian masuk lagi, aku sudah tidak sanggup lagi menahannya. Karena itu aku lantas pura-pura menangis. Kalian semua tertipu olehku, ya!" "Tapi kenapa kau sampai berani mendatangi Ayo Pergi?" kata Pip. "Nekat sekali!" "Yah - aku beranggapan jika kalian begitu mudah tertipu olehku. maka takkan mungkin penyamaranku ketahuan oleh si Ayo Pergi," kata Fatty sambil berjalan dengan mereka. "Yuk - kita ke Larry sekarang, dan nanti kaukatakan aku menggabungkan diri dengan kalian di tengah jalan. Pasti akan lucu lagi nanti di sana! Sesudah itu kita perlu berunding tentang si Ayo Pergi, serta suratku yang sekarang ada ditangannya. Moga-moga saja ia tidak tahu bagaimana caranya memeriksa surat bertuliskan rahasia, lsi suratku tidak sopan. sih!" Mereka memasuki rumah Larry dan Daisy lewat pintu samping, lalu menuju ke kamar Larry. Anak itu ada di situ. bersama Daisy. Keduanya kaget sekali ketika melihat si anak Prancis ikut datang. "Kami berjumpa dengan dia di tengah jalan." kata Pip. la sudah takut saja, jangan-jangan gelaknya nanti tahu-tahu meledak. "Lalu ia memaksa ingin ikut dengan kami." "Mereka ramah-ramah sekali," sela Fatty yang sudah menyamar lagi menjadi anak Prancis. Ia membungkuk dalam-dalam, memberi hormat pada Daisy. Pip cepat-cepat menyikut Bets ketika tertawa adiknya itu tersembur keluar. "Aduh - aku tidak tahan lagi," kata Bets sambi cekikikan terus. "Jangan kaupelototi aku. Pip sungguh, aku tidak bisa menahannya lagi." "Apa yang tidak bisa ditahannya lagi?" tanya Larry bingung. "Wah - jangan-jangan Bets juga sudah ikut sinting sekarang." Tiba-tiba Fatty berbicara dengan suaranya yang biasa. "Mudah-mudahan saja kalian tidak berkeberatan jika aku ikut minum teh bersama kalian" katanya pada Larry dan Daisy. Kedua anak itu kaget sekali. Mereka tidak menduga akan mendengar suara Fatty keluar dari mulut anak, yang menurut mereka berbangsa Prancis dan agak tidak normal itu. Daisy terpekik. "Anak iseng! Ternyata selama ini kau yang menyamar! Kau benar-benar hebat, Fatty! Ini salah satu penyamaranmu, ya?" "Betul," jawab Fatty Dilepaskannya rambut palsunya. lalu ditunjukkannya pada teman-temannya. Mereka silih berganti mencobanya. Ajaib - tampang mereka langsung berubah, begitu memakai rambut palsu itu. "Gigi palsumu juga bagus," kata Larry. "Kita cuci dulu, setelah itu aku ingin mencobanya. Pasti tampangku akan berubah sama sekali!" Ternyata memang begitu. Larry sama sekali lain kelihatannya, setelah mengenakan gigi palsu yang mencuat ke luar itu. Gigi palsu itu terbuat dari bahan plastik putih, terpasang pada plastik yang warnanya sama dengan warna gusi . "Belum lagi jalanmu yang terpincang-pincang, serta suaramu! Benar-benar mengagumkan," kata Pip memuji Fatty. "Bahkan ibuku pun sampai terpedaya olehmu Fatty. Bukan cuma karena penyamaranmu. tapi juga tingkah lakumu yang berubah sama sekali." "Ya - aku memang jago main sandiwara," kata Fatty dengan gaya merendahkan diri. "Di sekolah aku selalu diberi peran utama dalam pertunjukan-pertunjukan drama. Sebelum memutuskan akan menjadi detektif, dulu aku kepingin menjadi aktor." Sekali ini keempat temannya tidak langsung menyergah menyuruh dia menghentikan ucapannya yang memuji-muji diri itu. Keempat-empatnya memandang dirinya dengan begitu kagum dan penuh perhatian, sehingga akhirnya Fatty merasa kikuk sendiri. "Kau memang hebat." kata Bets. "Kalau aku - takkan sanggup berpura-pura kayak kau tadi. Bayangkan. begitu berani kau menghadapi Ayo Pergi - lalu menyerahkan surat itu padanya. Kalau aku - pasti sudah setengah mati ketakutan." Tapi sekarang kurasa perbuatanku tadi sebenarnya salah," kata Fatty sambil berpikir-pikir. "Jika ia menggosokkan setrika panas di atas kertas kosong itu, pasti ia akan membaca isi suratku - yang bunyinya agak kasar." "Bukan cuma agak kasar, tapi bahkan sangat kasar," kata Daisy "Mudah-mudahan saja ia tidak menunjukkan surat itu pada orang tua kita. Kalau ini sampai dilakukan olehnya - wah, gawat!" Pip ketakutan. Orang tuanya selalu bersikap keras mengenai hal serupa itu. Mereka tidak mau jika anak-anak mereka bersikap kasar atau kurang ajar terhadap orang lain. "Aduh - ini benar-benar payah," kata Pip. "Coba surat itu bisa kita ambil kembali!" Fatty menatap Pip sesaat. la sudah melepaskan segala samarannya, sehingga tampangnya sudah seperti biasa lagi." "Ide itu tidak jelek, Pip." katanya. "Kita akan mengambilnya kembali. Sebab kalau tidak, pasti surat itu akan ditunjukkan pada orang tua kita - dan kita semua akan kena marah" "Tapi bagaimana cara mengambilnya kembali?" kata Larry bingung. "Bagaimana jika seorang di antara kita menyamar, lalu -" kata Fatty, tapi cepat-cepat dipotong oleh keempat temannya. "Tidak! Aku tidak mau berhadapan dengan Ayo Pergi!" "Aku tidak berani!" "Wah - pasti kita akan langsung ditahan olehnya!" "Kalau aku yang menyamar. pasti langsung ketahuan!" "Sudahlah - tenang sajalah dulu." kata Fatty. "Biar aku saja yang mendatang si Ayo Pergi itu dengan samaran sebagai anak Prancis lagi, Aku pasti akan berhasil mengambil surat itu kembali!" "Kau memang hebat, Fatty!" kata anak-anak serempak. Fatty berusaha memamerkan si rendah hati. Tapi tidak berhasil, Lubang hidungnya kembang kempis terus. 6 FATTY DAN PAK GOON "Tapi - bagaimana caramu nanti mengambil surat itu?" tanya Larry, "Maksudku - Pak Ayo Pergi pasti takkan mau dengan sukarela menyerahkannya kembali padamu!" "Nasib baik berada di pihak orang yang berani," kata Fatty. Jadi aku memilih tindakan berani! Tapi mula-mula aku perlu menulis sepucuk surat lagi dengan tinta yang tak kelihatan. Tolong ambilkan jeruk, Larry." Larry mengambilkan jeruk. Airnya diperas Fatty, dimasukkan ke dalam cangkir. Kemudian diambilnya penanya yang khusus, begitu pula selembar kertas yang sama dengan yang dipakainya menulis surat yang pertama. Setelah segalanya siap, Fatty menulis. "Pak Ayo Pergi. Tentunya Anda beranggapan akan berhasil mendului kami memecahkan kejadian misterius yang berikut. Yah - karena Anda berotak cerdas, besar kemungkinannya Anda akan berhasil. Kami mengucapkan selamat bertugas. Dari kelima pengagum Anda, PASUKANMAU TAHU" Sambil menulis. Fatty membacakan isi surat itu. Teman-temannya tertawa. "Nah, jika aku nanti berhasil menukar surat tadi dengan yang ini." kata Fatty kemudian, "boleh saja dia memamerkannya pada orang tua kita!." Gigi palsu diselipkannya kembali ke dalam mulutnya Seketika itu juga tampangnya berubah nampak tolol sekali. Setelah itu menyusul rambut palsu yang ikal. "Apa lagi yang kaubeli kecuali itu?" tanya Larry. "Tidak banyak," kata Fatty. "Ternyata alat-alat penyamaran sangat mahal harganya jauh lebih mahal dari perkiraanku semula. Untuk membeli rambut palsu ini saja, nyaris habis uangku. Keseluruhannya yang kubeli gigi palsu ini, beberapa pasang alis, bahan perias muka yang membuat muka menjadi pucat, atau kalau mau juga nampak merah, serta top pet yang mengubah tampang menjadi orang asing. Aku juga membeli rambut palsu yang harganya murahan. Nanti akan kutunjukkan! Rambutnya lurus dan warnanya coklat." Fatty mengenakan topi pet samarannya lalu dipasang sangat miring Saat itu takkan ada lagi yang menyangka, anak asing itu sebenarnya Fatty. Ia berjalan menuju pintu, sambil terpincang-pincang. "Adieu!" ucapnya sambil pergi ke luar. "Adieu mes enfants!" "Artinya, 'Selamat tinggal anak-anakku'," kata Pip pada Bets, yang dengan pandangan kagum memperhatikan Fatty yang melangkah terpincang-pincang menyusur lorong ke tangga. "Selamat jalan, Napoleon!" balas Bets. Anak-anak yang lain tertawa geli. Mudah-mudahan saja nanti tidak sampai ketahuan oleh si Ayo Pergi." kata Larry. "Fatty sangat berani, lagi pula jago dalam hal-hal kayak begini - tapi Ayo Pergi paling tidak suka jika dipermainkan!" "Aku ingin tahu, sudah berhasil atau tidak dia membaca surat yang tidak kelihatan tulisannya itu," kata Bets. "Kalau sudah. pasti ia marah-marah!" Memang - Pak Goon marah sekali! Sampai nyaris meledak rasanya, begitu besar kemarahannya saat itu. Sebelumnya ia memanaskan setrika. Karena ia ternyata juga tahu, tulisan yang tidak kelihatan bisa dinampakkan apabila dipanaskan kertasnya. Dan surat itu gosoknya dengan setrika panas. Bukan main kaget dan marahnya ketika terbaca olehnya tulisan yang kemudian muncul samar-samar berwarna coklat itu. Ia meneguk ludah beberapa kali, sementara matanya yang sudah melotot itu semakin melotot. "Baiklah! Sekarang aku kepingin tahu. apa kata orang tua kalian tentang surat ini!" sergahnya, seolah anak-anak yang menjengkelkan itu ada di hadapannya. "Ya, dan juga Pak Inspektur! Kalau sudah membaca surat ini, pasti ia akan sadar bagaimana watak kalian sebenarnya! Kodok-kodok cilik yang kurang ajar dan tidak tahu aturan. Tidak menghormati hukum! Hah - sekarang kalian akan tahu rasa! Rupanya kalian mengira aku ini goblok, tidak tahu bagaimana caranya membaca tulisan yang tidak kelihatan, ya?" Tapi hari itu masih banyak tugas lain yang harus dilakukan oleh Pak Goon. Karenanya baru sorenya ia ada waktu untuk menunjukkan surat yang menyakitkan hatinya itu pada orang tua anak-anak. "Pantas mereka tidak berani datang sendiri mengantar surat ini padaku," katanya dalam hati. Terbayang olehnya anak asing dan aneh, yang membawa surat itu. "Tentunya ia salah seorang kawan mereka. Mungkin menginap di rumah salah seorang dari mereka selama liburan ini." Pak Goon memutuskan. mula-mula pergi dulu ke rumah keluarga Hilton. Ia tahu, Tuan dan Nyonya Hilton sangat keras mendidik Pip dan Bets menyuruh mereka selalu bersikap sopan. "Dengan surat ini, akan terbuka mata mereka." pikir Pak Goon sambil berjalan. "He - itu kan anak Prancis yang tadi. Coba kuajak bicara sebentar barangkali bisa kuselidiki di mana ia menginap saat ini." "He!" seru Pak Goon menyapa Fatty. Anak iti sengaja berjalan dengan santai di sisi seberang jalan, dengan harapan akan dilihat polisi desa itu. "Coba ke sini sebentar." "Anda memanggil saya?" tanya Fatty dengan sopan. Suaranya ditinggikan sehingga kedengaran bernada seperti orang asing. "Aku ingin bertanya sebentar," kata Ayo Pergi. "Siapa yang memberikan surat kurang ajar yang kauserahkan padaku tadi pagi?" "Kurang ajar? Ah, non - tidak, masa surat itu kurang ajar'" kata Fatty. Ia pura-pura kagat sedang tangannya digoyang-goyangkan Gayanya menirukan cara guru bahasa Prancisnya berbicara di sekolah. "Itu kan tidak mungkin Tuan Polisi." "Kau lihat saja sendiri," kata Pak Goon, "mungkin kau bisa mengatakan, tulisan siapa ini!" Sambil berkata begitu dikeluarkannya sampul surat dari kantong, dan diambilnya lembaran kertas yang terselip di dalamnya. "Ini - coba kauperhatikan sendiri! Lalu katakan padaku, apakah kau tahu siapa yang menulis surat kurang ajar itu." Fatty menerima surat yang disodorkan padanya. Dasar ia sedang bernasib baik, saat itu tahu-tahu angin bertiup. Fatty melepaskan kertas yang sedang dipegang, sehingga terbang dibawa angin. Dengan segera Fatty mengejar Ketika ia membungkuk untuk memungut kertas yang letak di jalan, cepat-cepat dikeluarkannya lembaran kertas yang tersimpan di kantong dan dipertukarkan dengan surat yang asli. Surat palsu kemudian diserahkan pada Pak Goon yang cepat-cepat menyambarnya. "Sialan - nyaris saja hilang," tukas polisi desa "Memang sebaiknya jangan dibiarkan terkibar kena angin. Kumasukkan saja kembali ke sampulnya!" Sementara Pak Goon memasukkan surat itu ke dalam sampulnya kembali. Fatty nyengir dalam hati. Ternyata semuanya begitu mudah. Jauh lebih mudah dari sangkaannya semula. Untung sekali ada angin bertiup pada saat yang tepat. "Anda mau kemana sekarang Tuan Polisi?" tanya Fatty dengan lagak Prancisnya. Aku hendak ke rumah keluarga Hilton, mendatangi Tuan dan Nyonya Hilton," kata Pak Goon. "Kalau begitu kita berpisah di sini," kata Fatty. "Adieu, Tuan Polisi." Pak Goon masih berdiri sambil memandangnya, sementara Fatty cepat-cepat menghilang di balik tikungan. Entah apa sebabnya tapi Pak Goon tiba-tiba merasa bingung. "Anak Prancis itu aneh sekali," pikirnya. Pasti ia akan semakin merasa aneh, apabila bisa melihat apa yang dilakukan Fatty setibanya di balik tikungan jalan. Fatty membuka rambut palsunya, melepaskan gigi palsu yang mencuat ke depan, serta membuka top pet serta selendang berwarna menyolok yang dililitkan ke lehernya .Kesemuanya disembunyikan dalam semak. Ketika tampangnya sudah menjelma menjadi Frederick Algernon Trottevlle yang asli, a pun bergegas-gegas menuju ke tempat tinggal Pip dan Bets Pak Goon sudah lebih dulu masuk ke situ. Fatty masuk sambil memanggil-manggil Pip. Padahal ia tahu anak itu sedang tidak ada di rumah. "Ah. kau rupanya yang datang, Frederick," kata Nyonya Hilton yang menjengukkan kepala dari pintu kamar duduk untuk melihat siapa yang memanggil-manggil di luar. "Kemarilah sebentara Pip dan Bets sedang pergi. Tapi Pak Goon ada di sini, dengan kabar yang luar biasa. Kelihatannya ia beranggapan bahwa kau beserta kawan-kawanmu telah berbuat tidak sopan terhadapnya." "Astaga!" kata Fatty pura-pura kaget, lalu masuk ke ruang duduk. Dilihatnya ayah Bets dan Pip ada di situ bersama Pak Goon. Pak Goon duduk sambil menopangkan kedua tangannya pada lutut. "Nah!" katanya ketika melihat Fatty masuk. "Ini dia satu dari mereka, yang menulis surat dengan tinta yang tidak kelihatan itu. Sekarang akan kutunjukkan surat itu pada Anda, Nyonya, supaya bisa membaca sendiri isinya. Bayangkan otakku dikatakan berkarat karena tidak pernah diminyaki!" Pak Goon mengambil surat yang dikantonginya lalu diletakkan ke atas meja. Kertas surat itu kosong, karena belum dipanaskan. Pak Goon menatap surat itu dengan kesal, Loh - huruf-hurufnya kan ada tadi, ketika aku membacanya! "Rupanya perlu disetrika lagi," katanya. Nyonya Hilton heran mendengar ucapan itu. "Bolehkah saya meminjam setrika yang panas. Nyonya?" Setelah diberi setrika yang hangat Pak Goon lantas menggosokkannya ke atas kertas kosong itu. "Nah - itu dia," kata Pak Goon puas, ketika pelan-pelan timbul tulisan samar berwarna coklat. "Silakan baca sendiri, Tuan dan Nyonya Hilton - saya ingin tahu bagaimana pendapat Anda berdua tentang surat begitu, yang ditujukan pada petugas hukum!" Nyonya Hilton mengambil surat itu, lalu membacanya keras-keras. "Pak Ayo Pergi, Tentunya Anda beranggapan akan berhasil mendului kami memecahkan kejadian misterius yang berikut. Yah - karena Anda berotak cerdas, besar kemungkinannya Anda akan berhasil. Kami mengucapkan selamat bertugas Dari kelima pengagum Anda, PASUKAN MAU TAHU". Mata Pak Goon semakin melotot. Bukan itu isi surat yang dibacanya tadi! Cepat-cepat diambilnya kertas yang dipegang Nyonya Hilton. "Nah, Pak Goon," kata Tuan Hilton, yang saat itu untuk pertama kalinya mencampuri pembicaraan, "aku sama sekali tidak mengerti, apa sebetulnya yang Anda keluhkan. Menurut perasaanku, isi surat itu ramah. malah mengandung pujian bagi Anda. Sama sekali tidak disinggung-singgung di dalamnya tentang otak Anda yang - eh, berkara dan perlu diminyaki. Saya tidak mengerti, kenapa Anda datang mengadu ke sini." Pak Goon cepat-cepat membaca isi surat itu sekali lagi. Ia benar-benar heran saat itu. "Bukan ini suratnya," katanya. "pasti ada suatu permainan licik di sini. Kau yang menulis surat ini, Frederick?" "Betul." jawab Fatty. "Saya tidak mengerti, apa sebabnya Anda tidak setuju kalau kami menyatakan kekaguman terhadap Anda! Atau barangkali otak Anda sebetulnya tidak begitu cerdas?" "Jangan begitu, Frederick." cegah Nyonya Hilton. Fatty pura-pura tersinggung perasaannya "Apa yang terjadi dengan surat yang sebenarnya kuterima?" tanya Pak Goon. Ia bertambah bingung sekarang. "Ya - dan yang ingin kuketahui pula, apakah kalian mulai lagi mengutik-utik kejadian yang misterius? Kalau kalian masih saja menyeruduk kesana dan kemari berusaha mencari keterangan tentang hal-hal yang bukan urusan kalian, kalian pasti akan mengalami kesulitan besar nanti!" Dalam hati Fatty timbul gagasan iseng. Ia hendak pura-pura. berbuat seakan-akan ia beserta keempat kawannya sudah mulai lagi berusaha menyelidiki kejadian selanjutnya yang penuh dengan teka-teki. Diaturnya air mukanya sehingga menimbulkan kesan serius "Aku kan tidak bisa membeberkan rahasia, Pak Goon? Kan tidak enak bagi teman-temanku!" Pak Goon langsung menduga pasti ada lagi kejadian aneh yang sama sekati tidak diketahui olehnya. Air mukanya berubah. menjadi merah padam. Melihat gelagat itu. Fatty merasa lebih baik ia lekas-lekas pergi saja. Aku mesti pergi lagi," katanya dengan sopan ada Tuan dan Nyonya Hilton. "Permisi!" Dan sebelum Pak Goon sempat mengatakan sesuatu untuk menahannya, anak gendut itu sudah melesat ke luar! Begitu sampai di luar tertawanya meledak. Setelah itu ia pergi mengambil alat-alat samarannya, yang tadi sembunyikan di dalam semak. Beberapa menit kemudian. Fatty sudah menyamar kembali menjadi anak Prancis. Pak Goon melihatnya ketika ia hendak masuk ke karangan rumahnya. "Ah," kata polisi desa itu dalam hati. "rupanya anak asing itu tinggal di rumah Frederick Trotteville! Pasti dia ada sangkut pautnya dengan perbuatan mengubah surat yang ditulis dengan tinta yang tak kelihatan itu - walau aku tidak tahu bagaimana cara yang dipakainya! Sebaiknya aku ke sana saja untuk memeriksa sebentar - sekaligus supaya anak Prancis itu ketakutan!" Nyonya Trotteville kaget sekali ketika pembantunya mengatakan bahwa Pak Goon, polisi desa, ingin bertemu sebentar dengannya. Dan sesaat kemudian Pak Goon masuk ke ruang duduk. "Selamat siang. Nyonya," katanya, "saya datang karena ingin mengajukan beberapa pertanyaan pada anak asing yang tinggal di sini." Nyonya Trotteville memandang Pak Goon seolah-olah menyangka polisi desa itu tidak waras pikirannya. "Anak mana, maksud Anda?" katanya "Di sini sama sekali tidak ada anak asing. Yang ada cuma anakku yang satu-satunya, Frederick." Sekarang Pak Goon yang berganti menata Nyonya Trotteville dengan bingung, "Lho." katanya, "baru saja saya melihat anak itu masuk ke pekarangan rumah ini!" "O ya?" tanya Nyonya Trotteville. Ia benar-benar tercengang "Coba kulihat sebentar apakah Frederick ada di rumah, Kalau ada, akan kutanyakan padanya." Fatty dipanggil-panggil "Frederick! Kau ada di rumah? Ah - di situ kau rupanya. Coba ke sini sebentar, Nak." "Halo, Pak Goon," sapa Fatty sambil masuk "Rupanya siang ini Anda gemar mengikuti aku terus." "Jangan kurang ajar ya," kata Pak Goon sudah tidak bisa lebih lama menahan diri lagi. "Mana anak laki-laki berpotongan asing tadi, yang kulihat baru saja masuk kemari?" Fatty memandang Pak Goon dengan pura-pura bingung Keningnya berkerut. "Anak laki-laki berpotongan asing? Aku tak mengerti maksud Anda, Pak. Bu, apakah di rumah ada seseorang yang tampangnya kayak orang asing?" "Tentu saja tidak Frederick," jawab ibunya. "Tadi aku menyangka ada salah seorang kawanmu yang datang." "Aku sendirian saja di sini, Bu, kata Fatty. Dan ia tidak bohong! "Maksudku. tidak ada anak laki-laki lain, kecuali aku. Jangan-jangan Anda perlu memakai kaca mata, Pak Goon. Tadi ada soal surat. yang menurut Anda kelihatannya lain-dan sekarang Anda mengatakan melihat seorang anak yang potongannya kayak orang asing." Pak Goon cepat-cepat bangkit dari tempat duknya, ia merasa pasti akan meledak apabila lebih lama duduk di situ dan berbicara dengan Fatty. Ia pergi ke luar. Dalam hati ia bersumpah, apabila anak bertampang Prancis itu dijumpainya sekali lagi ia akan menyeret anak itu langsung ke kantor polisi. Sungguh! 7 NYARIS TERTANGKAP Ketika seluruh anggota Pasukan Mau Tahu berkumpul lagi, semua tertawa terpingkal-pingkal mendengar cerita Fatty. Anak itu sangat panda menceritakannya. Teman-temannya bisa membayangkan dengan jelas, bagaimana tampang Pak Goon pada saat itu. "Dan sekarang ia menyangka kita sudah sibuk lagi menyelidiki suatu misteri, yang sama sekal belum diketahui olehnya." kata Fatty "Ayo Pergi yang malang - kita benar-benar berhasil membuat dia bingung! Menurut ibuku, polisi desa itu bertanya-tanya pada siapa saja yang dijumpainya untuk mengetahui tempat tinggal anak Prancis itu. Tapi tentu saja tidak ada yang bisa memberi keterangan padanya." "Ah - kepingin sekali rasanya saat ini ada misteri yang bisa kita selidiki," kata Bets, sambil menggelitik Buster. "Kini kita sudah mengetahui berbagai siasat detektif yang hebat-cara menulis yang tidak bisa dibaca orang lain, cara keluar dari kamar terkunci, begitu pula cara menyamar - tapi sama sekali tak ada kejadian aneh yang perlu diselidiki." "Kita teruskan saja melakukan tindakan-tindakan untuk memperdayai Ayo Pergi," kata Fatty. "Dengan begitu. kita bisa melatih otak kita Pip, bagaimana jika hari ini kau yang menyamar lu mondar-mandir di dekat tempat Ayo Pergi?" "Tentu saja aku mau." kata Pip. Ia sudah mencoba berbagai bentuk penyamaran. Berbagai warna air muka sudah pernah menghiasi tampangnya. "Aku kepingin memakai rambut palsu yang satu lagi, Fatty - itu. yang lurus. Lalu gigi palsu. serta alis yang hitam tebal Dan mukaku kan kupoles menjadi merah. kayak tampang si Ayo Pergi." Anak-anak senang mendengar gagasan itu. Semua membantu Pip menyamarkan diri. "Kenapa kau waktu itu tidak sekaligus membeli kumis palsu." kata Pip. Menurut perasaannya, tampangnya pasti hebat kalau memakai kumis palsu. "Yah - soalnya. suara kita tidak cocok dengan tampang berkumis." kata Fatty. "Untuk itu perlukan suara orang dewasa. Aku mulanya memang berniat membeli kumis palsu, tapi kemudian kusadari bahwa penyamaran begitu tak cocok untuk kita. Kita hanya bisa menjelmakan diri menjadi anak lain. Nah - sekarang tampangmu menyeramkan kelihatannya!" Saat itu Pip sudah menjelma menjadi seseorang berair muka merah, dengan alis tebal dan hitam, gigi besar-besar yang mencuat ke depan, serta berambut gondrong dan lurus. Ia meminjam syal berwarna merah dari Daisy, sedang mantelnya dipakai terbalik. Menurut perasaan Pip, dengan begitu penyamarannya sudah bagus. "Pak Goon selalu mengadakan ronda di desa dan melewati tikungan jalan pada pukul setengah dua belas siang," kata Larry. "Cuaca tidak baik hari ini, jadi mestinya tidak banyak orang di jalan. Apalagi kelihatannya tidak lama lagi akan ada kabut. Kau sebaiknya menunggunya di balik tikungan. Lalu kalau ia muncul kau menanyakan sesuatu padanya - misalnya saja pukul berapa." "Maaf Pak, pukul berapa sekarang?' tanya Pip berlatih Ajaib - tahu-tahu suaranya berubah. Terdengar berat dan serak. Anak-anak tertawa mendengarnya. "Ya. begitu," kata Larry. "Sekarang pergilah ke sana! Nanti cepat-cepat kembali, dan ceritakan pada kami apa saja yang terjadi." Pip berangkat. Kabut sudah turun di desa Penglihatan buruk sekali. Lebih jauh sedikit dan semeter. segalanya sudah nampak kabur. Pip menunggu di balik tikungan jalan, sambil memasang telinga. Ia menunggu sampai terdengar bunyi langkah Pak Goon yang berat. Tapi ternyata yang datang orang lain. Orang itu berjalan dengan langkah-langkah ringan. Pip kaget. Tapi orang yang datang itu lebih kaget lagi! Bu Frost menjerit, ketika tahu-tahu menatap wajah merah beralis hitam dan tebal, serta sederetan gigi mencuat sebesar kapak! "Aduh Tolong! Siapa ini," teriak wanita itu lalu cepat-cepat berpaling lalu lari sepanjang jalan desa. Tahu-tahu bertubrukan dengan Pak Goon "Di pojok jalan ada orang menyeramkan," katanya. "Mukanya merah. beralis lebat - serta giginya menyeramkan. Mencuat ke luar dari mulutnya!" Mendengar keterangan tentang gigi mencuat Pak Goon langsung teringat pada anak Prancis itu. Jangan-jangan dia lagi yang kini ada di balik tikungan. Polisi itu berjingkat-jingkat menghampiri pojok jalan - lalu berbelok dengan cepat! Pip masih ada di situ. Sebelum ia sempat tergerak, tahu-tahu Pak Goon sudah berdiri di depannya. Polisi desa itu tercengang menatap muka Pip yang merah padam, alisnya yang aneh serta gigi yang mencuat. Dan gigi itu rasanya nah dilihat Pak Goon. "Apa-apaan ini?" tanya polisi desa itu. Dengan cepat tangannya bergerak, berusaha menangkap Pip. Anak itu merasa mantelnya terpegang. Ia cepat-cepat melepaskan diri dari mantel, supaya bisa lari. Pak Goon ditinggal berdiri sambil memegang mantel Pip. Tapi ia tidak lama tertegun. Dengan segera dikejarnya anak yang lari itu. Pip ketakutan. Ia tidak menyangka Pak Goon akan begitu cepat muncul. Dan sekarang mantelnya ada di tangan polisi desa itu. Sialan! Yah - pokoknya asal bukan ia sendiri yang tertangkap. Sebab kalau itu terjadi, bisa gawat akibatnya. Pasti Pak Goon akan melancarkan pertanyaan bertubi-tubi Sesaat ia menyesal, kenapa tadi pergi dengan penyamaran yang begitu luar biasa, Tapi kemudian Pip mulai menikmati petualangan itu, ketika ternyata Pak Goon tidak mampu mengejarnya. Keduanya lari menyusur jalan desa - mendaki bukit dan menuruninya lagi. Pip lari menuju ke luar desa. Maksudnya nanti akan bersembunyi di balik salah satu semak, dan membiarkan Pak Goon lewat dalam kabut tanpa melihatnya Kemudian Pip sampai di depan pintu sebuah pagar. Ia teringat, itu pagar pekarangan sebuah rumah tua yang tidak ditinggali orang lagi. Rupanya pemiliknya sudah lupa bahwa ia punya rumah di situ! Pip bergegas memasuki pekarangan rumah itu. Diharapkannya Pak Goon akan lewat terus, tanpa melihatnya masuk ke situ. Tapi polisi desa itu tidak gampang diperdayai. Ia pun ikut masuk ke pekarangan. Pip lari mengitari rumah. Ia sampai di sebuah kebun yang nampaknya tidak terawat lagi. Banyak pohon yang ada di situ Pip melihat sebatang yang kelihatannya mudah dipanjat. Dengan segera ia sudah memanjatnya. Ternyata tepat pada waktunya, karena sesaat kemudian Pak Goon sudah muncul dari balik rumah. Terdengar napasnya mendengus-dengus, karena kepayahan berlari. Bunyinya seperti kereta api barang yang sedang menarik muatan berat. Pip duduk diam-diam di atas pohon. Seperti biasanya pada musim dingin, pohon itu sedai tidak berdaun. Jadi apabila Pak Goon mendongak, habislah riwayat anak itu. Pip memperhatikan Pak Goon yang mencari-cari ke seluruh sudut kebun. Ketika ada kesempatan baik, anak itu lantas memanjat lebih tinggi lagi sehingga semakin banyak dahan dan ranting yang melindunginya dari penglihatan Pak Goon. Akhirnya Pip sudah hampir berada di pucuk pohon. Tempatnya bersembunyi sama tinggi dengan tingkat teratas rumah tua itu. Dari situ ia memperhatikan Pak Goon, sambil menahan napas. "Untung saja rumah ini tidak ada penghuninya," kata Pip dalam hati. "Kalau ada penghuninya, pasti sudah keluar untuk melihat apa yang terjadi - dan aku pasti akan ketahuan." Pip merapatkan diri ke batang pohon. Tempatnya itu dekat dengan sebuah jendela. Pip memandang jendela itu. Ia merasa heran, karena pada jendela terpasang terali besi. "Rupanya dulu itu kamar anak," pikirnya "Tapi teralinya kokoh sekali!" Ia memandang jendela itu sekali lagi - dan detik berikutnya nyaris saja terjatuh, karena kaget! Ternyata kamar di balik jendela itu tidak kosong, Melainkan berisi perabot. Pip tidak mengerti. Apabila rumah itu tidak ditinggali orang, lalu apa sebabnya ada kamar di tingkat paling atas yang diisi dengan perabot? Mana mungkin orang pindah, tapi melupakan perabot yang masih ada dalam sebuah kamar! "Wah - jangan-jangan ini bukan rumah kosong pikirnya lebih lanjut. "Jangan-jangan aku tadi keliru masuk. karena terganggu kabut. Mungkin ini rumah yang masih ditinggali orang. Alangkah baiknya apabila Ayo Pergi benar-benar pergi lagi, supaya aku bisa memperhatikan dengan lebih teliti." Pak Goon masih mencari terus. Pagar pekarangan rumah itu rapat. Jadi takkan ada yang bisa menyelinap ke luar lewat situ. Tapi kalau begitu, ke mana perginya orang yang aneh tadi? Kejadian itu sangat membingungkan bagi polisi desa itu. Sama sekali tak terpikir olehnya untuk memandang ke atas pohon. Akhirnya ia putus asa. Orang tadi berhasil meloloskan diri. Tapi lain kali - kalau lain kali dilihatnya ada seseorang dengan gigi mencuat, ia akan langsung menyergap. Ada sesuatu yang tidak beres. menurut perasaannya - masa ada dua orang dengan gigi mencuat yang persis sama! "Belum pernah kulihat ada gigi yang mencuat sampai begitu," pikirnya sambil berjalan mengitari rumah lalu menuju ke pintu pagar depan. "Mula-mula kulihat pada anak Prancis itu, lalu kini pada orang yang tadi kukejar. Sayang ia tak tertangkap! Aku kepingin sekali mengajukan beberapa pertanyaan tegas padanya." Pip merasa lega ketika melihat Pak Goon pergi. Ditunggunya sampai "polisi desa itu sudah menghilang di balik rumah. Setelah itu ia beringsut-ingsut menyusur sebuah dahan mendekati jendela yang tadi. Ia ingin melihat lebih jelas ke dalam kamar itu. Ya - tidak salah lagi! Banyak perabot terdapat dalam kamar itu. Bangku yang ukurannya cukup besar untuk dijadikan tempat tidur, sebuah kursi dengan sandaran, dua kursi yang ukurannya lebih kecil, sebuah meja, rak buku dengan beberapa buku di dalamnya, serta permadani yang terhampar di lantai. Benar-benar luar biasa! "Dan ada pula alat listrik untuk memanaskan ruangan," kata Pip pada dirinya sendiri. "Tap tidak ada siapa-siapa di situ. Dan kalau melihat debu yang nampak di mana-mana, kurasa kamar itu sudah lama tidak didatangi orang. Siapa ya, pemilik rumah ini?" Kemudian Pip memperhatikan terali yang terpasang di jendela. Sudah jelas, tidak ada yang bisa masuk atau keluar lewat situ. Batang terali terpasang begitu rapat, seperti biasanya pada jendela kamar anak kecil. Anak kecil pun takkan bisa menyusup di sela batang-batang terali itu. Dengan hati-hati Pip turun dari pohon. Ia masih berjaga-jaga, siapa tahu Pak Goon mengintai. Tapi polisi desa yang sudah bingung itu ternyata langsung pulang ke desa. Ia menghibur dirinya sendiri. Biar orang aneh bergigi tersembul dan dengan alis tebal tadi berhasil melarikan diri. tapi setidak-tidaknya mantelnya ada di tangan Pak Goon sekarang! Nantilah - akan diperiksanya nama yang tertulis di dalamnya - jika memang ada! Pip kedinginan karena mantelnya tidak ada lagi. Ia agak bingung, bagaimana caranya menjelaskan kejadian itu pada ibunya. Tapi mungkin saja ibu tak menyadari bahwa mantelnya tidak ada lagi, pikir Pip. Cuma biasanya ibu-ibu selalu langsung tahu, kalau terjadi hal-hal seperti begitu. Kabut semakin tebal. Pip sebetulnya masih ingin tinggal agak lebih lama di rumah itu. Ia ingin memeriksa lebih jauh. Tapi ia khawatir, jangan-jangan nanti tersesat apabila kabut. sudah tebal kali. Jadi ia cuma meyakinkan diri saja, bahwa itu memang rumah kosong yang dikenalnya. Ia memang tidak keliru. Tak ada keragu-raguan lagi mengenainya Kamar-kamar tingkat bawah kosong semuanya. Dan pada gerbang masuk terpasang papan nama yang pernah dibaca Pip sebelumnya. Milton House. "Ini misterius," kata Pip pada dirinya sendiri, sambil berjalan merintis kabut. "Benar-benar misterius." Ia tertegun. Tiba-tiba ia merasa gembira sekali. "Mungkin saja ini akan menjadi misteri yang ketiga bagi Pasukan Mau Tahu! Pokoknya, kita harus mengetahui apa yang terdapat di balik misteri ini. Ada sesuatu yang aneh dalam rumah tua yang kosong itu!" 8 MENYUSUN RENCANA Pip menuju ke rumah Fatty. di mana teman-temannya menunggu kedatangannya. Mereka gin mengetahui apa yang terjadi. Kamar Fatty hangat menyenangkan, walau penuh sesak. Di situ nyak sekali buku. berbagai alat permainan dan olahraga, serta sebuah keranjang tempat Buster tidur. Pip kedinginan sekali, karena kabut yang menyelubungi. Ia menggigil, ketika akhirnya masuk ke rumah Fatty lewat pintu samping. Didengarkannya dulu untuk meyakinkan bahwa di tidak ada orang. Ia tidak ingin tepergok pembantu rumah tangga atau Nyonya Trotteville, karena saat itu ia masih memakai penyamarannya yang tadi. Setelah yakin bahwa di situ tidak ada orang, ia pun lantas bergegas menaiki tangga rumah menuju ke tingkat atas. Anak-anak yang lain sedang asyik main kartu di lantai. Semua menoleh, ketika Pip muncul di ambang pintu. "Nah - ini dia. Pip datang!" kata Bets. Buster menyambut Pip seakan-akan sudah berminggu-minggu tidak berjumpa. "Ada pengalamanmu yang asyik tadi, Pip?" tanya Bets. "Wah - yang kualami tadi bukan asyik lagi namanya." kata Pip. Matanya bersinar-sinar. Ia menghampiri api pediangan, untuk mengusir rasa dingin. "Dan bukan itu saja - kurasa aku tadi menemukan misteri lagi, yang bisa kita selidiki!" Teman-temannya menatap dirinya. Mereka kaget. tapi sekaligus juga senang. Bets cepat-cepat berdiri. "Cepat. ceritakan pada kami" katanya. "Apa maksudmu? Misteri apa itu?" "Sebaiknya kuceritakan dan awal mulanya," kata Pip. "Hih, aku kedinginan sekali!" "Mana mantelmu?" tanya Daisy. Dilihatnya Pip menggigil karena kedinginan. "Ada di tangan si Ayo Pergi," jawab Pip. "Gawat. deh!" "Ayo Pergi? Kenapa sampai ada di tangannya?" kata Fatty kaget. "Lalu, namamu tertulis di dalam mantel itu?" "Bagaimana. Bets?" tanya Pip sambil memandang adiknya. "Ada tidak namaku tertulis di situ?" 'Tidak," jawab Bets. "Jadi Pak Goon takkan bisa tahu siapa pemiliknya! Kecuali jika ia mendatangi orang tua kita masing-masing, dan menanyakan apakah ada di antara kita yang kehilangan mantel!" "Jangan khawatir tentang soal itu," kata Fatty "Mantelku yang lama mirip sekali dengan kepunyaan Pip. Ia bisa memakai mantelku yang itu. Karena aku sudah punya yang baru sekara. Jadi apabila si Ayo Pergi mendatangi rumah-rumah kita untuk menanyakan apakah ada antara kita yang kehilangan mantel. Pip bisa menunjukkan mantel itu sebagai kepunyaannya!" "Terima kasih Fatty," kata Pip. Ia merasa lega sekarang. "Kau selalu bisa menyelamatkan keadaan yang gawat. Nah - sekarang aku mulai saja dengan ceritaku." Pip mulai bercerita. Anak-anak tertawa geli mendengar Bu Frost ketakutan ketika tiba-tiba menatap tampang seseorang yang air mukanya merah sekali, dengan alis tebal serta gigi besar-besar yang mencuat ke depan. Mereka makin geli, ketika Pip sampai pada bagian ketika berkejar-kejaran dengan Pak Goon di tengah kabut. "Bayangkan tololnya - kenapa tidak memandang ke atas pohon," kata Fatty mengomentari. "Dia takkan bisa menjadi detektif yang hebat! Tapi kau belum menyebutkan misteri yang kau katakan tadi, Pip! Misteri apa itu?" "Yah - kalian semua kan tahu, rumah besar yang bernama Milton House sudah lama sekali tak didiami orang lagi," kata Pip. Anak-anak yang lain mengangguk. Semuanya mengenal baik rumah yang dimaksudkan Pip. "Nah - sekarang dengarkan baik-baik," sambung anak itu. "Salah satu kamar yang terdapat di tingkat atas rumah itu, masih lengkap perabotannya!" Anak-anak menatapnya dengan heran. "Berperabotan lengkap?" kata Fatty. "Luar biasa! Kalau begitu, apakah ternyata tempat itu sebenarnya masih didiami orang? Dan kalau begitu, apa sebabnya tingkat atas yang didiami? Ini benar-benar aneh, Pip!" "Betul kan?" kata Pip. Ia merasa senang, karena ternyata anak-anak juga tertarik pada kejadian itu. "Bagaimana tidakkah ini bisa merupakan misteri yang ketiga bagi kita? Aku yakin sekali. ada sesuatu yang aneh di sini!" "Ya, rasanya memang aneh sekali," kata Fatty "Betul, ini memang merupakan kejadian misterius." "Hore!" seru Bets bersorak gembira. "Ternyata dalam liburan ini kita bisa menyelidiki misteri lagi. Tapi bagaimana cara memulainya?" "Ini bukan misteri seperti yang pernah kita hadapi selama ini," kata Fatty sambil merenung. "Maksudku, dalam kejadian-kejadian yang lampau selalu ada petunjuk dan sejumlah orang yang menjadi tersangka. Sekali ini kita menghadapi sebuah kamar yang lengkap perabotannya. tingkat teratas dari sebuah rumah kosong. Kita bahkan sama sekali tidak tahu apakah itu sebetulnya tidak apa-apa. Cuma yang jelas cukup aneh dan luar biasa. sehingga ada alasan bagi kita untuk menyelidikinya." "Setuju!" seru Bets. "Aku memang kepingi sekali menyelidiki misteri dalam liburan ini. Apalagi karena sekarang kita sudah mengetahui berbagai siasat detektif yang bagus-bagus." "Yah, Pip," kata Larry, "ternyata kau bisa puas sore ini. Sekarang tanggalkan saja penyamaranmu itu! Tak enak rasanya melihat mukamu yang kayak begitu. Gigi palsu itu yang menyebabkannya kelihatan jelek sekali." "Aku tahu," kata Pip. Ia mencopot gigi palsu yang terpasang di mulutnya, lalu mencucinya bersih-bersih di bak tempat cuci tangan. "Gigi ini hebat sekali! Si Ayo Pergi kaget bukan main ketika melihatnya mencuat di depan matanya tadi. Soalnya, ia kan pernah melihat gigi ini mencuat di mulut Fatty yang disangkanya anak Prancisl" Anak-anak tertawa geli, membayangkan tampang Pak Goon ketika kaget tadi. Tapi tiba-tiba tampang Fatty berubah menjadi serius. "Mudah-mudahan saja polisi desa itu tidak lantas mengintip-intip, mengintai gerak-gerik kita sekarang." katanya. "Aku tahu, memang menyenangkan selama ini untuk membuat dia mengira kita sedang sibuk menyelidiki suatu misteri yang sama sekali tidak diketahui olehnya. Tapi setelah sekarang secara kebetulan saja kita menemukan sesuatu yang misterius pasti tidak enak rasanya apabila ia terus-menerus mengintai gerak-gerik kita. Takkan bisa bebas kita jadinya'" "Sialan!" umpat Larry. "Dan kita tidak bisa beraksi sendiri menyelidiki misteri itu, apabila sudah tercium baunya oleh si Ayo Pergi. Menurut perasaanku, misteri kali ini benar-benar hebat! Bisa kubayangkan diriku, sibuk mengajukan berbagai pertanyaan ke sana dan kemari. Siapakah yang tinggal dalam kamar itu? Kenapa memilih rumah kosong? Tahukah pemiliknya, bahwa salah satu kamarnya didiami orang? Dan kapan orang yang tinggal dalam kamar itu datang dan pergi?" "Ya, bermacam-macam pertanyaan yang akan bisa kita ajukan." kata Fatty. "Urusan ini pasti menarik - tapi juga sulit. Menurut pendapatku, sebaiknya kita berusaha masuk ke kamar itu dulu." "Jangan!" seru teman-temannya dengan segera. "Kita kan tidak bisa seenaknya saja masuk ke rumah orang lain - juga apabila rumah itu kosong," kata Larry. "Kau kan tahu juga, itu tidak boleh kita lakukan!" "Kita tidak perlu masuk dengan seenaknya ke situ," kata Fatty "Kenapa tidak kita datangi saja orang yang diserahi mengurus rumah itu. dan minta kunci rumah padanya? Dengan begitu kita kan akan masuk dengan sah!" Teman-temannya belum berpikir sampai ke situ. Tapi Daisy kelihatannya masih bimbang. "Mana mungkin mereka mau memberikan kunci rumah itu pada anak-anak." katanya membantah. "Kalau aku yang minta, pasti diberikan," kata Fatty. Menurut perasaannya, apa saja bisa dilakukan olehnya. "Setidak-tidaknya. kan bisa kucoba! Sewaktu kau masih ke situ tadi. kau tidak melihat papan pengumuman. Pip? Maksud bahwa rumah itu akan dijual?" "Tidak - sepanjang ingatanku aku tadi sama sekali tidak melihat ada papan pengumuman situ," jawab Pip. "Tapi tadi kabut tebal sekali. Kita periksa saja lain kali." "Sekarang saja," kata Bets bersemangat. Tapi anak-anak yang lain menggeleng. "Kabut saat ini sangat tebal, Bets," kata Larry. "Kita takkan bisa melihat apa-apa. Untung saja kita semua hafal jalan pulang ke rumah masing-masing. Kalau tidak, pasti tersesat nanti." Kabut saat itu memang sangat tebal. Anak-anak tidak bisa berbuat apa-apa di luar. Mereka sudah tidak sabar lagi, karena ingin segera mulai menyelidiki misteri baru itu. "Kita harus berhati-hati, jangan sampai Ayo Pergi tahu apa yang sedang kita lakukan," kata Larry, "Sebaiknya kita tipu dia, supaya bergerak ke arah yang keliru - apabila kita merasa bahwa polisi itu sedang mengikuti jejak kita." "O ya - setuju, kata Bets. "Kita menciptakan misteri yang lain, untuk memperdayainya. Bagaimana jika kita atur sedemikian rupa. Supaya mengira ada perampokan besar yang sedang kita selidiki?" "Bagus juga ide itu," kata Larry. "Jika kita berhasil membuat si Ayo Pergi beraksi mengusut suatu misteri yang palsu, maka ia takkan punya waktu lagi untuk menyelidiki misteri yang sebenarnya. Jadi apabila ia ternyata mengikuti gerak-gerik kita dan bertanya-tanya ke sana dan kemari, kita akan menciptakan suatu misteri untuknya. Misteri yang hebat!" Semuanya menyetujui gagasan itu. Tak seorang pun yang saat itu terpikir agar lebih baik berterus terang saja pada Pak Goon, lalu bekerja sama dengan dia. Pak Goon sendiri yang salah. Ia sangat tidak senang pada kelima anak itu. Lagipula tindak-tanduknya belum ada yang beres. Karenanya anak-anak merasa apabila ada sesuatu yang perlu dilaporkan, lebih baik langsung saja kepada sahabat mereka, Inspektur Jenks! Pak Inspektur selalu bersedia mendengarkan laporan mereka dengan penuh perhatian, dan tidak mengaku-aku hasil yang sebenarnya dicapai oleh Pasukan Mau Tahu. Anak-anak tahu, si Ayo Pergi pasti akan meremehkan apa saja yang berhasil mereka lakukan, serta berpura-pura dialah yang memecahkan segala teka-teki yang timbul berkat otaknya yang cerdas. Tapi polisi desa itu sangat curiga orangnya. Apabila ia merasa anak-anak kembali sibuk menyelidiki suatu misteri baru, pasti ia akan campur tangan lagi! "Kurasa kita harus memulai penyelidikan kita dengan cara begini," kata Fatty setelah berpikir sebentar. "Kita selidiki dulu siapa yang dititipi tugas mengurus persoalan rumah itu, seperti sudah kukatakan tadi. Kalau sudah tahu orangnya kita berusaha memperoleh anak kunci rumah itu dari dia. Kita setelah itu akan bisa memeriksa kamar yang kaulihat tadi, Pip. Kalau bisa, harus kita selidiki kegunaannya, dan apa sebabnya diperlengkapi dengan perabotan lengkap." "Betul," kata Larry. "Kau saja yang menangani urusan penjaga rumah itu besok, Fatty. Kau jago mengenai soal-soal begitu. Tapi terus terang saja aku akan benar-benar heran apabila ternyata kau berhasil memperoleh kunci dari dia!" "Lihat sajalah nanti," kata Fatty. Sementara itu ia sudah menganggap dirinya begitu hebat sehingga dikiranya apa pun pasti bisa dilakukan olehnya. Sudah dibayangkan dirinya menjadi kepala polisi seluruh Inggris, penyelidik termasyhur yang berhasil membongkar misteri apa pun juga yang terjadi! Saat itu tidak ada lagi yang masih kepingin main kartu. Semua merasa gelisah, karena membayang-bayangkan misteri baru yang kini dihadapi. "Tapi berbahaya atau tidak?" tanya Bets agak cemas. "Kedua misteri yang pernah kita hadap sama sekali tidak berbahaya. Aku tidak ingin berhadapan dengan petualangan yang berbahaya." "Kalau ternyata berbahaya, kami bertiga yang laki-laki yang akan menangani," kata Fatty dengan lagak berani. "Sedang kalian berdua, jangan ikut-ikut!" "Mana bisa!" tukas Daisy tersinggung. "Bets boleh berbuat semaunya - tapi aku harus ikut dalam misteri ini, Fatty - dari awal sampai akhirnya! Kemampuanku tak kalah dibandingkan dengan kalian bertiga." "Ya deh, ya deh," kata Fatty menyabarkan. "Jangan langsung mengamuk! Nah - itu bunyi lonceng, memanggil kita makan sore. Syukurlah, perutku sudah lapar sekali rasanya." "Kau selalu lapar," tukas Daisy, yang masih agak marah. Tapi kemarahan itu segera lenyap, ketika sudah menghadapi hidangan yang disajikan Nyonya Trotteville untuk mereka berlima. Sekarang makan enak - dan kecuali itu ada misteri hebat yang perlu diselidiki. Nah, masih kurang apa lagi? 9 AYO PERGI MEREPOTKAN Anak-anak memutuskan akan berkumpul lagi keesokan harinya, lalu setelah itu pergi ke Milton House untuk melihai apakah di sana terpasang papan pengumuman atau tidak. "Selain itu kita juga bisa melihat-lihat sebentar," kata Daisy. "Yang jelas, aku kepingin memanjat pohon yang dinaiki Pip!" "Tapi jangan sampai terlihat oleh si Ayo Pergi," kata Pip. "Soalnya, nanti rahasia ketahuan!" "Begitu kita sudah mengetahui nama orang yang mengurus rumah itu, biar Fatty berangkat untuk melakukan tugasnya." kata Larry. "Kita menunggunya di rumah itu. Kalau ia kembali membawa anak kunci, kita akan bisa masuk secara sah," Itu rencana yang baik. Anak-anak semu berharap semoga besok kabut sudah lenyap lagi Sebab kalau belum, ada kemungkinan merek tidak akan diizinkan orang tua mereka per melewati jalan-jalan yang tidak begitu mereka kenal. Sedang Milton House terletak di balik bukit di tempat yang agak terasing. Setelah rumah itu terdapat lapangan tandus yang luas sekali. Ternyata keesokan harinya cuaca sangat cerah. Anak-anak bergembira karenanya. Kini mereka pasti boleh pergi ke Milton House. Segera setelah sarapan pagi mereka berangkat. Buster tentu saja ikut. seperti biasanya. Mereka menyusur jalan yang agak terpencil, menuju Milton House. Rumah itu yang paling akhir di jalan itu, Letaknya agak ke belakang, di tengah kebun yang penuh semak. Nampak jelas, kebun itu sudah sejak bertahun-tahun tidak pernah dirawat lagi. Sedang bangunan rumah yang ada di situ besar dan luas. dengan beberapa menara kecil yang kelihatan konyol pada bangunan sebesar itu. "Nah, itulah dia - 'Rumah Misteri' kita," kata Pip, ketika anak-anak sudah sampai di depan pekarangan. "Kalau dilihat begini, bukankah siapa pun akan beranggapan bahwa rumah ini kosong dan tidak didiami orang? Tapi walau begitu di tingkat paling atas ada sebuah kamar yang berperabotan lengkap yang pasti kadang-kadang masih didiami seseorang!" Anak-anak merinding. Mereka merasa asyik. Mungkin hanya mereka saja yang mengetahui rahasia itu. Mereka - serta orang yang menaruh perabotan di dalam kamar itu! "Nah - ada yang melihat papan pengumuman bahwa rumah ini akan dijual?" tanya Fatty. "Kalau aku hendak melihat alamat orang yang mengurus penjualannya!" Ternyata di tempat itu tidak terpasang papan pengumuman demikian. Padahal di depan rumah-rumah kosong lainnya yang mereka lewati tadi, terpasang paling sedikit satu papan pengumuman yang ada tulisannya 'Akan dijual. Harap berhubungan dengan -'. Kadang-kadang bahkan terpasang dua papan pengumuman. "Tapi rumah ini tentunya juga hendak dijual kan?" tanya Larry agak bingung. setelah mereka meyakinkan bahwa di situ tidak terpasang papa pengumuman sama sekali. "Rumah yang kosong tentunya hendak dijual atau disewakan! Masa dibiarkan kosong terus oleh pemiliknya sehingga lambat-laun menjadi bobrok." "Ya - memang aneh," kata Fatty. "Aku juga tidak mengerti." "Kalau begitu kita tidak bisa meminjam kunci pada siapa-siapa sekarang," kata Daisy. "Kalau rumah ini bukan hendak dijual, dengan sendirinya kuncinya juga tidak akan dipinjamkan." "Sialan!" umpat Fatty. Ia merasa jengkel karena rencananya terhalang. Ia berpikir-pikir sebenta "Yah - aku tahu apa yang bisa kukerjakan sekarang. Kudatangi saja perusahaan terbesar desa yang biasa menjadi perantara dalam urusan jual beli dan sewa menyewa rumah. Di sana aku kutanyakan tentang rumah-rumah yang hendak dijual. Lalu kusebutkan Milton House. Kulihat saja nanti, mungkin bisa kuperoleh keterangan ya menarik." "Ya, betul" kata Daisy. "Dan sebaiknya memang kau saja yang ke sana. Soalnya, kau ya paling nekat di antara kita semua. Dan juga bisa bersikap lebih dewasa! Kau bisa pura-pura bertanya atas suruhan ibu atau bibimu." "Ya, kurasa aku bisa melakukannya tanpa menimbulkan kecurigaan agen penjualan itu," kata Fatty. "Tapi sebelum aku pergi, kita melihat-lihat sebentar di sini yuk! Aku juga ingin memanjat pohon itu, untuk melihat ke dalam kamar ya dilihat Pip." "Tapi tidakkah sebaiknya kita menempatkan seseorang untuk berjaga-jaga apabila ada orang datang?" kata Pip. "Jangan sampai kita ketahuan, pada saat sedang berada di tanah milik orang lain. Kau saja yang menjaga, Bets!" 'Tidak mau!" kata Bets. Ia juga ingin ikut memeriksa di situ. "Kau sendiri saja yang berjaga. Pip." "Biar Buster sajalah," kata Fatty menengahi "Sini, Buster! Kau berdiri dekat gerbang, ya. Nanti kalau ada orang datang, kau harus menggonggong!'' Buster pergi ke dekat gerbang. Anjing itu berdiri di situ sambil memandang Fatty, seakan-akan ia tadi memahami segala perintah tuannya. "Nah, beres," kata Fatty senang. "Kalau kita suruh, ia akan menjaga di situ sampai pagi." Tapi ketika anak-anak menuju ke rumah lagi, ternyata Buster langsung ikut! Ia tidak mau disuruh berdiri dekat gerbang, jika anak-anak pergi semua. "Ternyata Buster tidak sepintar sangkaan kita," kata Pip. "Kau takkan berhasil menyuruh dia tetap sana, Fatty." "Bisa saja!" tukas Fatty. Digiringnya Buster kembali ke dekat gerbang. Sesampai di situ Fatty membuka mantel, lalu melepaskan pullovernya. Pullover itu diletakkannya ke tanah, di sebelah dalam gerbang. "Jaga ya, Buster! Jaga!" kata Fatty memerintah. "Ya. betul - duduklah di atasnya. Itu pulloverku yang paling bagus. Tolong jagakan, ya!" Buster sudah biasa disuruh menjaga barang-barang. Begitu barang jagaan itu sudah diduduki olehnya, ia akan tetap ada di situ sampai Fatty datang kembali dan memanggilnya. Kini ia telah duduk di atas pullover ketika anak-anak melangkah menuju ke rumah kosong itu. Buster duduk dengan tampang sedih. "Buster yang malang! Padahal ia ingin sekali ikut. Kurasa ia tahu bahwa kau menipunya, Fatty," kata Pip. "Lihatlah. kupingnya terkulai ke bawah dan ekornya sama sekali tidak dikibas-kibaskan seperti biasanya." "Tapi setidak-tidaknya. dengan begitu ia akan memberi isyarat pada kita apabila ada orang datang," jawab Fatty. "Bukannya aku menduga ada yang akan muncul - tapi siapa tahu! Detektif harus selalu siap siaga." "Enak rasanya. bisa kembali menjadi Pasukan Mau Tahu." kata Bets. "Pip - inikah pohon yang kaupanjat kemarin?" Memang itulah pohonnya. Pohon itu bisa dipanjat dengan mudah saja. sehingga bahkan Bets pun- dengan bantuan Fatty-bisa bergerak dengan cekatan dari dahan ke dahan. Akhirnya sampai di dahan. dari mana ia bisa melihat dalam kamar yang terletak di tingkat paling atas. Keadaannya masih persis seperti yang dilihat Pip sehari sebelumnya. Berperabot lengkap tapi sangat berdebu Anak-anak silih berganti memandang ke dalam. Mendengar cerita Pip mengenainya sudah mengasyikkan. Tapi lebih mengasyikkan lagi bisa melihat sendiri keadaannya. Untuk apa kamar itu diperlengkapi dengan perabotan selengkap itu? "Sekarang aku pergi ke tempat perantara itu," kata Fatty. Ia turun dari pohon. "Kau yang memimpin sekarang, Larry Periksa keadaan keliling rumah. Perhatikan kalau ada jejak kaki, bekas kertas. puntung rokok dan sebagainya. Pokoknya, segala sesuatu yang bisa merupakan tunjuk." Setelah itu ia pergi. Anak-anak turun dari pohon, lalu mulai mencari-cari sekitar rumah. "Kamar-kamar yang lain semuanya kosong," kata Larry. "Coba ada salah satu jendela yang tidak terkunci, kita akan bisa masuk lewat situ." Tapi tak satu pun yang tidak terkunci. Semua jendela tertutup rapat. Bukan itu saja - semua bahkan dikunci dan digerendel! "Orang yang dulu tinggal di sini. rupanya takut sekali kemalingan," kata Daisy. "Orang takkan bisa masuk ke dalam rumah, apabila bukan dengan jalan memecahkan kaca dulu. Atau mendobrak pintu." Edit by : zheraf.wapamp.com http://www.zheraf.net Anak-anak memeriksa dengan cermat, mencari jejak kaki. Tapi tidak ada yang ditemukan. Puntung rokok pun tidak ada di situ. Bahkan sobekan kertas sama sekali tidak nampak. "Tak ada petunjuk sama sekali," kata Bets kecewa. "Tapi coba lihat jejak kaki kita!" seru Daisy. Ia menuding ke tanah yang becek di mana nampak bekas tapak sepatu mereka "Banyak sekali yang nampak di sini - bukti bahwa kita pernah datang kemari! Sebetulnya kita harus lebih berhati-hati tadi." "Yah, apa boleh buat - sudah terlanjur sekarang," kata Pip. Tiba-tiba ia kaget. "He - bukankah itu gonggongan Buster?" Kata-katanya benar. Terdengar suara Buster ribut menggonggong. Keempat anak itu gelisah mendengarnya. Fatty sudah pergi ke desa. Jadi tidak ada yang bisa mengambil keputusan cepat. Pip, Daisy dan Bets memandang Larry. "Apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Bets "Kudengar langkah orang datang kemari!" "Sembunyi!" kata Larry. "Cepat, sembunyi ke balik semak-semak." Anak-anak bergegas memencar. Bets bersembunyi di balik semak yang tidak begitu rimbun. Hatinya berdebar-debar, takut ketahuan. Ketakutannya semakin bertambah, ketika ia lihat orang yang tiba-tiba muncul dan balik rumah sambil menuntun sepeda! Orang itu mengenakan pakaian seragam biru tua. Bets mengenal baik pakaian seragam itu. Itu pakaian seragam polisi desa! Anak-anak memang sedang sial saat itu. Kebetulan sekali Pak Goon lewat di situ pada pagi itu. Padahal jarang sekali ia bersepeda melalui yang menuju ke Milton House. Tapi pagi itu ia s pergi ke suatu pertanian yang letaknya agak untuk berbicara dengan petani di situ tentang sapi yang sering berkeliaran ke tempat lain. Kebetulan jalan ladang yang biasa dilalui hari itu tergenang air. Jadi Pak Goon terpaksa mengambil jalan mengitar. Dan karena itulah ia lewat di depan rumah kosong itu. Ketika ia bersepeda lewat di situ, pikirannya sedang melayang ke rumah. Ia membayangkan makan siang yang sedap nanti. Ia sama sekali tak melihat Buster, yang masih duduk dengan sabar di pullover yang digeletakkan Fatty di tanah dekat gerbang. Tapi Buster bukan cuma melihat dan mendengar ia datang. Anjing itu juga mengendus baunya. Dan Buster tidak menyukai bau Pak Goon. Pak Goon musuhnya. Pak Goon memang memusuhi setiap anjing kecil, Tapi anjing yang besar-besar, selalu diajaknya berteman. Karena ketika melihai Pak Goon yang gendut itu lewat dengan sepedanya, Buster tidak bisa menahan diri. Ia menggonggong keras-keras. Polisi desa kaget, ketika tiba-tiba digonggongi dari pinggir jalan. Ia menoleh, mencari-cari dari mana asal gonggongan itu datang. Ia kaget sekali ke melihat Buster menggonggong sambil duduk atas tumpukan pakaian. "Nah!" seru Pak Goon sambil turun dari sepeda dengan segera. "Kau kan anjing milik anak gendut itu? Dan kalau kau ada di sini, anak itu pasti ada sini pula! Pasti sedang berbuat iseng lagi!" Pak Goon masuk ke pekarangan Milton House Buster menggonggong semakin nyaring. Tapi tidak mau meninggalkan pullover Buster. ditugaskan menjaga pakaian itu. Kalau perlu, akan mempertaruhkan nyawa untuk mempertahankannya! Pak Goon senang ketika ternyata bahwa Bus tidak langsung menyambar pergelangan kaki seperti biasa dilakukannya Tapi di pihak lain ingin tahu, apa yang diduduki anjing itu membungkuk lalu menyentakkan pullover itu. Buster marah sekali, Nyaris saja salah satu tangan Pak Goon berhasil disambarnya. Untung polisi desa itu cepat-cepat menarik tangannya kembali. "Anjing jahat! Kau ini sepantasnya dibinasakan saja," kata Pak Goon dengan galak. "Kau kepingin dihajar rupanya, ya?" Buster mengata-ngatai Pak Goon. Tentu saja dalam bahasa anjing, jadi kedengarannya berupa gonggongan ribut. Polisi desa itu berjalan melewatinya. Sepedanya dituntun sebagai pemisah antara dirinya dengan anjing itu. Pak Goon merasa yakin, sebentar lagi Fatty pasti akan dilihatnya. Rumah besar itu dikitarinya. Ia sampai dalam kebun luas yang terdapat di belakang. Tapi ia tidak tidak lihat siapa-siapa di situ. Walau demikian, dilihatnya banyak sekali bekas tapak sepatu di tanah yang berlumpur. Pak Goon menyandarkan sepedanya ke tembok rumah, lalu mulai mengamat-amati jejak kaki itu dengan seksama. Tiba-tiba dilihatnya ujung atas topi baret yang dipakai Bets. Topi berwarna merah itu nampak sembul dari balik semak tempatnya bersembunyi. Pak Goon menegakkan diri, lalu berseru memanggil-manggil. "He - aku melihatmu! Ayo keluar dari balik semak itu!" Bets muncul dari balik semak. Tubuhnya gemetar. Pak Goon memandangnya dengan galak, dari ujung kepala sampai ke sepatu. "Ah - ini dia, salah satu anak keluarga Hilton lagi," katanya. "Kalian rupanya tidak bisa kalau tidak iseng. ya? Mana yang lain-lainnya? Mana anak gendut itu - dan apakah anak Prancis itu juga ada bersama kalian? Aku ingin bicara sebentar dengan dia!" Sementara itu anak-anak yang lain muncul setelah Bets menampakkan diri. Mereka tidak mau membiarkan Bets seorang diri diomeli si Ayo Pergi. Polisi desa itu tercengang. ketika den tiba-tiba muncul begitu banyak anak dari balik semak-semak. "Kalian sedang berbuat apa? Main sembunyi-sembunyian ya, di pekarangan rumah orang lain tukasnya. "Kurasa mentang-mentang kalian berteman dengan Inspektur Jenks, lantas mengira bisa berbuat seenak hati saja Tapi jangan salah sangka! Aku yang berwenang di desa sini. Kalau kalian berbuat iseng. akan langsung kulapor pada orang tua kalian!" "Aduh, Pak Goon - rupanya tidak boleh main sembunyi-sembunyian di pekarangan rumah kosong," kata Larry berlagak tolol. "Maaf kalau begitu. Kami benar-benar tidak tahu, karena tidak ada yang mengatakan pada kami." Pak Goon memperdengarkan dengusan yang terkenal. "Kurasa pasti kalian sedang berbuat iseng lagi," katanya curiga "Kenapa kalian kemari? Ayo bilang! Kalau ada sesuatu, lambat laun aku akan tahu juga." Larry tahu, si Ayo Pergi curiga bahwa mereka ada di situ sehubungan dengan salah kejadian misterius yang baru. Anak itu kesal sekali. Kenapa polisi desa itu harus secara kebetulan datang tepat ke tempat di mana misteri terdapat? Larry mengambil keputusan cepat Sebaiknya mereka segera pergi dari tempat supaya Pak Goon menyangka bahwa mereka sungguh-sungguh cuma main sembunyi-sembunyian saja di situ. "Yuk kita main sembunyi-sembunyian di tempat lain saja," kata Larry mengajak anak-anak. "Ya, pergilah dari sinii!" kata Pak Goon dengan sikap gagah. Menurut perasaannya, sekali itu ia menang. Anak-anak yang suka campur tangan itu berhasil diusirnya. "Ayo pergi!" 10 FATTY MENYELIDIK Anak-anak berjalan menuju ke gerbang pekarangan Mereka berdiri di situ, memperhatikan Pak Goon naik ke sepedanya lalu pergi. Setelah itu mereka pun pergi, menyusul Fatty. Buster tidak mau ikut. ketika diajak. Ia tidak bisa meninggalkan pullover milik Fatty, selama tuannya itu belum memerintahkannya. "Aku ingin tahu bagaimana usaha Fatty," kata Pip. "Kurasa ia takkan berhasil meminjam kunci itu!" Sementara anak-anak mengalami keributan dengan Pak Goon, Fatty pergi ke desa. Di situ ada dua agen perantara jual beli rumah dan tanah. Ia mendatangi kantor agen yang paling besar. Di dilihatnya seseorang yang sudah agak tua, duduk di belakang meja. Orang itu mendongak dengan sikap tidak sabar ketika Fatty masuk. "Ya - mau apa?" tanya orang itu. "Anda punya rumah yang tenang, yang letak cukup jauh dan jalan?" tanya Fatty. Gayanya saat itu seperti orang yang sudah dewasa. "Bibi saya yang menanyakan. Ia mencari rumah yang besar yang ada kebunnya. Kalau bisa. di pinggir desa." "Bilang saja pada bibimu supaya menulis surat padaku. Kalau tidak, menelepon," kata laki-laki yang sudah agak tua itu. Ia melirik Fatty dengan sikap curiga. Kepalanya agak ditundukkan, dan ia menatap anak itu dan sisi atas kaca matanya yang besar. "Atau berikan saja alamatnya - nanti aku yang menulis surat padanya." "Wah! Itu sama sekali tidak sesuai dengan maksud kedatangan Fatty. "Tapi Bibi minta padaku agar mengumpulkan beberapa keterangan hari ini." kata Fatty. "Anu - rumah seperti yang bernama Milton House itu, cocok dengan seleranya." "Bibimu mencari rumah yang harganya berapa?" tanya agen itu. Ia masih terus memandang Fatty dengan sikap curiga. Orang itu tidak suka pada anak-anak. Fatty tidak tahu apa yang harus dijawabnya, pengetahuan umumnya cukup luas. tapi tidak masuk persoalan harga rumah. Fatty ragu-ragu sejenak. "Yah, begitulah - sekitar lima ratus pound," katanya dengan nekat. Menurut perasaannya, uang sebanyak itu pasti cukup untuk membeli rumah seperti Milton House. Tapi ternyata agen itu malah tertawa mengejek. "Sana - pergi!" katanya. "Kau hendak mempermainkan aku rupanya. Lima ratus pound - Hah! Untuk membeli rumah kecil saja sudah tidak mencukupi! Bilang pada bibimu, lebih baik uang itu dipakainya untuk membeli rumah-rumahan untuk boneka. Coba berikan alamat bibimu itu padaku!" Kalau cuma itu saja, soal sepele bagi Fatty. dengan segera ia menyebutkan suatu alamat yang kedengarannya mentereng. Agen perantara menuliskannya, walau dengan sikap agak ragu "Eh - coba katakan pula nomor teleponnya. katanya, dengan harapan akan bisa menjebak Fatty. "Boleh saja, Pak," kata Fatty. "Nol nol nol!" Agen perantara tercengang. Tapi sebelum sempat mengatakan sesuatu. Fatty sudah cepat-cepat minta diri lalu keluar. "Huh," kata Fatty pada dirinya sendiri. sambil lari menjauh. "Curiga sekali orang itu! Yah - aku tak berhasil mengorek keterangan apa-apa dari dia, tentang Milton House. Sekarang kudatangi agen yang satu lagi. Tapi sekali ini bibiku terpaksa mengeluarkan lima ribu Pound!" Dengan segera dimasukinya kantor agen perantara yang satu lagi. Dilihatnya seorang anak laki-laki duduk di belakang meja Fatty merasa tega, karena kelihatannya anak itu tidak jauh lebih tua dari dirinya. Anak itu pucat mukanya, serta berjerawat. Dalam keadaan biasa, Fatty pasti akan menyapanya dengan sebutan. "Halo, Jerawat!" Tapi menurut perasaannya, cara sapaan begitu tidak cocok untuk kali ini. "Selamat pagi," kata Fatty. Ia berbicara dengan suara diberat-beratkan. Ia berlagak seperti orang dewasa. "Pagi," jawab si Jerawat. "Ada perlu apa?" "Yah - sebetulnya yang perlu bukan aku, tapi Bibi Alicia." kata Fatty. "Beliau ingin mengadakan transaksi pembelian sebidang tanah dengan sebuah rumah yang letaknya di daerah tenang, dengan harga - eh, sekitar lima ribu pound!" "Aduh, aduh - aksinya." kata si Jerawat "Bibimu itu siapa?" "Istri pamanku," jawab Fatty sambil nyengir. Ia mengeluarkan permen sekantong, lalu menawarkannya pada anak laki-laki yang duduk di depannya. Si Jerawat nyengir. sambil mengambil sebuah. "Kami tidak biasa berhadapan dengan orang yang begitu masuk, langsung mengatakan hendak membeli rumah senilai lima ribu pound di daerah sekitar sini," kata si Jerawat. Ia masih tetap nyengir. "Tapi jika bibimu itu ingin memilih, cukup banyak rumah kosong yang bisa kami tawarkan." Ia menyebutkan nama beberapa rumah. Di Inggris, gedung-gedung yang tergolong mahal biasa diberi nama. "Ada yang terletak di Chestnut Lane?" tanya Fatty sambil mengulum permen. Chestnut Lane itu nama jalan di mana Milton House terletak. "Ya, ada Sebuah rumah bernama Fairways," kata anak yang menghadapinya. sambil meneliti daftar pada sebuah buku besar. "Bagaimana dengan Milton House'" tanya Fatty "Itu kan juga kosong." "Betul - tapi tidak ditawarkan untuk dijual," jawab si Jerawat. "Lho! Kenapa tidak?" tanya Fatty heran. "Karena sudah dibeli orang. Goblok," tukas si jerawat. "Selama empat tahun rumah itu ditawarkan, dan akhirnya dibeli orang setahun yang lalu." "O, begitu," kata Fatty. Padahal ia bertambah bingung, "Lalu kenapa pembelinya tidak pindah ke situ?' "Aku juga tidak tahu, kenapa," kata si Jerawat, sambil mengunyah permennya. "He, dari mana kau peroleh permen ini? Enak sekali rasanya!" "Kubeli di London beberapa hari yang lalu," jawab Fatty. "Nih - mau lagi? Kau tahu, kapan pemiliknya yang baru akan pindah ke situ?" "Entah," kata si Jerawat. "Sebuah rumah apabila sudah berhasil kami jual, tidak menarik perhatian Tuan Richards lagi. Ia majikanku di sini. Wah, rupanya bibimu itu jatuh cinta pada rumah tua yang terpencil letaknya itu, ya? Payah'" "Yah - mungkin saja rumah itu yang diinginkannya," kata Fatty. "Aku ingin tahu mungkin saja pembelinya kemudian merasa tidak cocok dengan rumah itu - dan karenanya mau menjualnya lagi pada Bibi Alicia. Kau tahu nama dan alamatnya?" "Bukan main - rupanya kau ingin sekali bibimu membeli rumah itu." kata si Jerawat. "Tunggu sebentar Mungkin aku bisa menemukan nama pembeli itu. Kurasa tertulis dalam buku ini." Fatty menunggu, sementara si Jerawat membalik-balik halaman buku yang dipegang dengan jari-jari tangannya yang dekil. Fatty ingin sekali mengetahui nama dan alamat orang membeli Milton House. Menurut perasaannya ia harus berhasil mencapai sesuatu. Ia tidak ingin Pasukan Mau Tahu menganggap dirinya ternyata tidak begitu cerdik. "Ya, ini dia," kata si Jerawat setelah beber saat. "Nama orang itu Crump. Miss Crump Hillways, Little Minton. Itu tidak begitu jauh sini. Yah, ternyata wanita yang bernama Crump itu yang membeli. Tapi kenapa ia tidak tinggal di situ, aku juga tidak tahu. Harga yang dibayarnya, tiga ribu pound." 0h." kata Fatty. "Yah, terima kasih banyak! Kalau begitu kukatakan saja pada bibiku, agar menghubungi wanita yang bernama Miss Crump itu. Mungkin ia mau menjual Milton House pada bibi Alicia, apabila ia sendiri tidak ingin tinggal di situ." "Boleh coba," kata si Jerawat, sementara Fatty berranjak hendak pergi, "Kirim salam pada Bibi Alicia! Tolong bilang padanya, aku takkan menolak apabila dibagi sedikit uangnya yang lima ribu pound itu." Fatty pergi sambil berpikir-pikir. Ia agak bingung. Miss Crump. Namanya sama sekali tidak menimbulkan kesan misterius. Fatty merasa bisa membayangkan seperti apa orang itu. Seorang wanita tua bertubuh kecil dan rapi, dengan sanggul kecil di belakang kepala serta gaun berkerah tinggi tepi bawah menyapu tanah. Dan mungkin memelihara satu atau dua ekor kucing. Fatty mengambil jalan yang menuju ke Milton House. Tapi di tengah jalan ia sudah bertemu dengan para anggota Pasukan Mau Tahu yang memang menyongsongnya. Tampang mereka tampak lesu. "Itu Fatty datang!" seru Bets. "Bagaimana hasil penyelidikanmu. Fatty? Fatty, kami tadi ketahuan oleh si Ayo Pergi, lalu kami diusir!" "Astaga!" kata Fatty kaget. "Sial! Padahal kita tidak ingin sampai dia ikut campur tangan dalam misteri kita kali ini. Jika ia sampai menyangka kita sedang menyelidiki sesuatu, pasti rumah itu akan diamat-amati olehnya. Dan kita juga! Kalau terjadi begitu, payah! Siapa yang begitu tolol tadi, sampai bisa ketahuan oleh si Ayo Pergi?" "Sebetulnya Buster yang membuka rahasia," kata Larry. "Idemu tadi, menyuruh dia menjaga dekat gerbang, ternyata tidak menguntungkan bagi kita, Fatty! Soalnya Buster lantas ribut menggonggong. ketika si Ayo Pergi kebetul lewat naik sepeda. Tentu saja polisi desa langsung menoleh ke arahnya. Dan ia kan tahu Buster anjingmu. Jadi ia lantas masuk, untuk memeriksa apa yang sedang kaukerjakan di situ. Tapi yang dijumpainya kami, bukan kau!" "Sialan!" kata Fatty. "Sama sekali tak terpikir olehku tadi, Buster akan menimbulkan kecurigaan Ayo Pergi apabila ia kebetulan cuma lewat. Maksudku tadi sebetulnya, Buster hanya memperingatkan kalian kalau ada bahaya. mana dia sekarang?" "Masih duduk di atas pullovermu Kalau tidak kaujemput sekarang, sampai besok pagi pun ia pasti masih akan menjaganya terus," kata Larry "Saat ini cuma satu saja yang dipikirkannya, yaitu menjaga pullovermu itu." "Kalau begitu kujemput saja dia sebentar," kata Fatty. "Kalian duluan saja pelan-pelan - nanti kususul." Fatty lari menuju Milton House Buster langsung menggonggong dengan gembira, begitu melihat tuannya datang. "Anjing pintar," kata Fatty sambil menepuk-nepuk Buster. "Kau tidak perlu menjaga pulloverku lagi sekarang." Setelah mengenakan baju hangat itu, lantas masuk ke pekarangan rumah. Ia sempat memeriksa tempat itu dengan seksama seperti teman-temannya tadi. Siapa tahu mungkin ia bisa menemukan sesuatu yang tidak nampak oleh mereka tadi. Karenanya ia lantas berjalan mengelilingi rumah, sambil memandang ke dalam setiap jendela yang ada di situ. Fatty kaget setengah mati, ketika tiba-tiba terdengar suara yang galak dari seberang kebun. "He! Apa lagi yang kaulakukan di sini? Bukankah kalian baru saja sudah kuusir?" Astaga - si Ayo Pergi datang lagi." kata Fatty dalam hati. Ia jengkel, karena tertangkap basah di situ. "Sialan!" Ayo Pergi bersepeda menghampirinya. "Ayo bilang, apa yang kaulakukan di sini," tanya galak. Fatty memandang berkeliling, seperti sedang mencari-cari sesuatu. "Tadi aku pergi sebentar, sementara teman-temanku menunggu si sini." katanya. "Tahu-tahu mereka sudah tidak ada!" "Lalu kau mengintip dari jendela-jendela ke dalam rumah, untuk melihat barangkali saja mereka menyelinap ke dalam lewat salah satu celah." tukas Ayo Pergi. "Aduh, Anda memang cerdas sekali, Pak Goon,"kata Fatty. "Pendapat Anda selalu hebat! Anda tahu di mana kawan-kawanku sekarang?" "Mungkin sudah kutahan semua, karena bermain-main di pekarangan milik orang lain," Pak Goon menakut-nakuti. "Kaukatakan padaku apa yang menarik minat kalian di sini - nanti akan kukatakan di mana teman-temanmu itu sekarang." "Betul, Pak Goon?" kata Fatty. Ia beringsut-ingsut. berusaha menjauhkan diri. "Anda akan membebaskan mereka lagi dari penjara, jika aku mau bercerita? Anda sudah memberi tahu orang tua mereka, bahwa anak-anak itu Anda tangkap. Lalu, apa kata mereka?" "Kau jangan berani kurang ajar terhadapku," bentak Ayo Pergi, "Sekarang katakan, apa yang menyebabkan kau berkeliaran terus di sini? Rumah ini kosong dan anak-anak tidak diperbolehkan masuk kemar!" Fatty beringsut-ingsut terus. berusaha menjauhi. Dan Pak Goon beringsut-ingsut pula menyusulnya. Muka polisi desa itu makin lama semakin merah, karena marah. Dari kelima anggota Pasukan Mau Tahu, Fatty yang paling tidak disenanginya. Untung bagi Fatty, saat itu Buster ada di dekatnya. Anjing itu menggeram-geram karena menganggap sudah waktunya beraksi. Ia menghampiri Pak Goon, lalu mengendus-endus pergelangan kaki orang itu. Pak Goon mengayunkan kaki, menendang Buster. "Jangan ditendang, Pak Goon - nanti Anda digigit," kata Fatty. Ia marah ketika mendengar Buster mendengking kesakitan karena kena tendang. "Jika Buster menyerang Anda karenanya aku takkan menyuruhnya mundur kalau begitu. Sudah sepantasnya Anda diserang." Tapi Pak Goon malah menendang Buster sekali lagi. Anjing itu marah. Diserangnya Pak Goon sambil menggeram-geram terus. Begitu melihat dua deret gigi yang runcing-runcing Pak Goon bergegas naik ke sadel sepedanya lalu mengayuh kendaraannya itu cepat-cepat menjauh. Buster mengejar sambil menggonggong-gonggong. "Jangan sangka urusan ini sudah selesai!" seru polisi desa itu pada Fatty, ketika ia membelok ke jalan. "Tunggu saja, aku pasti akan menelusurinya terus, sampai ke dasar-dasarnya!" "Selamat jalan - dan kalau sudah sampai di dasar, kirim kartu pos padaku." balas Fatty. "Sini Buster!" 11 KABAR DARI MISS CRUMP Kawan-kawannya kecewa, ketika mendengar bahwa Fatty tidak berhasil memperoleh kunci rumah Milton House Tapi mereka tidak heran karena dari semula sudah menyangka begitu. "Aneh - untuk apa Miss Crump itu membeli rumah, kalau tidak didiami kemudian," kata Larry "Untuk apa cuma satu kamar di tingkat paling yang diperlengkapi dengan perabotan, dan tidak bercerita pada siapa-siapa mengenainya? Masa soal kayak begitu dirahasiakan! Untuk apa?" "Tapi kita tidak bisa menanyakan padanya, apa sebabnya ia memperlengkapi satu kamar di tingkat paling atas," kata Daisy. "Ia pasti akan marah sekali, karena kita memanjat pohon dan mengintip ke dalam." "Tentu saja kita tidak bisa bertanya secara langsung," kata Fatty. "Tapi kita bisa mendatangi dia - dengan salah satu alasan yang perlu kita pikirkan nanti - lalu mengorek keterangan dari dia." "Apa yang bisa kita katakan padanya sebagai alasan mendatanginya di tengah musim dingin begini?" tanya Daisy. "Ah - nanti pasti ada saja akal," kata Fatty. "Detektif yang cekatan, selalu bisa menemukan jalan agar bisa bicara dengan orang-orang." "Alamatnya di mana?" tanya Pip. Fatty menyebutkan alamat Miss Crump. "Ah - kalau cuma di sana, kita kan bisa pergi bersepeda," kata Larry. "Kuusulkan agar kita mendatanginya. Aku kepingin melanjutkan penyelidikan kita, sebisa-bisa kita." "Ya, tapi apa alasan kita untuk mendatanginya?" tanya Daisy lagi. Ia merasa tidak enak dengan begitu saja mengganggu ketenangan seorang wanita tua, apabila tidak disertai alasan yang sudah dipikirkan baik-baik. "Ah - kau ini rewel sekali, Daisy!" kata Fatty, yang saat itu sama sekali belum memikirkan alasan apa pun. "Serahkan saja urusan itu padaku! Pokoknya kita ke sana dan melihat-lihat keadaan dulu. Setelah itu akan kita tentukan, bagaimana sebaiknya mengajak Miss Crumpet berbicara." "Miss Crump, maksudmu," kata Bets sambil tertawa terkikik. "Namanya kan Crump, bukan Crumpet." "Kita tidak bisa semuanya datang ke sana," kata Daisy. "Nanti Miss Crump langsung curiga apabila tahu-tahu muncul lima orang anak, yang ingin bicara dengan dia tentang Milton House." "Aku tadi sudah mendatangi dua agen rumah, sedang Pip yang menemukan misteri ini." Kata Fatty bermurah hati. "Jadi sekarang giliranmu, atau Larry, atau Bets, untuk berbuat sesuatu." Sebetulnya Fatty sendiri ingin ke sana. Tapi pemimpin yang baik selalu memberi kesempatan pada orang lain-dan Fatty pemimpin yang baik "Aduh," kata Daisy yang tidak begitu senang apabila ia sendiri yang harus berangkat. "Baiklah- tapi menurut pendapatku, kau lebih bisa melakukannya daripada yang lainnya. Fatty." "Ya. memang benar," kata Fatty, tanpa merasa perlu merendahkan diri. "Soalnya selama semester yang lalu aku sudah melatih diri untuk melakukan tugas begini. Pokoknya. pasti gampang bagiku!" Mereka kemudian memutuskan untuk naik sepeda mengunjungi Miss Crump siang itu juga. Jarak yang harus ditempuh tidak begitu jauh, jadi Buster bisa ikut. Ia akan dibawa dalam keranjang yang terpasang di sepeda Fatty. "Tapi jangan meloncat lagi dari keranjang, ya," kata Fatty pada anjingnya itu. "Dulu kau pernah melakukannya, karena melihat kelinci, atau entah apa waktu itu. Nyaris saja terjadi kecelakaan karena perbuatanmu itu." Buster menggonggong. Ia memamerkan tampang bersalah. "Anjing manis," kata anak-anak dengan segera sambil menepuk-nepuk Buster. Mereka selalu merasa tidak enak, apabila anjing itu kelihatan sedih. Sehabis makan siang, anak-anak langsung mengambil sepeda masing-masing, lalu berangkat menuju tempat berkumpul di tikungan jalan rumah Pip. Setelah semua berkumpul, mereka lantas berangkat sambil membunyikan lonceng sepeda beramai-ramai Buster duduk dengan sikap tegak dalam keranjang sepeda Fatty. Lidahnya terjulur keasyikan. Dalam waktu tak sampai dua puluh menit mereka sudah tiba di Little Minton. lalu mulai mencari-cari rumah yang bernama Hillways. Seorang anak menunjukkan tempat itu. Hillways ternyata sebuah rumah yang sudah tua. Indah kelihatannya, dengan cerobong asap yang menjulang tinggi serta jendela bersekat-sekat dengan bingkai timah tipis. Kebun rumah itu i rawat rapi. "Ah, sekarang aku mengerti kenapa Miss Cumpet lebih senang tinggal di sini, daripada di rumah tua yang jelek dan sunyi itu," kata Fatty sambil turun dari sepedanya "Sekarang - bagaimana rencana kita?" Ternyata belum ada yang mempunyai rencana. tiba-tiba terasa sulit sekali menemukan cara agar bisa berbicara dengan Miss Crump mengenai Milton House. Fatty mengangkat Buster dari keranjang tempatnya duduk selama itu. Dengan segera anjing itu lari masuk ke dalam kebun. Ia merasa lega bisa bergerak dengan leluasa, setelah harus duduk diam terus dalam keranjang. Tapi tiba-tiba nampak seekor anjing besar lari mendekat, langsung menerjang Buster. Buster kaget, lalu berpaling sambil menggeram. Anjing besar itu juga menggeram. Bulu tengkuknya tegak. . "Mereka akan berkelahi!" jerit Bets. "Cepat, Fatty - ambil Buster!" Tapi sebelum Fatty sempat bertindak, kedua anjing itu sudah berkelahi. Bets menangis ketakutan. Anak-anak yang lain ribut memanggil-manggil Buster. "Buster! Buster! Sini, Buster! Ayo, ke sini!" Tapi Buster tidak mau disuruh mundur, kalau udah mulai berkelahi. Anjing itu paling senang berkelahi sedang kesempatan untuk itu jarang datang. Ia tidak peduli bahwa anjing lawannya lebih besar dari dirinya. Yang penting, gigitannya tidak kalah kuatnya! Saat itu pintu depan rumah terbuka. Seorang wanita setengah umur muncul dengan wajah cemas. Tubuhnya gemuk Parasnya nampak ramah. Ia berlarian menghampiri "Aduh, Aduh! Apakah Thomas tadi menyerang anjing kalian?" katanya. "Thomas - berhenti!" Tapi anjing besar yang ternyata bernama Thomas itu juga tidak mau mendengar perintah saat itu. Seperti Buster juga, ia sedang menikmati perkelahian yang asyik itu. Bets menangis tersedu-sedu Ia takut, jangan-jangan Buster nanti mati digigit. Wanita gemuk itu cemas mendengar Bets menangis. "Tunggu sebentar, Nak - aku tahu bagaimana menyuruh mereka berhenti berkelahi," katanya pada Bets. "Janganlah menangis lagi!" Wanita itu bergegas masuk ke rumah, lalu datang lagi sambil membawa air dingin seember besar. Disiramkannya air itu ke tubuh kedua ekor anjing yang sedang berkelahi. Keduanya langsung meloncat karena kaget, ketika tubuh mereka dengan tiba-tiba saja diguyur air dingin. Dengan segera wanita gemuk itu memegang Thomas, sedang Fatty menyambar Buster. "Kau anjing nakal, Thomas!" kata wanita tua itu marah-marah pada anjingnya. "Sebagai hukuman. sepantasnya kau dikurung sehari penuh dalam kandangmu!" Setelah itu ia menoleh ke arah anak-anak "Tunggu sebentar, sementara dia ini kukurung dalam kandangnya," katanya. "Nanti aku kembali." Wanita itu berjalan ke balik rumah. sambil menyeret Thomas yang kelihatannya jengkel dan kecewa. "Itukah Miss Crump?" bisik Larry, Fatty mengangguk. "Kurasa itulah dia. Aduh - coba lihat Buster. Kakinya berdarah. Rupanya kena gigit tadi," kata Fatty. Bets menangis. karena kaget dan sedih. Ia tidak tahan melihat Buster berdarah. Cuma Buster sendiri yang nampaknya tidak mempedulikan lukanya itu. Ia menjilat-jilat kakinya, sementara ekornya mengibas kian kemari. Seolah-olah hendak mengatakan 'Hebat perkelahian tadi! Sayang berhentinya terlalu cepat'. "Bukan salahmu, Buster," kata Daisy. "Anjing besar yang jahat itu menyerang lebih dulu." Kemudian wanita tua tadi muncul lagi. Kelihatannya ia merasa menyesal karena terjadi perkelahian antara kedua anjing itu. Bets masih menangis. Wanita tua itu merangkulnya "Sudahlah - jangan menangis terus, Nak," bujuknya "Thomas, anjing jahat itu tidak menggigit anjingmu yang kecil itu sampai luka parah. Thomas memang gemar sekali berkelahi. Ia milik abangku. Kalau ada kucing atau anjing menginjakkan kaki ke dalam kebun ini ia langsung marah dan menerjang." "Kasihan B-Buster d-dia berdarah." tangis Bets, yang tidak tahan melihat darah mengalir. "Kita bawa saja dia masuk ke dalam," kata wanita itu yang menurut perkiraan Fatty pasti Miss Crump "Kita bersihkan dulu lukanya dan setelah itu kita balut. Nah bagaimana?" "Ya baiklah," kata Bets. Ia mengeringkan air matanya. Menurut perasaannya Buster pasti nampak pantas apabila kakinya dibalut. Kalau begitu ikut saja sekarang," kata wanita 'Tinggalkan saja sepeda kalian dekat pintu pagar. Ya, di situ. Namaku Miss Crump. Aku tinggal di sini bersama abangku." Daisy mewakili anak-anak. menyebutkan nama mereka satu per satu Tak lama kemudian mereka sudah berada dalam ruang duduk yang lapang Miss Crump mencuci kaki Buster yang luka, lalu membalutnya dengan cermat. Buster senang kali karena banyak mendapat perhatian. "Kalau tidak salah, juru masak kami tadi membuat roti manis," kata Miss Crump, sambil memandang anak-anak dengan wajah berseri-seri. Ia sudah selesai membalut luka Buster. "Kalian tentunya mau makan roti manis, kan?" Tentu saa tidak ada yang menolak tawaran itu. Menurut perasaan mereka, Miss Crump ramah orangnya. Ketika wanita itu pergi ke dapur untuk mengambil roti manis, Fatty cepat-cepat menyenggol Daisy. "Sebaiknya kau saja yang mulai mengajukan pertanyaan,' katanya "Ini kesempatan baik bagi kita." Daisy sudah bingung saja. tidak tahu bagaimana caranya membuka pertanyaan. Tapi kemudian ternyata persoalan itu mudah sekali. Miss Crump kembali dengan piring berisi roti manis. yang langsung dibagi-bagikannya pada anak-anak. "Kalian ini naik sepeda dari mana? Jauh perjalanan kalian tadi?" tanyanya. "Ah tidak - kami datang dari Peterswood," jawab Daisy. "Kami tinggal di desa itu." "O ya?" kata Miss Crump, sambil menyodorkan roti manis sepotong pada Buster. Anjing itu kaget karena tidak mengira akan ditawari. Tapi dengan cepat roti manis itu dimakannya. "Aku sendiri hampir saja tinggal di sana, sekitar setahun ya lalu. Kalian tahu tidak Milton House?" "Ya, kami mengenal tempat itu." kata anak-anak serempak. Miss Crump tercengang, karena tidak menyangka rumah itu begitu terkenal. "Rumah itu kubeli setahun yang lalu," katanya kemudian. "Waktu itu abangku berniat tinggal daerah sini, dan kelihatannya ia merasa cocok dengan Milton House." "O," kata Daisy, setelah disikut oleh Fatty untuk menyuruhnya meneruskan pembicaraan. "Jadi lalu kenapa Anda tidak jadi tinggal di sana. Maksudku - anu, kelihatannya Anda sekarang tinggal di sini " Ucapannya itu bukan siasat yang terlalu cerdik untuk memancing keterangan Tapi Miss Crump kelihatannya tidak sadar bahwa ia sedang dikorek keterangannya. "Yah, setelah rumah itu kubeli, tahu-tahu kemudian terjadi suatu hal yang aneh," katanya melanjutkan cerita. Anak-anak langsung menajamkan pendengarannya. Nah - ini dia, sebentar lagi mungkin mereka akan mendengarkan keterangan yang menarik. Bahkan Buster pun ikut-ikutan menajamkan telinga. "Kejadian aneh? Apakah yang terjadi?" tanya Bets. Ada seorang laki-laki datang, lalu meminta-minta padaku agar mau menjual rumah itu padanya," kata Miss Crump. "Katanya ia ingin membeli rumah itu, karena dulunya milik ibunya yang tercinta, dan ia sendiri dibesarkan di situ. Lalu ia ingin tinggal lagi di situ, bersama anak-anak dan istrinya. Karena pembayaan yang ditawarkannya jauh lebih tinggi dari harga pembelianku sebelumnya, sebanyak - eh, nanti dulu -" "Tiga ribu pound," sela Pip, Jumlah itu didengarnya dari cerita Fatty. Detik berikutnya Pip mengernyitkan muka, karena rusuknya disikut dari kiri dan kanan oleh Fatty dan Larry. Sementara itu Miss Crump memandangnya sambil melongo. He - dari mana kau mengetahuinya?" kata wanita itu. "Luar biasa. Memang itulah jumlah uang yang kubayarkan, untuk membeli rumah itu. Tapi dari mana kalian mengetahuinya?" Muka Pip merah padam. Ia tidak tahu, bagaimana harus menjawab pertanyaan itu. Untung Fatty datang membantu, seperti biasanya. "Pip ini memang paling jago kalau disuruh menebak!" katanya dengan tampang serius. "Rupanya itu sudah bakat sedari lahir. Ya, kan?" tambahnya sambil berpaling dan memandang anak-anak yang lain dengan mata melotot hendak memaksa mereka mengiakan keterangannya itu. Dan mereka mengiakan. "O ya - Pip memang paling hebat dalam sekali menebak," kata mereka serempak. Untung saja Miss Crump kelihatannya puas mendengar jawaban yang begitu. "Aku sendiri tidak mengerti kenapa menceritakan segala hal ini pada kalian," katanya "Tentunya kalian bosan mendengarnya - tapi kalian tadi menyebut Peterswood aku langsung teringat pada Milton House. Tentu saja sekarang aku senang bahwa kami tidak jadi pindah ke sana. Soalnya segera setelah itu aku menemukan rumah ini, yang jauh lebih menyenangkan untuk didiami." "Ya, memang!" sambut Fatty. "Rumah bagus sekali! Bayangkan, laki-laki itu ingin tinggal di Milton House hanya karena ia dibesarkan tempat itu, Miss Crump! Siapa kata Anda nama tadi?" "Eh - aku kan sama sekali tidak menyebut namanya?" kata Miss Crump heran. "Tapi mungkin kalian kenal padanya. Kurasa tentunya ia tinggal di sana sekarang, dan mungkin kalian kenal dengan anak-anaknya." Anak-anak tidak mengatakan bahwa rumah itu kini berada dalam keadaan kosong. Mereka tidak mengatakan. di Milton House sama sekali tidak ada anak-anak. Mereka tidak mau mengatakan apa-apa, yang bisa merusak penyelidikan mereka. Wah - kelihatannya misteri itu menjadi semakin misterius sekarang! "Nanti dulu, bukankah nama orang itu Popps?" kata Fatty. la asal menyebutkan nama yang paling dulu diingat olehnya, dengan maksud mendorong agar Miss Crump teringat lagi pada nama pembeli Milton House. "Bukan - bukan Popps." kata Miss Crump. "Nanti dulu - kalau tidak salah, aku menyimpan sepucuk surat dari dia di salah satu tempat. Aku biasa menyimpan surat-surat bisnis selama dua tahun, dan setelah itu barulah kumusnahkan. Ah - ini dia suratnya Aduh, mana kaca mataku sekarang?" Ternyata wanita tua itu tidak bisa membaca dengan jelas, apabila tidak memakai kaca mata. Ia berdiri dekat meja tulisnya. sambil memandang berkeliling mencari kaca matanya, Surat tadi masih selalu dipegangnya. Saat itu Pip menunjukkan bahwa ia sebenarnya berotak cerdas pula. Ia melihat kaca mata yang ari terletak di atas meja, di dekat tempatnya duduk. Dengan cepat diambilnya kaca mata yang tersimpan dalam kotaknya lalu diselipkannya ke kursi tempat duduk. Kemudian ia berdiri, dan menghampiri Miss Crump. "Bolehkah saya membantu?" katanya menawarkan diri. "Saya bacakan saja namanya untuk Anda." "Tapi kaca mataku di mana?" tanya Miss Crump bigung. "Aku harus menemukannya dulu." Tentu saja ia tidak berhasil menemukan, karena telah disembunyikan Pip. Akhirnya ia menyerahkan surat itu pada Pip, supaya dibacakan. "John Henry Smith," kata Pip sambil membaca. Tapi sementara itu matanya sempat melihat alamat yang tertulis di sisi atas surat Ya- membuktikan bahwa ia pun bisa bertindak cerdas karena sebelumnya ia jengkel sekali sebab terlanjur menyebutkan jumlah tiga ribu pound "Ya, betul," kata Miss Crump. "Nama itu begitu biasa. sehingga aku lupa lagi. Nah - kalian kenal dengan anak-anak keluarga Smith itu?" "Wah - tidak," kata Daisy. "Selama ini kami belum pernah berjumpa dengan mereka. Wah kurasa kita harus kembali sekarang, supaya jangan sampai kemalaman di jalan. Terima kasih, Miss Crump, atas kebaikan hati Anda terhadap kami dan Buster." Anak-anak minta diri. Miss Crump mengatakan agar kapan-kapan mereka mampir lagi. Anak-anak berangkat. Tapi pada tikungan berikut mereka turun lagi dari sepeda masing-masing. Mereka hendak berunding sebentar. 12 GILIRAN LARRY BERAKSI "Wah - ternyata kita berhasil mengetahui sesuatu yang baru!" kata Fatty. "Kau tadi sempat melihat alamat John Henry Smith itu. Pip?" "Tentu saja," jawab Pip dengan bangga "Tidakkah kau tahu, itu sebabnya aku tadi menawarkan diri untuk membaca nama pembeli itu?" "Aku melihatmu menyelipkan kotak kaca mata Miss Crump ke sisi kursimu," kata Daisy. "Betul - tapi kemudian kukembalikan lagi ke tempat semula, sebelum kita pergi dari sana." kata Pip. "Alamat itu Causeway nomor 6, Limmering Sedang nomor teleponnya, Limmering 021." "Bagus, Pip." kata Fatty memuji. "Kau memang -membuat kesalahan besar ketika terlanjur menyebutkan jumlah tiga ribu pound tadi. tapi setelah itu kau pintar sekali! Aku sendiri pun sukar bisa berbuat lebih baik lagi." "Memang, tak mungkin," kata Bets. Ia merasa bangga terhadap abangnya. "Tapi urusan ini aneh, ya? Apabila Tuan Smith itu ingin sekali memiliki Milton House karena ibunya dulu pernah tinggal di situ dan karena ia sendiri dibesarkan di situ, lalu kenapa cuma satu kamar saja yang diperlengkapi dengan perabotan?" "Kamar itu berterali jendelanya," kata Fatty sambil berpikir. "Mungkin itu kamar anak-anak ketika Tuan Smith masih kecil! Dan mungkin itu sebabnya kenapa cuma kamar itu saja yang diberi perabotan - rupanya ia senang mengenangkan masa lalu. Cuma menurut perasaanku, penjelasan itu tidak begitu enak. Tapi walau bagaimana detektif harus memikirkan segala penjelasan yang mungkin." Teman-temannya sependapat. Penjelasan itu sukar diterima. "Sebaiknya kita selidiki saja, apakah dulu pernah ada wanita bernama Smith tinggal di situ," kata Larry setelah berpikir sesaat. "Dan apakah salah seorang anaknya bernama John. Lalu apakah kamar yang berterali itu dulunya kamar anak-anak." "Ya! Itu bisa kita lakukan," kata Fatty. "Dan bisa pula kita selidiki. Apakah John Henry masih ada Limmering." "Tapi Limmering kan jauh sekali dari desa kita!" kata Larry. "Kita pasti takkan diijinkan pergi sana." "Tapi kita kan mengetahui nomor telepon orang itu. Kita menelepon ke sana Tolol," tukas Fatty. Setelah itu anak-anak bergegas pulang naik sepeda karena hari mulai gelap. "Sekarang giliran siapa untuk melakukan penyelidikan selanjutnya?" tanya Daisy. "Aku sudah! Kurasa sekarang giliran Larry, atau Bets." "Bagaimana" cara kita menyelidiki siapa yang dulu tinggal di Milton House?" tanya Larry. "Takkan ada orang yang mengetahuinya!" "Pakai otakmu. Tolol." tukas Fatty. "Banyak cara untuk mengetahui hal itu! Aku bisa saja mengatakannya-tapi kau harus berusaha sendiri. Detektif yang baik, takkan bisa bingung hanya karena menghadapi persoalan sepele kayak begitu. Huh - kalau aku, dalam sepuluh menit saja akan sudah kuketahui." "Ah, kau memang selalu hebat," tukas Larry dengan kesal. "Aku memang begitu, mau apa," kata Faity. "Bahkan ketika aku masih bayi pun, aku sudah bisa - " "Tutup mulut!" kata Pip dan Larry serempak. Mereka tidak ingin mendengar kisah mengenai kehebatan Fatty sewaktu masih bayi. Fatty agak tersinggung kelihatannya. "Nah," katanya kemudian, ketika anak-anak berpisah di tikungan jalan menuju ke rumah Pip, "kalau begitu, sampai besok! Larry, kauusahakan agar mendapat keterangan yang kita perlukan. Kalau sudah dapat, laporkan pada kami!" Gaya Fatty persis seperti detektif sejati. Bets menarik napas puas. "Ah -" katanya, "senang sekali rasanya bisa sibuk menyelidiki misteri yang misterius, ya?" "Tapi hasil yang kita capai belum banyak," kata Fatty. Dipandangnya Bets sambil tersenyum. "Dan apabila Buster tadi tidak berkelahi dengan anjing besar itu, kurasa belum tentu bisa banyak yang kita korek dari Miss Crump." "Buster yang malang," kata Bets sambil memandang anjing kecil itu, yang duduk dengan sabar dalam keranjang sepeda tuannya "Kakimu masih sakit, hm?" Sebetulnya kaki anjing itu sudah tidak lagi terasa sakit. Tapi Buster langsung menyodorkan kakinya yang dibalut. sambil memandang dengan sedih paling senang kalau diperhatikan! "Ah, cuma aksinya saja, pura-pura masih sakit," kata Fatty sambil menepuk-nepuk kepala anjingnya "Kau memang pintar berpura-pura kan Buster? Padahal kau tadi senang bisa berkelahi kan? Kurasa kau tadi juga sempat menggigit dua sampai tiga kali! Sekarang karena kakimu dibalut begitu, pasti dalam beberapa hari ini kau ingin dimanjakan terus!" "Biarlah - aku mau memanjakannya," kata Bets sambil mencium kepala anjing itu. "Aku tadi ketakutan sekali ketika melihat dia berkelahi dengan anjing yang lebih besar itu." "Kasihan," kata Fatty pada Bets. "Tapi karena geraman Buster dan tangisanmu, akhirnya kita berhasil masuk ke rumah Miss Crump kemudian memperoleh segala keterangan yang kita perlukan! Ya - bahkan lebih banyak d harapan kita semula! Setelah itu mereka berpisah. Mereka datang tepat pada waktunya di rumah masing-masing untuk minum teh dan makan sore. Sementara itu hari semakin gelap. Dalam petang musim dingin di bulan Desember itu, anak-anak merasa senang membayangkan akan bisa menghangatkan tubuh di depan pediangan, sambil minum teh pan panas. Di rumah, Larry dan Daisy sibuk berunding. Mereka mencari akal, bagaimana caranya melakukan penyelidikan tentang John Henry Smith serta tentang ibunya. Dengan segera sudah cukup banyak gagasan terkumpul. "Kita bisa mendatangi rumah sebelah, lalu menanyakan apakah di situ tinggal seorang wanita bernama Nyonya Smith." kata Daisy "Pasti orang yang tinggal di situ akan mengatakan `Tidak. Nyonya Smith dulu pernah tinggal di Milton House' - atau jawaban semacam begitu." "Atau kita mendatangi pemilik toko serba ada di desa," kata Larry. "Semua orang di sini langganannya, jadi kurasa ia pasti masih ingat pada Nyonya Smith. Pak tua itu kan seumur hidupnya tinggal di sini." "Atau bisa pula kita tanyakan pada Ibu," kata Daisy. "Wah, jangan!" kata Larry. "Nanti Ibu curiga, apa sebabnya kita dengan tiba-tiba ingin tahu mengenainya." "Kita juga bisa bertanya ke kantor pos" kata Daisy lagi. "Orang-orang di sana mengenal setiap orang, karena tukang pos kerjanya kan mengantar surat." "Ya, betul - kita tanyakan saja pada tukang pos," kata Larry dengan gembira. "Ya, tentu saja! Tukang pos kita sudah sedari dulu berdinas di sini. Pasti ia tahu, siapa yang dulu tinggal di Milton House." "Ya, itu gagasan baik." kata Daisy. "Tapi bagaimana caranya? Kan tidak bisa langsung saja bertanya tentang hal itu. Maksudku kan aneh apabila kita langsung mengatakan, `Apakah pernah ada seorang John Henry Smith yang tinggal di Milton House bersama ibunya?' Kedengarannya kan konyol?" "Memang," kata Larry. "Tapi malam ini pasti aku akan menemukan cara yang baik. Besok pukul sebelas pagi, apabila ia datang mengantar surat, aku akan mengajaknya bicara." Keesokan harinya Larry dan Daisy bermain ayun-ayunan di pintu pagar depan rumah mereka. Keduanya menunggu kedatangan tukang pos. Saat itu hampir pukul sebelas. Petugas itu muncul seperti biasanya, keluar-masuk rumah untuk mengantarkan surat. Ketika ia sudah dekat. Larry menyapanya. "Halo, Sini! Ada surat untukku?" "Tidak, Larry? Kenapa kau bertanya? Apakah hari ini kau berulang tahun?" tanya Sims, tukang pos itu. "Bukan begitu," kata Larry mengetak. "Aduh, banyaknya surat yang harus kauantarkan ke alamat masing-masing! Semuanya harus kau serahkan saat ini juga? Kalau kau kembali lagi k kantor pos nanti, kantong suratmu harus sudah kosong sama sekali?" "Tentu saja - kecuali kalau ada surat yang salah alamat." kata Sims. "Jika ada surat yang tidak bisa kusampaikan pada penerimanya, surat itu harus kubawa kembali. Tapi kebanyakan orang di sini kuketahui alamatnya!" "Tapi kau tentunya tidak bisa ingat lagi nama semua orang yang pernah tinggal di Peterswood sejak kau menjadi tukang pos!" kata Larrry memancing. Ternyata ia juga pintar bersiasat. "Hahl Siapa bilang," kata Sini, sambil menyandar ke pintu pagar. "Justru itu yang bisa kulakukan! Istriku selalu mengatakan, aku ini belum pernah melupakan satu nama pun. Aku bisa mengatakan, siapa yang dulu tinggal di rumah kalian ini, sebelum kalian pindah ke sini. Ya, ia seorang wanita. Namanya Nyonya Hampden! Dulu aku selalu takut kemari, karena wanita itu memelihara dua ekor anjing yang galak. Lalu sebelum dia, yang tinggal di sini Captain Lacy. Ia seorang laki-laki yang sudah tua. Ia selalu ramah terhadapku. Dan sebelum itu -" Larry merasa sudah cukup mendengar nama orang-orang yang pernah tinggal di rumahnya sendiri. Karenanya ia memotong cerita Sims. "Ingatanmu ternyata memang hebat, Sims. Sungguh! Nah - sekarang aku ingin mengujimu. Siapa saja yang pernah tinggal di Milton House?" "Di Milton House? Ala, itu kan gampang," kata Sims dengan wajah berseri-seri, "Di rumah itu dulu pernah tinggal tiga wanita yang bersaudara. Nama mereka Duncan. Aku masih ingat sekali pada mereka." "Duncan?" kata Larry heran. "Kau tidak keliru? Kusangka di rumah itu dulu tinggal keluarga Smith." "Tidak. Tak pernah ada orang bernama Smith tinggal di sana," kata Sims sambil mengernyitka kening. "Aku bahkan masih ingat, ketika rumah itu bangun oleh Kolonel Duncan untuk ditinggalinya sendiri bersama ketiga anak perempuannya. Siapa lagi nama mereka masing-masing? Nanti dulu - ah ya betul, Miss Lucy. Mss Hannah dan Miss Sarah. Mereka baik-baik! Tapi tidak pernah menikah." Lamakah mereka tinggal di sana?" tanya Larry. "O ya - mereka selalu tinggal di sana, sampai enam tahun yang lalu," kata Sims. "Mula-mula Kolonel Duncan meninggal dunia. lalu ketika dua dari ketiga wanita itu menyusul, saudara mereka yang masih tinggal kemudian pindah dan tinggal bersama seorang kawannya, karena ia merasa kesepian di rumah tua itu." Saat itu Larry teringat pada jendela kamar yang berterali. "Apakah di Milton House pernah ada kamar yang khusus untuk anak-anak?" tanyanya. "Pernahkah ada anak-anak tinggal di sana?" "Tidak pernah. Ketika pindah ke situ, ketiga anak Kolonel Duncan sudah sekitar dua puluhan umurnya." kata Sims. "Di rumah itu belum pernah ada anak-anak kecil." "Setelah keluarga Duncan, siapa lagi yang kemudian tinggal di situ?" tanya Daisy. Menurut perkiraannya. mungkin setelah itu keluarga Smith tinggal di situ. "Rumah itu kemudian dibeli seorang wanita yang bernama Nyonya Kennedy, dan dijadikannya semacam penginapan." kata Sims. Tap usaha itu gagal. Cuma dua tahun saja bisa bertahan. Sejak itu Milton House kosong terus. Aku pernah mendengar kabar bahwa kemudian ada yang membeli - tapi orang itu tidak pernah pindah situ. Sudah sejak lama aku tidak pernah lagi mengantarkan surat ke sana." "Dan belum pernah ada orang bernama Smith tinggal di sana?" kata Daisy. Ia merasa bingung "Kelihatannya kalian ini terus-terusan memikirkan Smith," kata Sims. Ia beranjak, hendak pergi lagi. "Mungkin yang kalian maksudkan itu laki-laki tua yang bernama Jendral Smith. Kalau dia tinggalnya di Clinton House!" "Ya, betul!" kata Larry. "Yah, Sims - harus kuakui. ingatanmu memang benar-benar hebat. Ceritakan saja pada istrimu, kami berusaha menjebakmu tapi ternyata tidak berhasil!" Sims nyengir senang, lalu meneruskan tugasnya ke atas bukit. Larry dan Daisy saling berpandang-pandangan. "Nah - apa katamu sekarang!" kata Larry "Ternyata Tuan John Henry Smith berbohong setengah mati, supaya bisa membeli Milton House! Tapi siapa dia sebenarnya - dan apa maksudnya dengan siasat itu?" 13 SIAPAKAH JOHN HENRY SMITH? Anak-anak sangat tercengang. ketika Larry pergi ke rumah Pip dan menceritakan hasil penyelidikannya pada Pasukan Mau Tahu. "Siasatmu bagus, menanyai Sims," kata Fatty. "Ide yang bagus sekali. Cocok apabila dilakukan oleh detektif ulung, kayak Sherlock Holmes." Kata-kata pujian Fatty itu sangat menyenangkan. Tapi Larry anak yang jujur. Ia berterus terang, sebenarnya gagasan itu didapatnya dari Daisy. "Tapi pokoknya, kemudian dilaksanakan. dengan baik," kata Fatty. "Sekarang persoalannya menjadi bertambah aneh! Ketika pertama kali kudengar nama John Henry Smith, aku sudah merasa nama itu terlalu biasa saja - maksudku orang biasa memakai nama yang begitu, jika sedang menyembunyikan sesuatu hal." "Bayangkan. semua ceritanya mengenai ibunya yang pernah tinggal di situ, ternyata cuma karangannya saja." kata Bets. "Aku ingin tahu, apa sebabnya ia begitu menginginkan rumah itu. Mungkinkah dia yang memakai kamar tersembunyi itu?" "Entah." kata Fatty. "Ternyata kita kini menghadapi suatu misteri yang aneh. Kita harus menyelidiki, siapa John Henry Smith itu sebenarnya." Anak-anak menatapnya. Bets merasa tubuhnya merinding. Baginya, John Henry Smith itu rasanya seseorang yang aneh dan menyeramkan. Ia tidak kepingin berjumpa dengan dia. "Tapi - tapi kita kan tidak bisa pergi ke Limmering," katanya dengan suara lirih. "Memang tidak. Sudah kukatakan, kita bisa menelepon." jawab Fatty. "Bagaimana nomor teleponnya, Pip? Limmering 021?" "Ya, betul," kata Pip. "Kau saja yang menelepon. Fatty. Ini soal penting. Jadi sebaiknya kau yang bicara dengan John Henry Smith itu." "Baiklah," kata Fatty. Ia berlagak seperti orang penting "Aku akan ke telepon umum, dan menelepon dari situ. Jika aku menelepon dari sini dan ibumu kebetulan mendengar ada kemungkinan ia lantas ingin tahu macam-macam, Pip." "Ya, memang," kata Pip. "Kau pergi saja ke telepon umum. Buster biar di sini, karena kakinya masih sakit." "Guk," gonggong Buster dengan sikap sedih. Anjing itu konyol sekali. karena setiap kali ia minta disayang, ia selalu berjalan terpincang-pincang. Dan anak-anak langsung merasa kasihan padanya. Padahal kakinya yang luka sudah bisa dibilang sembuh, dan sebenarnya tidak perlu lagi dibalut. Tapi Buster ingin menikmati keadaan itu selama mungkin. Tapi walau begitu, ia ikut juga dengan Fatty. Ia tidak mau ditinggal, apabila tuannya itu pergi ke tempat lain. Karena itu sambil berjalan pincang, ia membuntuti Fatty yang pergi ke telepon umum. Fatty merasa bergairah saat itu. John Henry Smith itu kunci persoalan yang misterius itu - dan sebentar lagi Fatty akan berbicara dengan dia! Setelah ada sambungan, didengarnya suara seseorang berbicara pada alat pendengar. "Halo?" "O - halo!" kata Fatty. "Apakah di situ tempai tinggal Tuan John Henry Smith?" Sesaat ia tidak mendengar apa-apa Kemudian suara orang yang tadi berbicara lagi padanya. "Kau ingin bicara dengan sambungan nomor berapa?" tanya orang itu. Fatty menyebutkan nomor telepon yang ingin dihubunginya. "Siapa mengatakan padamu, Tuan Smith bis dihubungi pada nomor ini?" kata orang itu. "Dan kau siapa?" Fatty cepat-cepat mengarang nama - asal saja! "Di sini Donald Bebek," katanya. Sesaat teman bicaranya terdiam. Rupanya karena tercengang mendengar nama aneh itu. "Siapa - katamu tadi?" tanya orang itu kemudian. "Bisakah Anda mengatakan, apakah Tuan Smith masih tinggal di Limmering atau sudah pindah ke Peterswood?" tanya Fatty Ia memutuskan, lebih baik nekat saja bertanya. Padahal itu tahu. John Henry Smith tidak pindah ke Peterswood. Walau demikian. biar saja orang itu kaget. Kesunyian berikutnya agak lama. sehingga Fatty buru-buru berkata, "Halo! Halo!" Tapi ia tidak mendengar jawaban lagi. Ternyata teman bicaranya sudah memutuskan hubungan. Sambil berpikir-pikir, Fatty mengembalikan gagang telepon ke tempatnya. Penyelidikannya sekali itu. ternyata tidak banyak membawa hasil. Ia bahkan tidak tahu. Apakah orang yang berbicara dengannya tadi John Henry Smith atau bukan. Usahanya tidak bisa dibilang memuaskan. Fatty sebetulnya tidak tahu keterangan apa yang akan diperolehnya dari pembicaraan telepon tadi. Tapi setidak-tidaknya, harus ada suatu yang lebih nyata daripada sekarang. Ia keluar dari bilik telepon umum - dan langsung berdiri di depan Pak Goon Ternyata polisi desa itu sedari tadi sudah mengamat-amatinya dari balik kaca! Pantas Buster menggeram-geram terus. Pak Goon sangat curiga. Siapakah yang ditelepon anak itu? Bukankah di rumahnya sendiri ada pesawat telepon? Tapi mungkin ia tidak mau orang tuanya mendengar apa yang hendak dikatakan olehnya. Karena itulah ia menelepon dari telepon umum. Jadi Fatty tentunya sedang bicara tentang misteri, yang menurut perasaan Pak Goon pasti sedang diutak-utik oleh anak-anak. "Kau menelepon pada siapa?" tanya polisi desa itu. "Kurasa itu kan bukan urusan Anda?" jawab Fatty dengan gaya sopan. yang selalu menimbulkan kejengkelan Pak Goon. "Kau pernah datang lagi ke Milton House?" tukas Pak Goon. Ia berkeyakinan, rumah itu pasti ia sangkut-pautnya dengan misteri yang diketahuinya itu. "Milton House? Di mana itu?" tanya Fatty pura-pura tidak tahu. Air muka Pak Goon berubah menjadi ungu "Jangan kurang ajar. Ya!" tukasnya. "Kau tahu betul di mana letak Milton House'" "O - maksud Anda rumah tua di mana kami waktu itu main sembunyi-sembunyian," kata Fatty. Ia berbuat seolah-olah baru saat itu teringat kembali "Kenapa Anda tidak datang dan ikut bermain dengan kami kapan-kapan. Pak Goon?" Sementara itu Buster menggeram-geram lagi Pak Goon cepat-cepat beringsut menjauh. Itulah yang paling tidak enak kalau bicara dengan Fatty. Buster selalu ada di dekatnya. Dan Buster selalu bisa menghentikan pembicaraan dengan cepat. Buster menyambar pergelangan kaki Pak Goon. Polisi desa itu langsung membalas dengan tendangan. "Jangan lukai kakinya yang satu lagi!" sergah Fatty Pak Goon mengira kaki Buster yang dibalut itu luka karena tendangannya waktu itu. "Kalau begitu suruh dia pergi," katanya, "Dan kau juga, pergi dan sini! Kalian ini kerjanya cuma luntang-lantung saja, iseng mencampuri urusan orang lain!" Setelah itu ia pergi. Fatty nyengir. Ayo Pergi yang malang. Ia selalu kalah, kalau menghadapi Fatty yang jago bicara itu. Fatty melenggang dengan santai, kembali rumah Pip. Anak-anak tertarik mendengar hasil pembicaraannya lewat telepon. Mereka geli ketika tahu bahwa Ayo Pergi timbul lagi kecurigaannya. "Tapi, Fatty - aku tidak begitu yakin apakah perlu mengatakan sesuatu mengenai Peterswood sewaktu menelepon tadi." kata Larry, setelah berpikir-pikir sebentar. "Jangan-jangan dia lantas berjaga-jaga karenanya. Maksudku, apabila Tuan Smith melakukan sesuatu yang kurang beres Milton House, pasti ia kaget sekali ketika mendengar bahwa rupa-rupanya ada orang yang mengetahui tentang dirinya di Peterswood - di mana rumahnya terdapat'" "Sialan! Benar juga katamu," kata Fatty. Terbayang kembali olehnya, betapa cepat orang yang dihubungi di telepon tadi memutuskan hubungan ketika Fatty menyebutkan Peterswood. Milton House letaknya di pinggir desa itu. Ya - ada kemungkinan ia telah menyebabkan Tuan John Henry Smith menjadi waspada sekarang! "Yah - jika ternyata begitu, ada kemungkinan ia akan cepat-cepat datang ke Peterswood, untuk memeriksa apakah kamar rahasianya itu masih utuh," kata Fatty. "Jadi mungkin perbuatanku itu ada gunanya juga. Mulai sekarang kita akan mengadakan pengamatan ketat terhadap Milton House. Jika Tuan Smith ternyata benar-benar datang kita akan bisa mengetahui kayak apa orang itu." "Tapi kita kan tidak bisa menjaga pada malam hari," kata Larrya agak sangsi. "Aku bisa saja." kata Fatty. "Ibuku takkan pernah tahu apakah aku ada di tempat tidur atau tidak." "Aduh. Fatty! Jangan berani-berani pergi ke Milton House pada tengah malam," kata Bets ketakutan. "Kan seram! Mana gelap gulita, dan dingin lagi!" "Kalau gelap sih tidak," kata Fatty. "Saat sekarang ini bulan sudah hampir purnama. Dan aku takkan kedinginan. Aku sempat melihat sebuah pondok bobrok dalam kebun di sana. Aku pasti nyaman di dalamnya, dengan beberapa lembar selimut tebal." Teman-temannya memandang dia dengan kagum Mereka tak seorang pun yang ingin pergi sendiri malam-malam ke Milton Mouse. "Aku sama sekali tidak mengenal takut," kata Fatty. Ia senang, karena dikagumi teman-temannya. "Dulu, ketika umurku baru dua tahun aku pernah-" "Tutup mulut!" kata Larry dan Pip. "Kau itu selalu merusak suasana dengan ocehanmu ya meninggi begitu." "Buster akan kaubawa serta?" tanya Bets. "Entah, aku belum tahu," jawab Fatty. "Kalau ia ikut memang enak karena ada teman. Tapi jangan-jangan ia menggonggong nanti, kalau ada yang datang." "He - ada salju," kata Daisy tiba-tiba. Betullah - salju turun tanpa bunyi, bergumpal-gumpal seperti kapas Anak-anak memandang luar jendela. "Ini berarti aku harus berhati-hati sekali, jangan sampai ketahuan karena jejak kakiku," kata Fatty "Aku harus berusaha masuk ke sana lewat pagar kebun. Tapi pokoknya. aku akan bisa tahu apakah ada orang datang ke rumah itu karena jejak kakinya pasti akan kelihatan!" "Bagaimana jika kita ke Milton House sebentar sekarang?" usul Pip. "Untuk melihat, barangkali saja ada salah satu perubahan yang terjadi sana'" "Jangan - besok saja kita ke sana," kata Fatty "Kurasa kecil sekali kemungkinannya Tuan John Henry Smith itu akan bergegas-gegas datang hari ini juga! Kurasa baru besok ia datang, dan saat itu mungkin kita akan bisa melihatnya. Sekarang kita bermain saja!" "Kurasa tabir yang menutupi misteri kita, sekarang sudah mulai terangkat sedikit," kata Fatty kemudian. ketika anak-anak bubar. "Aku takkan heran apabila sebentar lagi terjadi berbagai hal!" 14 KE MILTON HOUSE LAGI Keesokan paginya anak-anak berangkat ke Milton House. Salju tebal terhampar di tanah. Tapak kaki anak-anak yang berjalan nampak jelas. Sewaktu berangkat untuk berkumpul, Pip dan Bets harus lewat di depan rumah Pak Goon. Polisi desa itu melihat mereka. Dalam hati ia bertanya-tanya, jangan-jangan anak-anak sudah mulai lagi berbuat sesuatu yang perlu diketahuinya. Ia merasa pasti anak-anak sedang melacak jejak suatu kejadian misterius. Dan Pak Goon merasa tidak enak membayangkan dirinya kembali dikalahkan segerombolan anak-anak. Karenanya ia memutuskan untuk mengikuti dari belakang. Ia tidak bisa naik sepeda di tengah salju yang begitu tebal. Karena itu ia terpaksa berjalan kaki. Ia bergerak menyelinap, sambil memperhatikan anak-anak yang berjalan di depannya Tapi ketika Pip dan Bets sudah berkumpul dengan ketiga teman mereka, Buster yang menyertai Fatty langsung tahu bahwa kedua anak itu diikuti orang dari belakang. Anjing itu berhenti berjalan. Ia menoleh ke belakang, sambil menggeram-geram. Anak-anak berpaling dengan cepat. Mereka sempat melihat pakaian seragam biru sekelebatan, yang cepat-cepat menyelinap masuk ke pekarangan orang. "Si Ayo Pergi membuntuti kita," kata Fatty. Ia merasa kesal "Menjengkelkan sekali orang itu! Kalau ia membuntuti terus, kita takkan bisa pergi ke Milton House. Sekarang bagaimana?" "Rumahku tidak jauh lagi." kata Larry. "Bagaimana jika aku masuk sebentar lalu menulis surat yang membuat dia beranggapan bahwa kita memang sedang melacak suatu misteri - tapi itu kan yang benar-benar kita selidiki saat ini? Jadi misteri karangan kita sendiri!" Anak-anak tertawa cekikikan. "Ya - lalu kita jatuhkan di jalan. supaya nanti di pungut olehnya." kata Fatty. "Pasti surat itu akan dibaca olehnya - sehingga terperdaya lalu mengikuti jejak palsu! Mungkin dengan begitu, kita akan terbebas dari rongrongannya." Larry bergegas pulang. lalu cepat-cepat menulis urat dengan pensil. "Fatty, Aku cuma ingin mengatakan, saat ini aku sudah menemukan jejak perampokan yang mencuri permata itu. Jumpai aku di Felling Hill. Nanti aku tunjukkan di mana permata itu disembunyikan, sebelum diambil lagi oleh perampok itu. Larry" Sambil nyengir, Larry memasukkan surat itu ke alam sampul. Setelah itu ia menyusul teman-temannya yang sementara itu berjalan terus. Mudah-mudahan saja Pak Goon masih membuntuti mereka. Fatty tertawa, ketika mendengar apa yang ditulis Larry tadi. "Bagus!" katanya. "Kini si Ayo Pergi pasti akan mengira kita sedang melacak jejak pencuri permata. Tentunya ia akan bergegas-gegas pergi ke Felling Hill, lalu mencari-cari permata itu sana. Kita akan bebas dari gangguannya untuk sementara waktu!" "Itu dia - bersembunyi di balik pohon," kata Bets. "Tapi jangan semuanya langsung menoleh Larry - kau dan Fatty nanti pura-pura main dorong-dorongan, kemudian jatuhkan suratmu itu. Biar Pak Goon menyangka jatuh tanpa disengaja!" "Betul, Bets," kata Fatty. "Pelan-pelan, kau bertambah pintar sebagai detektif." Anak-anak berjalan lagi. Ketika mereka merasa sudah diamat-amati lagi dengan seksama oleh Pak Goon, mereka lantas pura-pura bercanda. Larry dan Fatty saling dorong-mendorong. Saat itu Larry menjatuhkan surat dari kantongnya. Setelah itu anak-anak meneruskan langkah. Tapi tahu-tahu Buster lari kembali menghampiri surat yang tergeletak di atas salju dan mengendus-endusinya! "Buster! Ke sini, goblok! Biarkan surat itu situ," desis Fatty pada anjingnya. Buster kaget. Tapi ia menurut. Dibiarkannya surat Larry tergeletak di tanah. Ia menyusul anak-anak, sambil berjalan terpincang-pincang. Ia merasa tersinggung, karena Fatty memarahinya. "Bisakah kita mengamat-amati apakah surat itu benar-benar dipungut Ayo Pergi?" tanya Larry bergairah. "Mudah-mudahan saja ia mengambilnya." "Aku masuk saja ke toko kue-kue itu dan mengamat-amat dari situ. sementara kalian berjalan terus," kata Fatty. Anak-anak lantas meneruskan langkah, sementara Fatty masuk ke toko lalu mengintip dan situ. Nyaris saja ia bersorak dengan gembira. ketika dilihatnya Pak Goon membungkuk lalu memungut surat yang tergeletak di salju. "Pasti nanti akan dibacanya - karena ia selalu ingin tahu," pikir Fatty dengan senang. Pak Goon mengantongi surat itu. Ia memang bermaksud hendak membacanya. Sesaat ia bimbang. Apakah lebih baik terus membuntuti anak-anak. atau pulang ke rumah untuk membaca surat itu dulu? Mungkin isinya sesuatu yang ingin diketahui olehnya! Akhirnya ia memutuskan untuk pulang sebentar Sesampai di rumah, dibacanya surat Larry. Pak Goon mendengus. "Hah! Sudah kuduga, mereka sudah iseng lagi! Kini mereka melacak jejak pencuri! Pasti Perampokan Sparling yang sedang mereka utak-atik sekarang! Bukan main - siapa menyangka perampok itu ternyata lari ke arah sini? Di sini tertulis, Felling Hill. Nah - kapan-kapan aku akan ke situ, dan aku bukan Theophilus Goon apabila tidak berhasil menemukan apa-apa di situ'" Pak Goon merasa senang. "Anak-anak itu menyangka diri mereka cerdik - tapi rahasia mereka terbongkar karena surat begini tercecer di tengah jalan," pikir polisi desa itu. "Sekarang aku tahu, apa yang sedang mereka cari. Aku tahu sekarang, mereka kembali campur tangan dalam sesuatu perkara. Anak-anak itu tidak bisa tidak iseng rupanya!" Ia duduk untuk berpikir sebentar. "Nanti dulu, sebaiknya kupikirkan dulu," katanya dalam hati. "Anak yang bernama Larry ini menulis di sini, si perampok menyembunyikan barang hasil perampokannya di Felling Hill. dan kemudian akan diambil lagi. Kalau sudah diambil lagi. lalu dibawa ke mana? Apa sebabnya anak-anak itu nampak begitu tertarik pada Milton House? Ah - sekarang aku mengerti! Rupanya perampok menyembunyikan barang hasil perampokannya dalam rumah itu!" Ternyata rencana Larry meleset. Pak Goon menarik kesimpulan lain dari yang diharapkannya. Sedang Pak Goon bergembira sekali. Menurut perasaannya, sekarang segala-galanya sudah jelas. Entah dengan cara bagaimana, tapi rupanya anak-anak mencium adanya misteri perampokan Sparling. Lalu mereka berhasil melacak jejak perampokan itu, serta mengetahui tempat ia mula-mula menyembunyikan barang hasil perampokannya, yang kemudian dipindahkan olehnya. Kini anak-anak itu kembali berhasil melacak tempat penyembunyiannya yang baru Dan mungkin kunci misteri itu terdapat di Milton House! "Ah, kalau begitu sebaiknya kuamat-amati terus rumah itu," pikir Pak Goon. "Kalau di situ ada permata yang disembunyikan, akulah yang akan menemukan-dan bukan anak gendut itu. Kuakui, anak itu cerdas - tapi aku lebih pintar lagi. Hah! Akan kubalas dia karena mengatakan bahwa otakku berkarat, perlu diberi minyaki." Sementara itu anak-anak berjalan terus menuju Milton House sambil berjaga-jaga kalau Pak Goon masih tetap membuntuti. Mereka tidak tahu bahwa polisi desa itu sudah menarik kesimpulan yang sama sekali tidak mereka inginkan. "Kurasa ia tidak ada lagi di belakang kita," kata Fatty setelah beberapa saat. "Mungkin sekarang sudah bergegas-gegas pergi ke Felling Hill!" Akhirnya mereka sampai di Milton House. Saat itu juga Fatty berteriak pelan. "Coba lihat itu!" katanya kaget. "Ada jejak kaki menuju ke pintu depan'" Anak-anak menatap jejak di salju itu. Nampak bekas tapak sepatu berukuran sangat besar langsung menuju dari gerbang pekarangan pintu depan rumah. Dan dari situ kembali lagi jalan, menyilang jejak pertama! "Ada orang kemari," kata Fatty gelisah. "Ya, kurasa kau menyebabkan John Henry Smith merasa curiga, lalu ia kemari malam-malam," kata Larry. "Bagaimana ia ke sini?" tanya Pip. "Pasti naik mobil," kata Daisy. "Aku melihat jejak ban mobil di luar tadi, tapi tidak begitu kuperhatikan. Lihat saja sendiri!" Anak-anak keluar lagi untuk melihat. Ternyata kata Daisy benar. Nampak bahwa malam sebelumnya ada mobil lewat di Chestnut Pan, lalu berhenti di depan Milton House. Mobil itu diputar di situ lalu kembali ke arah semula karena pada sisi seberang jalan nampak jejak ban mobil yang sama. "Sekarang misteri mulai terungkap." kata Pip. "Kini kita tahu bahwa orang yang ditelepon oleh Fatty ternyata tahu tentang Milton House. Orang itu merasa cemas ketika mendengar ada orang bicara mengenainya, lalu datang ke sini untuk memeriksa. Siapakah orang itu? John Henry Smith? Dan siapa dia. John Henry Smith? Aku ingin sekali tahu!" "Yuk, kita panjat pohon itu - untuk melihat. barangkali ada yang berubah dalam kamar tersembunyi," ajak Larry. Anak-anak memanjat pohon itu, lalu silih berganti menjenguk ke dalam kamar. Di situ mereka melihat beberapa hal yang menarik perhatian! "Rupanya ada yang menaruh ceret di atas tungku listrik," kata Daisy. "Dan di atas rak di seberangnya kini ada beberapa kaleng makanan," kata Pip. "Di ambang jendela ada beberapa buku - yang waktu itu belum ada," kata Larry. "Buku-buku berbahasa asing. yang tidak kumengerti." "Dan debu sudah dibersihkan," kata Bets. Kamar kelihatan bersih sekarang. Di atas bangku ada dua helai selimut tebal. Apa arti kesemuanya ini?" "Artinya, kamar ini sengaja disiapkan untuk seorang tamu." kata Fatty. "Ya - pasti itulah sebabnya kenapa kamar ini dirapikan. Tapi siapa tamu itu? Kurasa, sudah pasti bukan Tuan John Henry Smith. Ada seseorang yang kadang-kadang memakai kamar ini, apabila ia ingin menyembunyikan diri. Ini benar-benar aneh!" "Ingin rasanya bisa masuk ke dalam, untuk memeriksa seluruh rumah ini," kata Pip. "Tapi sama sekali tak ada jalan masuk untuk kita." "Nanti dulu," kata Fatty sambil berpikir-pikir "Mungkin ada satu jalan! Aku baru saja teringat pada kemungkinan itu. Yaitu apabila di sebelah luar rumah ini ada lubang batu bara." "Apa maksudmu?" tanya teman-temannya. Mereka tidak mengerti "Ikut sajalah," kata Fatty. Kelima anak itu turun dari pohon. Fatty mendului berjalan, mengitari rumah dan menuju ke pintu dapur. Sementara itu salju sudah turun lagi. "Salju ini akan menutupi jejak kaki kita," kata Fatty senang. "Tadi aku sudah khawatir saja karenanya. Ah, itu dia yang ingin kutemukan sini!" Fatty menuding ke suatu tempat di tanah yang sudah dibebaskan dari salju dengan kakinya Anak-anak melihat sebuah tutup dari besi berbentuk bundar. Celah sebelah tepi tutup menghitam karena debu batu bara. "Lubang untuk memasukkan batu bara ke kolong" kata Fatty menjelaskan. "Dan kalian tentunya juga tahu, dari kolong tempa menyimpan batu bara selalu ada tangga yang menuju ke dapur. Dan kalau kita bisa memasuki lubang ini, nanti bisa menyelinap masuk rumah!" "Hebat, Fatty!" kata teman-temannya kagum "Tapi apakah kita akan turun dengan pakaian begini?" kata Pip kemudian. "Pasti kotor nanti dan aku tahu pasti, ibuku akan langsung mengajukan pertanyaan bertubi-tubi kenapa pakaianku begitu kotor!" "Ya - kita tidak bisa masuk dalam keadaan begini," kata Fatty. "Biar aku saja sendiri - nanti malam!" Anak-anak menatapnya dengan kagum. Bayangkan, pergi seorang diri malam-malam ke Milton House yang misterius itu, lalu menyusup masuk ke dalam lubang batu bara! Menurut mereka semua, itu perbuatan yang sangat berani! "Aku akan menyamar ke sana - untuk berjaga-jaga kata Fatty lagi. "Berjaga-jaga untuk apa?" tanya Bets. "Pokoknya berjaga-jaga saja," kata Fatty. "Jangan sampai ada yang mengenalku." "O, maksudmu Pak Goon." kata Bets. Padahal bukan itu maksud Fatty. Ia hendak menyamarkan diri, karena ia kepingin melakukannya. Apa gunanya membeli alat-alat menyamar, apabila kemudian tidak dipakai? Fatty merasa senang dan puas. Seperti sudah dikatakannya sehari sebelumnya, urusan misterius itu jelas mulai tersingkap sekarang. Pasti tak lama lagi Pasukan Mau Tahu akan sudah berhasil membongkarnya. Lalu melaporkan segala-galanya pada Inspektur Jenks. "Kita jangan mengatakan apa-apa dulu pada Pak Inspektur tentang ini, sebelum berhasil mengusut seluruh perkara misterius ini dan bisa menceritakan segala-galanya pada dia," kata Fatty lagi. "Nanti kalau ternyata perlu ada penangkapan., biar dia yang melakukannya!" "Wah! Jadi menurut perasaanmu, mungkin ada orang yang harus ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara?" tanya Bets. Matanya membundar. karena heran. "Ya - siapa tahu. kan," kata Fatty dengan gagah. "Yah - sebaiknya kita pergi saja sekarang. Nanti akan kuatur rencanaku untuk malam ini." 15 KAMAR TERSEMBUNYI Senang sekali rasanya merundingkan rencana Fatty untuk malam itu, Kelima anggota Pasukan Mau Tahu mengobrol sambil duduk-duduk di depan api pediangan dalam kamar main Pip dan Bets. "Orang tuaku bepergian selama dua hari," kata Fatty. "Untung saja - karena dengan begitu mereka takkan tahu, apakah malam ini aku ada di rumah atau tidak. Aku nanti akan pergi ke pondok peranginan yang terdapat di pekarangan belakang Milton House. Aku akan berbekal beberapa lembar selimut supaya jangan kedinginan. Lalu apabila sampai tengah malam tak terdengar apa-apa, aku akan masuk ke rumah lewat lubang batu bara." "Tapi - bagaimana jika kau ketahuan lalu ditahan di sana, Fatty?" kata Pip. "Ya - itu pun sudah kupikirkan," kata Fatty "Jika aku sampai tertangkap, kalian dengan sendirinya perlu tahu. Begini sajalah! Jika aku tertangkap, aku akan melemparkan surat ke luar lewat jendela kamar di mana aku dikurung. Kurasa jika aku tertangkap pasti aku akan dikurung dalam salah satu kamar di situ Nah, besok pagi seorang di antara kalian harus datang dan melihat-lihat dalam pekarangan, mencari surat itu. Tentu saja aku akan menulisnya dengan tinta rahasia'" Wah! Rencana itu kedengarannya asyik sekali. "Kau jangan sampai tertangkap, Fatty," kata Bets dengan cemas. "Aku tidak mau, jika kau sampai tertangkap." "Kau tidak usah khawatir, aku cukup cerdik," kata Fatty. "Orang yang hendak menangkapku, harus sangat cerdik!" "Yah - kalau begitu urusan ini beres." kata Larry. "Malam ini kau akan menyamarkan diri lalu pergi ke Milton House. Di sana kau menunggu sampai tengah malam, barangkali ada orang datang. Jika ternyata tidak ada, kau akan masuk lewat lubang batu bara, lalu memeriksa keadaan dalam kamar tersembunyi yang terdapat di tingkat paling atas. Kau akan melakukan penyelidikan di situ, untuk mengetahui siapa orang yang bernama John Henry Smith. O ya - aku masih tetap belum mengerti apabila benar di rumah itu belum pernah ada anak kecil, kenapa jendeia itu diberi berterali?" "Aku juga tidak tahu." kata Fatty. "tapi nanti akan kuselidiki." "Kalau kau ternyata selamat, temui kami la besok pagi untuk menceritakan pengalamanmu sana," kata Larry "Tapi jika kau tidak muncul salah seorang di antara kami akan pergi ke sana untuk mencari surat yang ditulis dengan tinta yang tidak kelihatan. Jangan lupa membawa jeruk, Fatty - supaya ada yang bisa dipakai untuk menulis nanti." "Tentu saja aku takkan lupa." kata Fatty. "Tapi karena aku takkan bisa tertangkap, kalian tidak perlu khawatir. Takkan ada surat yang perlu dilempar ke luar jendela." "Kecuali itu, kau kan juga tahu caranya keluar dari kamar terkunci, Fatty," kata Bets. "Tentu saja'" kata Fatty "Percayalah, aku takkan apa-apa nanti." Karena orang tua Fatty sedang bepergian, anak-anak datang ke rumahnya setelah makan sore, untuk melihat teman mereka itu menyamarkan diri. Semua ikut bersemangat, walau Bets agak cemas karena kini sadar bahwa misteri kali ini kelihatannya berbahaya. "Ah, jangan konyol," kata Fatty. "Apa bahayanya! Sungguh, aku takkan apa-apa nanti! Ini petualangan dan orang kayak aku takkan pernah mundur dalam menghadapi petualangan." "Kau memang pemberani, Fatty," kata Bets. "Ini kan belum apa-apa," kata Fatty. "Bisa saja kuceritakan, ketika aku benar-benar berani. Tapi kurasa kalian nanti akan bosan mendengarnya," sambungnya sambil memandang berkeliling. "Memang, kami pasti akan bosan," kata Pip. "Kau nanti akan memakai gigi palsumu yang menyeramkan itu lagi, Fatty?" "Terang dong!" kata Fatty, lalu memasang gigi palsu itu ke dalam mulutnya. Seketika itu juga tampangnya berubah. Ia memandang berkeliling sambil nyengir. memamerkan gigi palsunya yang besar-besar seperti mata kapak Akhirnya teman-temannya pergi lagi. Buster mereka bawa. Fatty tidak mau meninggalkan anjing kecilnya itu sendiri dalam rumah. Ia khawatir nanti Buster menggonggong terus semalaman. Karenanya ia diajak pulang oleh Larry dan Daisy. Sebetulnya Bets ingin membawanya pulang Tapi Pip langsung mengatakan, Ibu mereka pasti akan mengajukan berbagai pertanyaan kenapa Buster tiba-tiba saja diajak, menginap di rumah. Pertanyaan yang bertubi-tubi itu, jangan-jangan nanti akan merepotkan. Jadi Larry yang mengajaknya pulang. Buster agak heran tapi ia ikut saja. Sekali-sekali jalannya pincang, kalau kebetulan ingat bahwa kakinya pernah luka. Menurut perkiraannya Fatty pasti akan datang kemudian untuk menjemputnya kembali. Fatty malam itu membaca-baca sampai larut malam. Saat itu ia sudah menyamarkan diri menjadi anak Prancis lagi. Kalau pembantu di rumah itu menjenguk sebentar ke dalam kamarnya, pasti ia akan kaget. Tapi tak ada yang muncul malam itu di kamarnya. Sekitar pukul sepuluh Fatty keluar secara diam-diam. Bulan yang sudah hampir penuh menyinarkan cahayanya di atas salju yang putih. Langkah Fatty berjalan sama sekali tidak kedengaran. Ia berjalan memotong bukit. Akhirnya ia sudah menyusur Chestnut Lane. Ia menyelinap sambil merapatkan diri ke pagar semak, berjalan di tempat gelap. Tak ada orang dilihatnya saat itu. Malam itu Pak Goon tidak keluar, karena secara tiba-tiba ia terserang pilek yang parah. Padahal semula ia sudah bermaksud hendak mengamat-amati Milton House malam itu. Jadi tidak ada yang mengamat-amati Fatty saat itu. Sesampai di depan Milton House, ia langsung menyelinap ke dalam. Ia menyusup-nyusup di balik bayangan Akhirnya ia sampai di pondok yang sudah tua, lalu masuk ke dalam Selimut yang dibawanya dihamparkan ke bangku yang ada di situ. Ia pergi sebentar untuk memandang ke arah kamar tersembunyi di tingkat paling atas, yang jendelanya berterali. Ada orangkah di sana sekarang? Akan adakah yang datang malam itu? Hawa saat itu sangat dingin Fatty kembali ke pondok, lalu meringkuk di situ berkerudung selimut, sampai tubuhnya terasa hangat kembali. Beberapa kali ia harus mengejap-ngejapkan mata. mengusir kantuk yang datang menyerang. Didengarnya lonceng gereja di desa berdentang sebelas kali. Kemudian ia rupanya tertidur, karena tahu-tahu lonceng gereja sudah berdentang dua belas kali. "Astaga! Tengah malam - rupanya aku tertidur tadi," pikir Fatty. "Yah - karena sampai sekarang tidak terjadi apa-apa, dan juga tidak ada orang datang, sebaiknya sekarang saja aku masuk lewat lubang batu bara. Kurasa takkan ada lagi orang datang malam-malam begini'" Ketika berangkat dari rumah tadi. Fatty sengaja memakai pakaiannya yang paling usang. Ibunya tidak seteliti ibu Pip. Tapi walau begitu, ia pun pasti akan mengatakan sesuatu apabila melihat pakaian Fatty kotor kena debu batu bara. Tampang Fatty saat itu persis anak gelandangan. Ia memakai rambut palsu yang keriting, mukanya dipoles sehingga nampak pucat sekali, di bawah keningnya menempel alis palsu yang tebal dan hitam. Dan gigi palsu yang besar-besar tersembul keluar dari mulutnya. Kalau ada orang yang berpapasan dengannya saat itu, pasti orang itu akan terkejut melihat tampangnya. Sambil merapatkan diri ke semak pagar kebun ia menuju ke pintu dapur Milton House. Ia sampai dekat lubang batu bara. Lubang itu sudah tertimbun salju kembali. Tapi Fatty masih ingat letaknya. Dikikisnya salju yang menimbuni, lalu membungkuk untuk mengangkai tutup besi yang menutupi lubang. Fatty menarik sekuat tenaga. Akhirnya tutup itu terbuka dengan tiba-tiba, sehingga Fatty jatuh terduduk. Tutup besi terjatuh, menimbulkan bunyi berdentang nyaring. Fatty menahan napas. Tapi tak ada yang terjadi setelah itu. Karenanya ia bangkit dengan hati-hati. Tutup besi didorongnya ke samping. Setelah itu disorotkannya senter yang dibawanya ke dalam lubang yang gelap. Ia ingin melihat, seberapa jauh lantai kolong dari tempatnya berdiri. Untung baginya, tepat di bawah lubang nampak batu bara menumpuk. Ia akan bisa dengan mudah menurunkan diri ke situ. Dan Fatty dengan segera melakukan niatnya itu. Begitu kakinya menyentuh batu bara, dengan segera tumpukan itu menggeser, sehingga ia merosot ke bawah. Fatty berdiri lagi lalu menyalakan senternya kembali. Dilihatnya ada tangga batu mengarah atas, menuju sebuah pintu yang tertutup. Pasti i pintu dapur atau sepen, pikirnya. Tangga itu dinaikinya dengan hati-hati. Sesampai di atas dipegangnya gagang pintu lalu ditariknya pelan-pelan. Pintu terbuka. Di depannya terdapat sebuah sepen yang luas. Cahaya bulan menyinar terang dalamnya Sepen itu kosong sama sekali. Fatty pergi ke ruang sebelahnya, yang ternyata dapur. Dapur juga kosong. Lantainya berdebu. Di situ Fatty melihat jejak sepatu yang besar. Menurut perasaannya. itulah jejak sepatu yang dilihatnya dalam salju sehari sebelumnya. Fatty merasa pasti, saat itu tidak ada siapa-siapa kecuali dia sendiri dalam rumah itu. Tapi walau begitu ia selalu kaget setiap kali melihat bayangan bergerak-gerak. Nyaris saja ia terpekik ketika lantai kayu berderak keras karena diinjak olehnya. Fatty memeriksa kamar demi kamar. Semuanya kosong! Mula-mula diperiksanya tingkat dasar. Setelah itu tingkat satu, disusul ke tingkat dua. Kamar yang tersembunyi terletak di tingkat tiga, tingkat paling atas di rumah itu. Fatty menuju ke angga rumah lagi. Ia berjalan sepelan mungkin, walau di pihak lain ia merasa yakin cuma ia sendiri yang ada di situ. Akhirnya ia sampai di tingkat paling atas. Dijengukkannya kepala ke dalam kamar yang paling dekat. Kosong! Lalu diperiksanya kamar berikut. Juga kosong. Nah - kalau begitu kamar yang ketigalah kamar rahasia itu! Dengan hati-hati Fatty mendorong pintu kamar itu, lalu mengintip ke dalam. Kamar itu sunyi senyap, diterangi cahaya bulan. Ruangannya itu nampak sangat nyaman. Lapang dan berlangit-langit tinggi, seperti kamar-kamar yang lain. Tapi kamar itu satu-satunya yang berperabotan lengkap. Fatty berjalan sekeliling kamar. Nampak jelas tempat itu sudah dibersihkan sebersih-bersihnya belum lama berselang. Di atas sebuah rak nampak tumpuk kaleng makanan dan buah-buahan. Dalam ceret yang ditaruh di atas tungku listrik ada air. Di atas meja terletak sebuah kaleng berisi kue. Buku-buku berjejer di ambang jendela. Fatty membalik-balik halaman beberapa di antaranya. Ternyata buku-buku itu dalam bahasa asing yang tak dikenal Fatty. Bangku sudah diatur menjadi tempat tidur karena di situ sisinya bertumpuk bantal-bantal serta selimut yang empuk. Keadaan di situ sangat aneh bagi Fatty "Sebaiknya aku kembali saja sekarang pondok." pikirnya. "Sayang kelihatannya di sini tidak ada surat atau salah satu dokumen, yang bisa memberikan penjelasan tentang kamar aneh ini." Fatty duduk di bangku yang sudah dijadikan tempat tidur itu. Ia menguap. Saat itu pandangannya tertumbuk pada sebuah lemari kecil yang terdapat di dinding. Ia ingin tahu apa isinya. Dihampirinya lemari itu. lalu dicobanya membuka. Tapi tidak bisa. Lemari itu terkunci. Fatty merogoh kantongnya. mengambil seberkas anak kunci. Sejak beberapa waktu yang lalu dengan diam-diam ia rajin mengumpulkan anak kunci - karena mengetahui bahwa detektif kebanyakan selalu bisa membuka pintu atau lemari yang mana pun juga. Ternyata mereka memiliki suatu anak kunci yang biasa disebut kunci maling. Dengannya hampir semua pintu yang terkunci bisa dibuka dengan gampang. Tapi ternyata anak kunci yang begitu tidak bisa dibeli. Ketika ia menanyakannya di toko-toko sebagai akibatnya ia malah harus menjawab berbagai pertanyaan yang tidak enak. Akhirnya Fatty terpaksa mengumpulkan anak kunci. Dan kini udah banyak yang berhasil dikumpulkan olehnya. Dengan sabar dicobanya segala anak kunci itu, satu demi satu. Alangkah gembira hatinya ketika kemudian ternyata ada satu yang cocok Dalam lemari kecil itu ada sebuah buku kecil. Semacam buku catatan, dalam mana tertera sederetan nomor dan nama-nama. Kecuali itu, tidak ada apa-apa lagi yang tertulis di situ. Bagi Fatty, segalanya itu tidak ada artinya sama sekali. "Tapi mungkin Inspektur Jenks menaruh minat." Pikirnya, lalu dikantonginya buku kecil itu. Sedang pintu lemari kecil dikuncinya kembali. "Sebentar lagi kita pasti akan perlu menyampaikan laporan padanya - dan ada kemungkinan nanti dia menginginkan segala tanda bukti yang bisa kita temukan." Fatty kembali ke bangku, lalu duduk di situ. Ia udah tidak bergairah lagi sekarang Yang rasakannya cuma kantuk yang luar biasa. Dipandangnya arlojinya. Sudah pukul satu lewat seperempat! Astaga - sudah lama sekali ia berada di Milton House. "Aku istirahat saja sebentar di pembaringan ini," kata Fatty, lalu meringkuk di atas bangku. Tak lama kemudian ia sudah tidur pulas. Ternyata itu suatu kekeliruan besar! 16 SAAT-SAAT GAWAT Fatty tidur nyenyak sekali. Petualangannya sangat melelahkan baginya. Bangku tempatnya berbaring nyaman sekali. Walau kamar itu dingin tapi selimut yang menyelubungi tubuhnya menyebabkan ia merasa hangat. Fatty bermimpi telah menjadi detektif yang bahkan lebih termasyhur daripada Sherlock Holmes. Tak terdengar olehnya ada sebuah mobil datang, sekitar setengah lima pagi. Kendaraan itu meluncur tanpa kedengaran di atas hampar salju tebal, lalu berhenti di depan Milton House. Fatty juga tidak mendengar langkah-langkah orang yang berjalan masuk ke pekarangan. Tidak didengarnya bunyi anak kunci diputar di pintu depan. Ia tidak mendengar suara orang bercakap-cakap sambil berjalan. Padahal bunyinya menggema dalam rumah tua yang kosong itu Fatty tidur terus dengan tenang. Ia merasa nyaman dan hangat. Ia bahkan tidak terbangun ketika pintu kamar itu dibuka dari luar, dan orang-orang yang datang itu masuk ke dalam. Pada mulanya tak ada yang melihat Fatty ya meringkuk di atas bangku. Seorang laki-laki pergi ke jendela, lalu menutup tirai tebal sebelum lampu dinyalakan. Nyalanya tidak bisa kelihatan dari luar lagi, karena terhalang tirai. Kemudian masuk seorang laki-laki lain. Dan orang itu tiba-tiba berseru kaget. "He! Lihat itu!" serunya. Ia menuding ke arah bangku, di mana Fatty masih tidur pulas. Kedua laki-laki itu memandangnya dengan heran. Rambut palsu Fatty yang keriting, alis palsunya yang tebal serta gigi palsunya yang besar-besar menyebabkan tampangnya nampak aneh sekali. "Siapa dia? Dan apa yang dilakukannya di sini?" tanya satu dari kedua laki-laki itu. Ia kaget, tapi sekaligus juga marah. Dijamahnya bahu Fatty, lalu digoncang-goncangnya dengan kasar. Fatty terbangun. Nampak matanya terkejap-kejap di bawah alis tebal. Seketika itu juga ia ingat lagi di mana ia saat itu berada. Disadarinya bahwa ia tadi tertidur Dan kini ia tertangkap! Ia merinding sejenak, karena takut. Kedua laki-laki itu kelihatan tidak ramah. Fatty terduduk. Ditatapnya kedua laki-laki itu ambil membisu. Ia benar-benar tidak tahu, apa yang harus dikatakannya saat itu. "Kau bisu, ya?" kata laki-laki yang satu, yang bermuka merah. "Apa yang kaulakukan di tempat kami ini?" Sementara itu Fatty sudah tahu apa yang akan dilakukan olehnya. Ia akan pura-pura menjadi anak Prancis lagi. "Jene comprends pas."katanya. Maksudnya, ia tidak mengerti. Tapi malang baginya, satu dari kedua laki-laki itu ternyata bisa berbahasa Prancis. Orang itu melontarkan sederetan kalimat panjang dalam bahasa itu. Fatty sama sekali tak mengerti apa maksudnya. Ia buru-buru mengganti siasat. Ia akan bicara dalam bahasa omong kosong yang kadang-kadang dipakainya bersama teman-temannya apabila hendak membuat orang lain bingung. "Tibeltuki-fikel-farmeri-topi swik," katanya dengan lagak bersungguh-sungguh. Kedua laki-laki itu melongo. "Bahasa apa itu?" kata laki-laki yang bermuka merah pada kawannya Kawan itu menggeleng "Bicaralah dalam bahasa Prancis," katanya pada Fatty. "Spiki tarli yondel-fiti tumar," jawab Fatty dengan segera. "Aku belum pernah mendengar bahasa kayak begitu," kata laki-laki bermuka merah. "Anak ini tampangnya memang kayak orang asing. Aku ingin tahu, dari mana asalnya! Kita harus menyelidiki, bagaimana ia sampai bisa ada sini." Ia memandang Fatty lagi. lalu bicara padanya. Mula-mula dalam bahasa Inggris setelah itu Prancis, lalu menyusul bahasa Jerman. Akhirnya suatu bahasa lain, yang belum pernah didengar oleh Fatty sebelum itu. "Spiki tarli yondel," kata Fatty. Ia menggeleng-gelengkan tangannya, menirukan cara guru bahasa Prancisnya di sekolah. Kemudian laki-laki yang bermuka pucat berbicara dengan suara pelan pada kawannya sehingga tak bisa didengar Fatty. "Kurasa anak ini cuma berpura-pura saja," kata orang itu. "Tapi lihat sajalah - aku pasti akan berhasil memaksanya bicara secara wajar!" Dengan tiba-tiba dicengkeramnya lengan kiri Fatty, lalu dipilinnya ke belakang. Fatty terpekik kesakitan. "Aduh! Lepaskan lenganku, setan! Kau menyakiti aku!" "Nah!" kata laki-laki yang bermuka pucat. "Ternyata kau bisa berbahasa Inggris! Nah - bagaimana jika kau bicara terus terang sekarang? Katakan siapa kau. dan bagaimana kau bisa ada di sini?" Fatty mengusap-usap lengannya yang sakit karena dipilin tadi. Ia agak takut. Ia juga jengkel terhadap dirinya, kenapa tadi tertidur sehingga bisa begitu gampang tertangkap. Ia menatap laki-laki itu dengan tampang masam. Tapi tidak mengatakan apa-apa. "Ah - rupanya ia minta dibujuk lagi," kata laki-laki bertampang pucat sambil meringis kejam menampakkan deretan giginya yang panjang-panjang, berwarna kuning. "Apakah kami perlu memutar lenganmu yang satu lagi, hah?" Sambil berkata begitu, dipegangnya lengan Fatty yang sebelah kanan. Fatty cepat-cepat memilih, lebih baik ia bicara saja. Tapi ia bertekad takkan membuka rahasia "Jangan pegang aku," katanya. "Aku ini anak sebatang kara. Aku cuma menumpang tidur saja di sini. Aku tidak berniat jahat." "Bagaimana kau bisa masuk?" kata laki-laki yang bermuka merah. "Aku masuk lewat lubang batu bara," jawab Fatty. "Ah'" kata laki-laki itu. Sedang temannya yang bermuka pucat mengerucutkan bibir. "Ada yang tahu bahwa kau di sini. kecuali kami?" tanya yang bermuka merah. "Mana aku tahu?" kata Fatty. "Jika ada ya melihat aku memasuki lubang batu bara, pasti orang itu tahu bahwa aku di sini. Tapi kalau tidak ada yang melihat, bagaimana orang lain bisa tahu?" "Ia mengelak," kata laki-laki yang berbibir tipis "Rupanya ia perlu disakiti dulu. sebelum mau bicara dengan benar, Baiklah - kurasa sebelumnya kita pukuli dulu dia." Fatty ketakutan. Ia merasa yakin, orang takkan segan berbuat apa saja, supaya berhasil mendapat keterangan dari dia. Fatty memandang orang itu dengan masam. Tahu-tahu laki-laki itu menempeleng Fatty keras sekali, mengenai sisi mukanya sebelah kanan. Dan sebelum anak itu sempat pulih dari rasa kaget dan sakit, Ia sudah ditempeleng lagi sekali itu pada sisi kiri mukanya. Napas Fatty tersentak. Matanya berkunang-kunang Ketika keadaannya sudah agak pulih, ia menatap laki-laki berbibir tipis itu dengan ketakutan. Dilihatnya orang itu tersenyum jahat. "Kurasa kau sekarang pasti mau membuka mulut," kata orang itu pada Fatty. "Tapi kalau mau, aku masih bisa berbuat macam-macam lagi." Fatty sudah ketakutan sekali sekarang. Menurut perasaannya, lebih baik dikatakannya saja segala- galanya yang diketahui. daripada dipukul kembali. Kalau ia membuka mulut, ia toh takkan membahayakan anggota Pasukan Mau Tahu. Ia juga tahu, teman-temannya itu pasti lebih senang jika ia menyelamatkan diri dari mara bahaya. Saat itu ia memang sedang sial sekali! "Baiklah." kata Fatty sambil meneguk ludah, "aku akan bicara Tapi tidak banyak yang bisa diceritakan." "Bagaimana kau sampai bisa tahu tentang kamar ini?" tanya laki-laki bertampang merah. "Cuma karena kebetulan saja," kata Fatty. "Seorang kawanku memanjat pohon yang di luar itu. Ketika memandang ke dalam jendela, dilihatnya kamar ini." "Semuanya berapa orang yang tahu?" kata laki-laki berbibir tipis dengan nada ketus. "Cuma aku sendiri, serta para anggota Pasukan Mau Tahu." kata Fatty. "Pasukan apa?" kata yang menanyainya dengan heran. Fatty menjelaskan, sementara kedua laki-laki itu itu mendengarkan "Ah - jadi rupanya ada lima orang anak terlibat dalam urusan ini." kata laki-laki bermuka merah kemudian. "Orang dewasa, tidak ada yang tahu?" "Tidak," jawab Fatty. "Kami - kami selalu usaha menyelidiki dan membongkar misteri. Dan kami tidak suka menceritakannya pada orang dewasa, karena nanti mereka campur tangan. Cuma aku serta keempat kawanku saja yang tahu tentang hal ini. Nah karena sekarang aku sudah menceritakan, aku kan boleh pergi." "Apa? Kau kami bebaskan, supaya setelah itu menceritakan urusan ini ke mana-mana?" kata laki-laki berbibir tipis mencemooh "Kau campur tangan dan mengganggu rencana kami saja sudah cukup buruk pengaruhnya bagi kami. Kami tidak mau menanggung resikonya apabila kau kami bebaskan sekarang." "Jika aku tidak kalian bebaskan, kawan-kawan pasti akan datang untuk melihat apa yang terjadi dengan diriku." kata Fatty. "Sudah kuatur supaya mereka datang menyelidik kemari, apabila pagi ini aku ternyata tidak pulang." "Begitu," kata laki-laki berbibir tipis. Kemudi ia berbicara sebentar dengan kawannya dalam bahasa yang tidak dipahami oleh Fatty. Kawannya mengangguk. Setelah itu laki-laki berbibir tipis berpaling lagi, memandang Fatty. "Kau harus menulis surat pada kawan-kawanmu itu." katanya. "Tuliskan bahwa kau menemukan sesuatu yang menarik di sini, menjaganya sekarang dan kawan-kawan harus secepat mungkin datang ke kebun sini." "Ah, kurasa kau mengira akan bisa menyergap apabila mereka sudah datang nanti - lalu mengurung mereka sampai urusan rahasia kalian sudah selesai," kata Fatty. "Tepat," kata laki-laki itu. "Menurut pendapat kami lebih baik kalian semua dikurung dulu di sini sampai urusan kami sudah beres Setelah kalian boleh berbuat semau kalian." "Kau keliru, apabila mengira aku mau menulis surat yang akan menjebak kawan-kawanku," Fatty sengit. "Aku bukan pengecut seperti sangkaan kalian." "Begitu ya," kata laki-laki berbibir tipis. Ditatapnya Fatty. Pandangannya begitu tajam menyebabkan anak itu gemetar. Apakah yang akan dilakukan laki-laki jahat itu. apabila ia tetap menolak menulis surat seperti yang disuruh, ia tidak berani membayangkannya. Dicobanya membalas tatapan laki-laki itu. Tapi rasa takutnya membuat dia berulang kali membuang muka. Kini Fatty menyesal, kenapa menjalani petualangan tengah malam itu dengan sikap sembrono. Ia rindu pada Buster. Tapi di pihak lain, mungkin lebih baik bahwa Buster tidak ada bersamanya. Kedua laki-laki itu mungkin akan menyiksa anjingnya itu. "Sekarang kau akan kami kurung." kata laki-laki berbibir tipis. "Kami harus pergi sebentar. Sementara itu sebaiknya kautulis surat yang kukatakan tadi. Jika ternyata belum juga apabila kami datang lagi nanti, kau akan mengalami sesuatu yang tidak enak - suatu pengalaman yang takkan bisa kaulupakan seumur hidupmu." Semangat Fatty mulai bangkit lagi. Ketika mendengar bahwa ia akan dikurung. Kalau itu terjadi, ada kemungkinan ia akan bisa melarikan diri! Dalam kantongnya ada surat kabar yang terlipat. Ia merasa yakin, pasti akan bisa memakai siasat itu untuk keluar dari kamar terkunci. Tapi semangatnya itu buyar kembali, ketika mendengar perkataan laki-laki itu selanjutnya. "Kau akan kami kurung dalam kamar yang aman ini," kata laki-laki bermuka merah. Bagimu juga akan kami sediakan kertas, pena dan tinta. Kau harus menulis surat yang menarik, supaya teman-temanmu bergegas-gegas datang ke sini. Lalu surat itu kaulempar ke luar lewat jendela." Fatty tahu, ia takkan bisa minggat dari kamar itu. Soalnya, di lantai terhampar permadani tebal yang terbentang sampai ke pintu. Jadi tak ada celah di bawah daun pintu, lewat mana bisa diselipkan lembaran surat kabar untuk menarik anak kunci dalam. Jadi ia akan tetap terkurung di situ. Lari lewat jendela juga tidak bisa, karena di situ ada terali besi yang kokoh. Laki-laki berbibir tipis meletakkan kertas surat di atas meja. Di sampingnya ditaruh pena dan tinta. "Nah - sekarang kau boleh menulis surat itu dengan caramu sendiri, dan setelah itu menandatanganinya," katanya. "Siapa namamu?" "Frederick Trotteville," kata Fatty dengan suram. "Jadi tentunya, sebutanmu sehari-hari Freddie," tebak laki-laki berbibir tipis. "Tandatangani suratmu dengan 'Freddie'. Lalu nanti apabila teman-temanmu mencarimu dalam kebun, kaulemparkan suratmu itu lewat jendela. Tapi jangan bicara pada mereka." Laki-laki berwajah merah memandang arlojinya. "Kita harus pergi sekarang," katanya. "Segala-galanya sudah beres di sini. Nanti kalau ternyata teman anak ini datang, semua kita kurung sampai urusan kita di sini selesai. Tak apa-apa jika mereka kelaparan sehari dua dalam kamar kosong!" Setelah itu kedua laki-laki itu keluar dari kamar. Terdengar bunyi pintu dikunci dari luar. Kini Fatty terkurung dalam kamar itu. Ia menatap pintu yang tertutup dengan perasaan suram. Salahnya sendiri, sehingga kini mengalami kesulitan itu. Tapi ia tidak mau kawan-kawannya ikut terjebak. Tidak, ia tidak mau - biar tubuhnya sampai biru dipukuli kedua laki-laki tadi! 17 PESAN RAHASIA Terdengar langkah kedua laki-laki itu menurun angga rumah, disusul bunyi pintu depan ditutup pelan-pelan. Setelah itu terdengar bunyi mesin mobil dihidupkan. Jadi kedua laki-laki itu kini sudah pergi. Fatty menggoncang-goncang daun pintu berusaha membukanya. Tapi ternyata memang terkunci. Kemudian ia pergi ke jendela, Di luar masih gelap gulita. Daun jendela dibuka oleh Fatty, lalu dicobanya menyusup tubuh di sela terali. Tapi batang-batang besi itu dipasang sangat rapat. Mustahil ia bisa menyusup di sela-selanya. Fatty pergi ke bangku, lalu duduk di situ. Ia menggigil kedinginan ditambah pula karena rasa takut. Kemudian dilihatnya tungku listrik, yang segera dinyalakan olehnya supaya ruangan itu menjadi agak hangat. Setelah itu ia duduk kembali. Ditatapnya kertas surat yang terletak di atas meja dengan perasaan suram. Ah, ternyata ia detektif konyol - bisa begitu mudah tertangkap. Sikapnya memang ceroboh sekali. Teman-temannya pasti takkan mengaguminya lagi. "Pokoknya, aku takkan menulis surat itu," pikir Fatty. Tapi ia gemetar ketakutan, membayangkan apa yang akan dialami jika ia tidak melakukannya. Kemudian ia mendapat akal yang baik sekali. Beberapa saat ia duduk sambil memikirkannya. Ya - akal itu ada gunanya, apabila teman-teman cukup cerdas dan mengerti. "Aku akan menulis surat yang tidak kelihatan di atas kertas surat ini, di samping surat yang disuruh laki-laki tadi." pikir Fatty. "Kurasa Pip dan anak-anak yang lain akan segera menguji kertas ini, untuk melihat apakah ada tulisan rahasia di sini. Wah - ini benar-benar gagasan yang bagus sekali! Menulis dua pesan sekaligus pada selembar kertas surat. Yang satu bisa langsung dibaca sedang yang satu lagi tidak kelihatan. Pasti kedua laki-laki tadi takkan mengetahui siasatku!' Diperhatikannya kertas surat yang terletak d atas meja. Kertas itu bergaris-garis halus, Fatty langsung mendapat akal. Ia akan menulis pesan yang tidak kelihatan di antara garis. sedang pesan yang disuruh oleh laki-laki berbibir tipis tadi akan ditulisnya persis pada garis. Apabila teman temannya nanti menguji kertas itu untuk melihat apakah ada pesan rahasia di situ, mereka akan bis membacanya dengan gampang! Tangan Fatty agak gemetar karena bergairah. Ia perlu memikirkan dulu baik-baik apa yang hendak ditulis. Kedua laki-laki tadi sudah pasti orang jahat dan mereka memakai kamar tersembunyi ini sebagai tempat untuk merundingkan rencana jahat. Perbuatan mereka harus dicegah! Fatty mengambil jeruk yang dibawanya dalam kantong, lalu memandang berkeliling mencari gelas. Dilihatnya di rak ada sebuah gelas, lalu diambilnya. Sari jeruk diperaskannya ke dalam gelas itu. Kemudian diambilnya pena yang diletakkan laki-laki tadi di atas meja, Matanya bersih. Kelihatannya masih baru. Fatty bimbang sesaat. Mana yang sebaiknya ditulis terlebih dulu, surat yang kelihatan atau surat rahasia. Akhirnya ia memutuskan untuk menulis surat yang kelihatan dulu. Karena dengan begitu akan lebih mudah baginya menulis pesan yang tidak kelihatan. Fatty mulai menulis. "Pasukan Mau Tahu. Aku menemukan sesuatu yang sangat menarik di sini. Sekarang aku tidak bisa pergi karena harus menjaga sesuatu. Tapi aku ingin memperlihatkannya pada kalian. Harap datang selekas mungkin. Kalau sudah sampai di sini, kalian arus mengetuk pintu, nanti kubukakan dari dalam. Freddie". Nah - itulah isi surat yang oleh laki-laki tadi disuruh buat olehnya Tapi teman-teman pasti akan langsung tahu ada sesuatu yang tidak beres, begitu melihat ia menandatangani surat itu dengan Freddie' Karena biasanya ia selalu menulis surat pada mereka dengan tanda tangan Fatty! Setelah itu ditulisnya pesan rahasia di sela tulisan surat pertama. Ia memakai sari jeruk sebagai tinta. 'Pasukan Mau Tahu. Jangan acuhkan surat yang pertama. Aku tertawan di sini. Ada sesuatu yang tidak beres di sini, hanya aku tidak tahu persis apa itu. Hubungi Inspektur Jenks dengan segera, dan ceritakan segala-galanya padanya. Ia akan tahu tindak apa yang harus diambil. Kalian sendiri jangan mendekati tempat ini. Fatty" Setelah selesai menulis dengan sari jeruk, Fatty memperhatikan surat itu. Ia puas, karena tulisan rahasianya sama sekali tak nampak, Ya kelihatan cuma surat berisi pesan palsu. Nah kini. apabila teman-temannya ternyata cerdas d langsung menduga bahwa pada kertas itu a pesan rahasia, maka segala-galanya akan ber "Inspektur Jenks akan membereskan urusan ini," pikir Fatty. la merasa agak terhibur membayangkan bahwa petugas polisi yang teman baik mereka itu sebentar lagi akan mengetahui kejadian yang menimpanya. Fatty membayangkan Inspektur Jenks yang berwajah selalu gembira, Pak Inspektur yang sopan, jangkung dan cerdas. Saat itu sudah sekitar pukul enam pagi. Fa menguap. Ia tidak banyak tidur semalam. Ia capek. Perutnya terasa lapar. Tapi ia tidak kedinginan la karena kamar sudah hangat. Direbahkannya dirinya di atas pembaringan. lalu tertidur. Ia terbangun ketika kedua laki-laki yang tadi datang kembali. Fatty duduk sambil mengejap-ngejapkan mata. Sinar matahari pagi masuk dalam kamar lewat celah tirai. Laki-laki yang berbibir tipis melihat kertas yang terletak di atas meja, lalu membaca tulisan ya ada di situ, Kemudian surat itu disodorkannya pada kawannya. "Ini sudah baik," katanya mengomentari. "Dengan ini semua anak-anak konyol itu akan bisa kita sergap, lalu kita hajar supaya kapok. Apakah mereka semua akan datang untuk mencarimu?" "Aku tidak tahu." jawab Fatty, "Tapi kurasa tidak! Mungkin cuma satu atau dua saja yang datang nanti." "Kalau begitu, mereka pasti akan menunjukkan suratmu ini pada yang lain-lain, lalu kembali ke sini beramai-ramai," kata laki-laki berbibir tipis. "Kami akan bersembunyi dalam kebun, lalu begitu mereka muncul akan langsung kami sergap. Sekarang Jarvis juga sudah ada di bawah. Ia bisa membantu." Kedua laki-laki itu kemudian sarapan pagi, dengan membuka beberapa kaleng makanan. Fatty yang sudah lapar diberi roti dengan daging sedikit, yang langsung dimakannya dengan lahap. Tiba-tiba kedua orang yang mengurungnya melihat gelas yang berisi cairan kuning. Itulah sari jeruk yang dipakai Fatty untuk menulis pesan rahasianya. Salah seorang dari kedua laki-laki itu mengambil gelas tadi. "Apa ini?" tanyanya. sambil mencium cairan itu dengan perasaan curiga. "Dari mana datangnya?" "Itu air jeruk," kata Fatty, lalu meneguk cairan itu sampai habis. "Aku punya jeruk sebuah lalu kuperas airnya. Kan bisa saja aku tiba-tiba haus?" Sambil berkata begitu diletakkannya gelas itu kembali ke atas meja. Sementara itu kedua laki-laki yang menawannya, rupanya sudah tidak memikirkan soal itu lagi Mereka berbincang-bincang dengan suara lirih. Mereka berbahasa asing, yang tidak bisa dipahami oleh Fatty. Anak itu merasa bosan sekali. Dalam hatinya ia bertanya-tanya apakah sebentar lagi ada salah seorang dari teman-temannya yang akan datang ke Milton House. Pasti segera akan ada yang datang, begitu diketahui bahwa ia tidak pulang malam itu. Apakah yang dilakukan Pasukan Mau Tahu sementara itu? Mereka bertanya-tanya sesama mereka, bagaimana hasil penyelidikan Fatty malam itu. Bets merasa gelisah -walau ia sendi tidak mengetahui sebabnya. "Mudah-mudahan saja Fatty tidak apa-apa," katanya berulang kali pada Pip. "Sudah dua puluh tiga kali kau mengatakan hal itu," kata Pip jengkel. 'Tentu saja ia tidak apa-apa. Mungkin saat ini sedang asyik sarapan pagi." Sehabis saat sarapan. Larry dan Daisy muncul. Mereka kelihatannya kesal "Kami harus pergi naik bis, mengantarkan sesuatu pada salah seorang bibi kami." kata Daisy "Menjengkelkan sekali - padahal kami ingin sekali tahu, apakah Fatty berhasil menemukan sesuatu atau tidak! Kau dan Bets sajalah yang pergi melihat apakah ia ada di rumah sekarang, Pip." "Kalau ia ada di rumah, ada kemungkinan sebentar lagi ia kemari," kata Pip. "Ah, Buster kalian bawa juga rupanya. Yah, kalau begitu kuantarkan saja dia kembali ke rumah Fatty!" Tapi ibunya baru mengizinkan Pip ke luar rumah setelah pukul dua belas siang, karena sebelumnya ia serta Bets masih harus membereskan isi lemari kamar mereka. Pekerjaan itu paling tidak disenangi oleh Pip, karena selalu memakan waktu berjam-jam. Sambil menggerutu dicampakkannya isi lemari ke lantai kamarnya. "Cepatlah. Pip- kita selesaikan pekerjaan ini," kata Bets gelisah. "Aku tak sabar lagi ingin melihat Fatty sudah selamat sampai di rumah atau tidak." Akhirnya tugas itu selesai. Pip dan Bets diizinkan ibu mereka pergi bermain-main di salju. Keduanya bergegas mengenakan mantel dan topi hangat. Pip berhasil memanggil Buster. Lalu mereka berangkat menuju ke rumah Fatty. Sesampai di sana mereka menyiulkan lagu yang dipakai sebagai isyarat pengenal sesama mereka. Tetapi dari dalam rumah tak terdengar jawaban. Saat itu nampak pembantu di rumah itu menjengukkan kepala. "Ah." katanya, "kukira yang bersiul-siul tadi Frederick. Anak nakal itu tadi malam tidak tidur di rumah. Kusangka menginap di rumah kalian, atau tempat Larry. Tapi kenapa tidak bilang dulu padaku? Kapan dia pulang?" Pip dan Bets sangat kaget mendengarnya. Jadi Fatty belum kembali dari Milton House? Kejadian apakah yang menimpanya? "Ah - kurasa hari ini juga ia pulang," kata Pip ada pembantu rumah tangga yang nampak sedih itu. Kemudian ditariknya tangan Bets, diajaknya cepat-cepat pergi dari situ. Bets menangis "Untuk apa kau menangis, apabila belum tahu apa yang sebetulnya terjadi terhadap diri Fatty," kata Pip kesal. "Aku tahu pasti ada sesuatu yang terjadi. Sudah kukira ia akan mengalami bahaya." kata Bets sambil menangis terus. "Aku ingin ke Milton House sekarang juga. untuk melihat ada apa sana." "Tidak bisa - karena mungkin berbahaya," larang Pip. "Tolong jagakan Buster saja dulu sementara aku sendiri ke sana." "Aku ikut," kata Bets dengan tabah, sambil mengusap air matanya. "Jangan!" kata Pip tegas. "Aku tidak mau jika kau mengalami bahaya nanti. Kau kan tidak menyukai bahaya! Jadi lebih baik kau pulang saja sekarang. Ajak Buster! Aku akan kembali selekas mungkin. Dan barangkali saat itu Fatty akan ikut bersama aku. Jadi jangan khawatir!" Sambil menangis terus, Bets pulang bersama Buster. Anjing kecil itu bingung. Ia tidak mengerti apa sebetulnya yang terjadi dengan Fatty. Kenapa tahu-tahu anak itu lenyap? Pip sebenarnya juga gelisah, cuma tidak ditunjukkannya saja pada Bets. Menurut perasaannya, pasti terjadi sesuatu yang gawat. Tapi kejadian apa? Fatty takkan mau membiarkan dirinya tertangkap. Anak itu tidak begitu tolol. Pip melintasi bukit. menuju ke Chestnut Lane. Akhirnya ia tiba di depan Milton House, memandang ke arah rumah dengan hati-hati. Dilihatnya berbagai jejak di situ, serta bekas ban mobil yang masih baru kelihatannya. Pip menyelinap masuk ke kebun. Kedatangannya dilihat oleh satu dari kedua laki-laki yang menawan Fatty. Laki-laki itu mengintip dan balik jendela rumah. Ia memegang lembaran ke yang ditulisi pesan Fatty. Laki-laki itu membungkuk supaya jangan kelihatan dari luar. Jendela dibukanya sedikit lalu bersiul nyaring untuk menarik perhatian Pip. Setelah itu dilepaskannya surat yang dipegangnya. Pip mendengar siulannya. Ia mendongak. Kagetnya bukan main, ketika nampak selembar kertas melayang ke bawah dari salah satu jendela di tingkat dua. Mungkin itu pesan dari Fatty. Dihampirinya kertas itu, lalu dipungutnya. Dengan segera dikenalinya tulisan tangan Fatty yang rapi. Dengan jantung berdebar keras, dibacanya isi surat itu. "Fatty menemukan sesuatu," pikir Pip. "Mungkin ia menemukan perhiasan hasil curian. Dan kini menjaganya. Ia ingin agar kita semua ikut dalam urusan ini! Aku kembali saja sekarang untuk memberi tahu yang lain-lain, lalu kembali bersama mereka ke sini. Bukan main hebatnya petualangan ini! Fatty memang jago!" Pip pergi bergegas-gegas. Wajahnya berseri-seri. Sedang laki-laki yang mengintip dari balik jendela, memperhatikannya pergi dengan perasaan puas. Anak goblok itu pasti sebentar lagi kan datang lagi beserta kawan-kawannya, dan - kemudian mereka akan bisa dikurung semua - sebelum rahasia sampai terbongkar! Fatty melihat Pip pergi. Saat itu kesangsiannya timbul. Akan cukup cerdikkah Pasukan Mau Tahu, sehingga menduga bahwa di sela kalimat-kalimat itu pesan yang ditulisnya atas suruhan kedua penjahat, masih ada lagi pesan yang ditulis dengan tinta yang tak nampak? Bagaimana kalau mereka tidak menyadarinya? Mereka pasti akan terjebak nanti - dan ia yang menyebabkannya! 18 BAU JERUK Pip berlari-lari pulang ke rumah. Ia sangat bergairah Apakah yang ditemukan Fatty di Milton House? Mestinya sesuatu yang sangat menarik sehingga harus dijaganya terus. Sementara itu Bets sudah gelisah saat menunggu Fatty muncul. Anak perempuan itu berdiri di balik jendela kamar main. Buster ada sisinya. Anjing kecil itu menempelkan hidungnya ke kaca jendela, memandang ke luar dengan cemas. Ketika ia sudah sampai di depan rumah, ia mendongak lalu nyengir, ketika melihat Bets memperhatikan dari balik jendela. Surat Fatty yang ada di tangannya, dilambai-lambaikan. Seketika itu juga Bets menduga ada kabar baik. Kecemasannya langsung lenyap. Ia bergegas menuruni tangga menyongsong abangnya. Buster sudah tentu tidak mau ketinggalan. "Bagaimana kabar Fatty? Baik-baik saja? Apakah yang terjadi? Apakah itu surat dari dia," tanya Bets. Pip mendorong Bets, menyuruhnya naik tingkat atas lagi. "Jangan keras-keras'" tukasnya. "Nanti segala rahasia kita ketahuan!" Saat itu terdengar bunyi gong, memanggil keduanya makan siang. Ibu mereka menjengukkan kepala di ambang pintu. "Ayo makan," katanya. "Cepatlah sedikit, karena setelah ini aku harus segera pergi." Jadi tak ada waktu untuk menunjukkan surat dari Fatty pada Bets. Anak itu gelisah terus selama makan. sehingga menjengkelkan ibunya. Begitu makan siang selesai, Pip dan Bets bergegas naik ke tingkat atas. Di kamar main, Pip meletakkan surat tadi ke atas meja. "Lihatlah!"katanya."Fatty menemukan sesuatu yang menarik - dan sekarang ia di sana untuk menjaganya. Ia menyuruh kita semua datang menggabungkan diri. Jadi sebaiknya kita ke Larry secepat mungkin, untuk menjemput dia beserta Daisy." Bets membaca surat itu. Matanya bersinar-sinar. "Rupanya Fatty berhasil menyelidiki misteri yang kita hadapi," katanya kemudian. "Dia pintar sekali, ya?" "Yuk, kita cepat-cepat menjemput Larry dan Daisy sekarang," kata Pip "Fatty menghendaki kita datang selekas mungkin. Kita langsung menuju ke pintu depan Milton House, lalu mengetuknya keras-keras supaya dibuka oleh Fatty dari dalam." Pip dan Bets bergegas mengenakan pakaian hangat, lalu lari ke rumah Larry dan Daisy. Sesampai di sana keduanya bersiul-siul memanggil kedua teman mereka itu. "Kami ada di sini - di atas," seru Daisy sambil menjengukkan kepala dari salah satu kamar tingkat atas. "Ada kabar apa?" "Banyak," jawab Pip. Ia cepat-cepat naik tingkat atas. "Tadi pagi kami pergi ke rumah Fatty. Tapi menurut pembantu di sana, ia sama seka tidak pulang tadi malam!" "Astaga!" kata Daisy kaget. "Karenanya aku lantas pergi ke Milton Hous tanpa Bets dan Buster," sambung Pip. "Tahu-tahu surat ini dilemparkan dari salah satu jendela. Ternyata dari Fatty" Ditunjukkannya surat itu pada Larry dan Daisy yang segera membacanya. Keduanya langsung bersemangat. "He - rupanya Fatty menemukan sesuatu sana," kata Larry. "Rupanya ia masuk ke lubang batu bara, lalu naik ke kamar tersembunyi. Kurasa sebaiknya kita semua berangkat ke sana sekarang juga!" "Bets konyol sekali tadi malam - dan juga pagi ini," kata Pip. "Ia gelisah terus karena merasa Fatty sedang dalam bahaya. Ia bahkan menangis ketika ternyata Fatty belum pulang. Anak itu memang masih bayi." 'Tidak benar!" tukas Bets Mukanya merah padam. "Aku memang cemas sekali tadi, entah kenapa. Aku punya perasaan bahwa Fatty dalam bahaya! Dan terus terang saja, sekarang pun masih berperasaan begitu. Maksudku - entah kenapa, tapi aku merasa tidak enak." "O ya?" kata Daisy. "Aneh! Tapi sekarang sudah jelas, Fatty tidak apa-apa Kau kan sudah membaca suratnya." "Ya - aku tahu," jawab Bets, lalu membaca surat itu sekali lagi. "Cuma aku heran, apa sebabnya ia menandatangani dengan Freddie," katanya tiba-tiba. "Padahal biasanya ia selalu menyebut dirinya Fatty sekarang. Kurasa tak disengaja olehnya." Bets masih memperhatikan surat itu. Ia mengendus-endus, sambil memalingkan kepala ke sana dan kemari. "Ada apa?" kata Larry. "Kau ini kayak Buster saja, apabila mencium bau enak yang tak diketahui olehnya dari mana asalnya!" "Aku mencium sesuatu - tapi entah apa." kata Bets. "Bau apa ya? Ah - aku tahu sekarang - bau jeruk! Tapi di sini kan tidak ada jeruk!' "Ah, itu kan cuma perasaanmu saja." kata Pip. "Kau ini, selalu ada-ada saja." Diambilnya surat dari tangan Bets, hendak dilipat olehnya. Tapi tiba-tiba ia ikut mencium-cium. "Aneh - sekarang aku juga mencium bau jeruk," katanya. Bets menyentakkan surat dari tangan abangnya. Matanya bersinar-sinar, sementara kertas itu didekatkannya ke hidung. "Ini yang berbau jeruk," katanya bersemangat. "Cium sajalah, kalau tidak percaya!" Anak-anak mencium kertas surat itu. Ya, memang - tercium bau jeruk! Dan kesimpulan yang bisa diambil cuma ada satu, yaitu Fatty menulis pesan lain pada kertas surat itu - tapi dengan sari jeruk sebagai tinta yang tidak kelihatan! Bets terpaksa duduk. Lututnya terasa lemas. "Perasaan itu timbul lagi." katanya serius. "Asa sesuatu yang terjadi dengan Fatty. Kita periksa saja kertas ini, barangkali ada pesan rahasia." Daisy bergegas mengambil setrika. Rasanya lama sekali menunggu sampai alat itu panas. Kemudian setelah panas, dengan cekatan Pip menggosokkannya ke atas kertas surat. Seketika itu juga pesan rahasia dan Fatty nampak samar berwarna coklat. Anak-anak membaca dengan hati berdebar-debar. "Pasukan Mau Tahu, Jangan acuhkan surat yang pertama. Aku tertawan di sini. Ada sesuatu yang tidak beres sini, hanya aku tidak tahu persis apa itu. Hubungi Inspektur Jenks dengan segera dan ceritakan segala-galanya padanya. Ia akan tahu tindakan apa yang harus diambil. Kalian sendiri jangan mendekati tempat ini. Fatty" Anak-anak terdiam selama beberapa saat. Mereka berpandang-pandangan Tahu-tahu misteri mereka ternyata begitu serius dan berbahaya. Kini Fatty tertawan! Apa sebabnya surat yang pertama ditulisnya? "Rupanya dipaksa orang-orang ya menawannya." kata Larry, setelah berpikir-pikir "Mereka hendak meringkus kita semua, karena mengetahui rahasia kamar tersembunyi itu. Tapi untung Fatty lebih cerdik. Ia berhasil menulis pesan rahasia bagi kita pada kertas surat yang sama!" "Tapi nyaris saja kita tidak mengetahuinya," kata Daisy. "Wah, bayangkan - nyaris kita berangkat beramai-ramai ke Milton House dan mengetuk pintu depan di situ. Pintu akan terbuka dan begitu kita masuk pasti akan langsung disergap'" "Kita memang tolol tadi, tidak teringat untuk menguji apakah pada surat itu ada pesan rahasia atau tidak." kata Pip. "Hal-hal kayak begitu seharusnya secara otomatis kita lakukan." "Untung Bets tajam penciumannya," kata Larry. "Jika ia tadi tidak mencium bau sari jeruk, pasti karang kita semua sudah tertangkap penjahat. Untung ada Bets! Dia memang anggota Pasukan Mau Tahu yang baik. Dialah yang berhasil mengetahui adanya pesan rahasia itu." Wajah Bets berseri-seri mendengar pujian itu. "Ternyata perasaanku yang tidak enak tentang Fatty benar, kan?" katanya. "Aduh, mudah-mudahan saja ia tidak terlalu sedih sekarang? Bagaimana Pip - apakah tidak sebaiknya kita segera saja menelepon Pak Inspektur? Aku ingin cepat-cepat melaporkan segala-galanya kepadanya." "Aku akan meneleponnya sekarang." kata Larry. Anak-anak lantas beramai-ramai turun ke tingkat bawah Larry yang menelepon Inspektur Jenks yang tinggal di kota besar terdekat. Tapi sial, ternyata Pak Inspektur sedang pergi. "Baru sejam lagi ia kembali. Kini bagaimana? Tak ada gunanya jika kita ke Milton House," kata Larry. "Jika orang-orang itu berhasil meringkus Fatty, kita pun pasti akan tertangkap oleh mereka dengan salah satu cara. Jika itu terjadi, kita tidak bisa lagi menolong Fatty. Jadi kita harus bersabar, menunggu Pak Inspektur kembali." "Ba-bagaimana jke kita menghubungi si Ayo Pergi?" kata Bets. Ia tidak menyukai Pak Goon. Tapi di pihak lain, ia ingin sekali mencari bantuan untuk menyelamatkan Fatty. "Apa? Rahasia kita, kita ceritakan pada si Ayo Pergi?" tukas Pip. "Kau sudah sinting rupanya Bets. Lagipula, sekarang ia kan sedang sakit pilek. Aku mendengarnya dari pembantu kita, yang juga bekerja untuknya. Untuk sementara waktu, Ayo Pergi takkan bisa pergi ke Milton House!" Tapi Pip keliru sangka. Memang, Pak Goon pernah terpaksa berbaring di tempat tidur karena pilek. Tapi cuma satu hari saja. Keesokan harinya ia sudah bangun lagi, walau masih selalu pilek, ia bertekat hendak selekas mungkin melakukan penyelidik ke Milton House. Bahkan pada saat itu juga polisi desa itu sedang dalam perjalanan ke sana! Ia berjalan kaki, karena salju masih tebal di jalan-jalan. Sesampai di Chestnut Lane, dilihatnya bekas ban mobil di situ. Dalam hati ia bertanya-tanya, apakah kendaraan itu menuju ke Milton House. Ia merasa senang, ketika ternyata kendaraan itu berhenti di depan rumah itu. "Ha! Rupanya ada orang datang dengan mobil besar ke rumah kosong ini." kata Pak Goon pada dirinya sendiri. "Aneh! Ya - ada sesuatu y terjadi di sini - dan anak-anak iseng itu rupa mencium hal itu. Yah, mereka keliru sangka apabila mengira bisa sendiri saja menyelidiki misteri ini!" Sikap Pak Goon dengan segera berubah. Biarpun sedang pilek, ia menyadari tugasnya sebagai polisi desa. Ia menarik ikat pinggangnya ke atas, supaya celana dinasnya jangan kedodoran. Topi helmnya dihenyakkan lebih dalam menutupi kepala. Kemudian ia menyelinap masuk ke pekarangan Milton House. sambil berjaga-jaga jangan sampai kelihatan dari jendela rumah. Dilihatnya jejak sepatu menuju ke pintu depan dan kembali lagi. Jejak itu banyak. Pak Goon menggaruk-garuk kepalanya, sambil berpikir-pikir. Kelihatannya di rumah itu ada orang. Mungkinkah pemiliknya yang sah? Apa yang mereka lakukan di itu? Dan apa sebabnya anak-anak selalu berkeliaran di situ? Jangan-jangan pencuri perhiasan Sparling ada di rumah itu, menyembunyikan hasil perampokan mereka! Pak Goon kepingin memasuki rumah kosong itu. Ia ingin mengadakan pemeriksaan di dalamnya. Tapi ia ingin melakukannya, tanpa ketahuan orang. Ia merasa pasti, anak-anak sudah melakukannya. Sementara itu hari sudah mulai gelap. Kelihatannya salju akan turun lagi. Pak Goon mengelilingi rumah sambil menyelinap. Tiba-tiba kaget karena melihat lubang di tanah. Dekat Pintu dapur. Dengan segera dikenalinya bahwa itu lubang tempat memasukkan batu bara yang tutupnya di buka. Ditatapnya lubang itu dengan heran. Mungkinkah ada orang masuk lewat situ? Ya - mungkin anak-anak iseng itu lagi, dan kini mereka yang mencari-cari perhiasan curian yang mungkin disembunyikan di situ. Muka Pak Goon sudah merah, menjadi bertambah merah. Ia kesal, membayangkan kemungkinan anak-anak itu akan kembali dipuji-puji oleh Inspektur Jenks, karena berhasil menemukan perhiasan curian itu di daerah dinas Pak Goon. Polisi desa itu semakin bertekat masuk ke dalam rumah. Kalau anak-anak ternyata ada di dalam, ia hendak mengejutkan mereka. Ia akan berteriak-teriak. memarahi mereka! Dengan hati-hati sekali Pak Goon masuk ke dalam lubang. Nyaris saja ia tersangkut di situ karena badannya gendut. Tapi ia berhasil meloloskan diri. lalu terjatuh di atas tumpukan batu bara. "Nah! Sekarang aku naik ke atas lalu memeriksa rumah ini," katanya puas. "Kalau anak-anak itu ada di sini, aku akan menyergap mereka. Biar mereka setengah mati ketakutan nanti! Biar tahu rasa mereka - berani mencampur urusan polisi. Akan kuhajar mereka sampai kapok!" 19 PAK GOON KAGET Sementara itu, apakah yang terjadi dengan Fatty? Kedua laki-laki yang menangkapnya mengambil surat yang sudah ditulisnya. Kemudian mereka ke uar, sedang Fatty dikurung lagi dalam kamar tersembunyi itu. Menurut dugaan Fatty. pasti mereka hendak menunggu kedatangan salah seorang anggota Pasukan Mau tahu. Fatty menghampiri jendela untuk mengamat-amati. Tapi pagi itu tidak ada yang datang. Pip baru muncul setelah saat makan siang. Fatty melihat temannya itu mengambil kertas surat yang dijatuhkan dari jendela atas. Fatty melihat Pip, tapi ia tidak berani bersiul untuk memanggilnya. Harapan satu-satunya adalah bahwa Pip akan kembali, lalu berhasil membaca pesan rahasianya. Mudah-mudahan saja anak-anak bisa menduga bahwa ada pesan rahasia untuk mereka di sela surat yang ditulisnya dengan tinta biasa! Tak lama kemudian kedua laki-laki itu muncul lagi. "Nah, kurasa sebentar lagi kawan-kawanmu akan muncul di sini," kata yang berbibir tipis, "dan kau tentu akan senang, apabila tidak usah sendiri lagi! Kau akan makan siang dalam kamar yang tidak senyaman kamar ini. Lalu nanti jika kawan-kawanmu sudah datang, semua akan kami masukkan sekamar denganmu." Fatty digiring keluar dari kamar tersembunyi lalu dibawa ke kamar lain yang letaknya satu tingkat lebih rendah Kamar itu kosong dan dingin. "Ini - beberapa potong roti sandwich untukmu," kata laki-laki yang bermuka merah sambil menyodorkan beberapa potong roti pada Fatty. "Dan ini air minum segelas, Kau akan kami kunci di sini. Nanti kawan-kawanmu akan kami masukkan ke sini pula, jika sudah kami tangkap semua. Dan setelah itu kalian akan terpaksa mendekam beberapa hari di sini, sampai urusan penting kami beres. Setelah itu kami akan menelepon polisi, atau orang tua kalian, untuk mengatakan di mana kalian berada. Setelah pengalaman ini mungkin kalian akan kapok dan tidak akan mencampuri urusan orang lain lagi." Setelah berkata begitu. Fatty ditempeleng olehnya. Kemudian kedua laki-laki itu pergi. Fatty mendengar bunyi anak kunci diputar. "Dalam kamar ini memang dingin dan tidak enak," pikir Fatty. "Tapi di pihak lain, kurasa aku bisa keluar dari kamar terkunci ini! Di sini tidak permadani dan di bawah daun pintu ada celah yang cukup lebar Akan kutunggu dulu sampai semua sudah sepi - setelah itu akan kugunakan siasatku." Ia pergi ke jendela. Minggat lewat situ sekali tidak mungkin, karena jarak ke tanah cukup tinggi. Dan di dekat situ tidak ada pohon yang bisa dituruni. Fatty memakan rotinya dengan lahap, sambil berjongkok di sudut kamar yang berdebu itu. Ia merasa sakit hati. Menurut pendapatnya, kedua laki-laki itu jahat. Persediaan makanan mereka banyak dalam kamar tersembunyi. Tapi ia hanya diberi beberapa potong roti sandwich saja sehari itu. Padahal Fatty biasa paling sedikit makan empat kali dalam sehari! Sehabis makan dan minum, ia pergi ke pintu lalu memasang telinga di situ. Tapi ia tidak mendengar apa-apa di luar. Mula-mula ia agak sangsi, untuk segera berusaha minggat saat itu juga. Jangan-jangan kedua penawannya sedang tidur-tiduran dalam kamar tersembunyi di tingkat paling atas. Ia tahu bahwa orang-orang itu sebenarnya bertiga, walau ia belum melihat yang bernama Jarvis. Kemungkinannya orang itu pembantu atau pelayan. Mungkin Jarvis ditugaskan untuk menunggu kedatangan anak-anak. Akhirnya Fatty merasa sudah waktunya untuk menyorongkan kertas korannya ke luar lewat celah di bawah daun pintu. Dengan koran itu hendak tadahnya anak kunci yang akan didorongnya dari dalam. Tapi saat itu pula ia mendengar langkah orang berjalan di luar. Fatty bergegas kembali ke sudut kamar, lalu duduk di situ. Tapi ternyata tidak ada orang masuk. Fatty memandang arlojinya. Hari sudah semakin sore. Mungkin lebih baik menunggu sampai gelap dulu, pikirnya. Karena kalau sudah gelap, tentu takkan nampak kertas koran yang terselip ke luar di bawah daun pintu. Sedang saat itu orang yang lewat pasti akan langsung melihat dan merasa curiga. Fatty memutuskan untuk bersabar dulu. Ia merasa capek, lapar dan kedinginan. Saat itu sama sekali tidak merasa senang mengalami petualangan itu. Tapi petualangan kadang-kadang memang mengandung saat-saat yang tidak enak. Sedang pengalaman pahitnya saat itu terjadi karena salahnya sendiri! Ketika hari sudah mulai gelap, Fatty memandang ke luar dari jendela. Ia merasa seperti melihat seseorang yang sedang merunduk dalam semak pagar Siapakah itu? Dalam hati Fatty berharap, mudah-mudahan saja bukan salah seorang anggota Pasukan Mau Tahu! Ia tidak bisa mengenali pakaian seragam biru yang dipakai orang itu. Jadi ia tidak tahu bahwa yang bersembunyi di situ Pak Goon, yang baru saja masuk. Fatty memutuskan untuk segera saja berusaha minggat, karena siapa tahu - jangan-jangan yang di luar itu salah seorang temannya! Kalau benar, harus bergegas memperingatkan. Lalu mereka akan lari bersama-sama, dan memberi tahu Inspektur Jenks. Sesaat didekatkannya telinga ke daun pintu. Tapi di luar tidak terdengar apa-apa. Dengan cepat diselipkannya koran lewat celah di sebelah bawah sehingga tinggal satu sudutnya saja yang masih nampak di dalam. Kemudian ia mulai menyodok-nyodok anak kunci yang terselip dalam lubangnya. Tiba-tiba anak kunci itu terjatuh, tepat di atas koran yang terhampar di bawahnya. Jantung Fatty berdebar keras. Sebentar lagi ia akan berhasil minggat! Ia pun mulai menarik kertas koran dengan pelan-pelan Saat itu sangat mendebarkan baginya. Akan bisakah anak kunci itu lewat di bawah daun pintu? Ternyata bisa. Begitu anak kunci mulai terlihat dengan segera Fatty memungutnya lalu memasukkannya ke dalam lubang kunci. Anak kunci diputarnya dengan hati-hati lalu dibukanya pintu. Fatty mengintip ke luar. ke arah tangga rumah. Tidak ada orang di situ. Pintu dikuncinya kembali dari luar. sedang anak kunci dibiarkannya terselip di lubangnya Jadi kalau penawannya nanti lewat, mereka akan menyangka ia masih ada di dalam. Fatty berpikir, mencari cara terbaik untuk keluar dari rumah itu. Ia tidak berani lewat pintu depan, soalnya jika pintu itu nanti ditutup kembali bunyinya akan terdengar orang-orang yang di atas. Sedang kalau dibiarkan terbuka, nanti akan segera terlihat. Akhirnya ia memutuskan, sebaiknya kembali saja ke gudang di bawah tanah lalu keluar lewat lubang batu bara. Hari sudah gelap sekali, sehingga takkan ada yang melihatnya keluar nanti. Fatty menyelinap menuruni tangga, lalu merayap melintasi dapur menuruni pintu gudang. Tangannya meraba-raba anak kunci pintu itu. Ia berpendapat sebaiknya pintu dikunci saja apabila ia sudah berada dalam gudang. Karena dengan begitu takkan ada yang bisa mengejarnya ke situ, apabila nanti ternyata ia tidak bisa keluar lewat lubang batu bara. Anak kunci sudah diambilnya. Ambang pintu dilewati, dan ia berdiri di anak tangga paling atas. Pintu ditutupnya kembali lalu dikunci. Fatty menarik napas panjang. Untuk sementara ia selamat! Ketika ia mulai menuruni tangga menuju ke gudang. tiba-tiba ia tertegun. Jantungnya seakan berhenti berdenyut sesaat, karena kaget. Ada orang masuk ke dalam gudang - lewat lubang batu bara! Ia mendengar bunyi napas mendengus-dengus. Siapakah itu? Yang pasti, bukan anggota Pasukan Mau Tahu! Jantung Fatty berdebar keras. Didengarnya orang yang baru masuk itu melompat ke atas tumpukan batu bara. Menurut perasaannya, pasti itu salah seorang dari penawannya. Tapi ia tidak mengerti apa sebabnya orang itu masuk ke rumah lewat jalan itu. Dengan cepat Fatty mengambil keputusan. Ketika orang yang baru masuk itu masih terpeleset-peleset di atas tumpukan batu bara, ia sudah ditubruk Fatty sehingga terpelanting ke sudut gudang. Dan sebelum ia bisa bangkit lagi. Fatty sudah cepat-cepat naik ke atas tumpukan batu bara. Ia menggapai-gapai tepi lubang yang terdapat di atas kepalanya. Lalu menjunjung dirinya ke atas. Dengan napas tersengal-sengal ia berhasil keluar, sementara di bawah terdengar dengusan napas disertai erangan. Fatty sama sekali tidak tahu bahwa yang tubruknya tadi sebenarnya Pak Goon. Ketika ia udah berhasil keluar lubang, ia langsung mencari-cari tutupnya. Baru saja tutup itu hendak diletakkan di atas lubang ketika Pak Goon bangkit, mengambil senter yang terselip di pinggang lalu menyorotkannya ke arah lubang. Pak Goon kaget sekali ketika melihat anak Prancis itu menatap dan atas. Ya - tidak keliru lagi! Ia mengenali rambut yang ikal berwarna hitam wajah yang pucat serta gigi tersembul yang besar-besar seperti kapak. Pak Goon marah sekali sehingga tidak mampu bicara dengan benar. Sedang Fatty yang silau kena sinar senter, cepat-cepat memasang tutup lubang batu bara itu ke tempatnya kembali. Tapi ia masih khawatir. jangan-jangan orang yang di bawah itu berhasil keluar lagi. Karenanya ia menyeret sebuah tong yang ada di dekat situ lalu meletakkannya di atas tutup lubang, Tong itu seperempatnya berisi air. Kini pasti orang itu takkan bisa lagi keluar, baik lewat lubang maupun melalui pintu. Fatty merasa lebih tenang sekarang. Sedang orang yang tertawan dalam gudang itu berteriak-teriak. Tapi suaranya nyaris tak terdengar di luar. Menurut Fatty, orang-orang yang di atas pasti takkan mendengar dia. Setelah itu Fatty menyelinap mendekati semak-semak pagar, mencari kalau-kalau ada orang lain di situ. Tapi tak ada orang dijumpainya. Kemudian ia mendengar bunyi aneh. Bunyi apakah itu? Bunyinya pelan dan mendengung. "Kedengarannya kayak pesawat terbang," kata Fatty dalam hati lalu mendongak. Ia tercengang ketika tiba-tiba nampak jalur sinar menyorot dari arah atap Milton House. "Ada cahaya memancar dari atas atap," pikir Fatty. "Mungkinkah bunyi itu suara pesawat terbang - dan cahaya yang nampak itu membimbing pesawat ke lapangan terdekat supaya bisa mendarat di situ? Tempatnya memang cukup lapang untuk dijadikan jalur pendaratan." Ia menunggu sebentar dalam semak. Bunyi mendengung itu semakin mendekat. Kedengarannya seperti berputar-putar. Lalu setelah beberapa saat. bunyi itu lenyap. Fatty merasa yakin, ada pesawat terbang mendarat di lapangan yang terdapat di belakang Milton House. Sedang sinar terang yang tadi menyorot dari atap Milton House sudah padam kembali. Fatty pergi ke pondok peranginan. Ia menunggu di situ, sambil berkerudung selimut Tidak lama kemudian terdengar langkah orang masuk lewat pintu pagar yang terdapat di sisi belakang kebun. Nampak pula cahaya lentera terayun-ayun. Rupanya orang yang datang dengan pesawat terbang tadi mendatangi mereka yang ada di Hilton House! Tiba-tiba Fatty merasa takut sekali. Ia tidak mengerti, apa sebetulnya yang sedang terjadi. Yang diketahuinya cuma bahwa urusan itu sangat misterius serta berbahaya. Jadi sebaiknya ia lari saja secepat mungkin dari situ. Sementara itu ia teringat pada kawan-kawannya. Apakah mereka membaca pesannya yang ditulis dengan tinta rahasia? Lalu apakah mereka sudah menelepon Inspektur Jenks? Sepanjang pengetahuan Fatty, setelah Pip datang dan memungut suratnya yang dilemparkan dan jendela atas, tak ada lagi yang datang ke Milton House untuk mencarinya. Menurut pendapat Fatty, lebih baik ia cepat-cepat pergi ke rumah Pip atau Larry untuk meyakinkan diri, apakah sudah ada tindakan yang diambil atau tidak. Apabila tidak ada tindakan yang diambil dengan segera, orang-orang itu akan bisa menyelesaikan urusan mereka yang entah apa lalu melarikan diri! "Jika aku tidak bisa mencari bantuan saat ini juga, orang-orang itu nanti akan bisa minggat," pikir Fatty. "Karena setiap saat mereka akan bisa tahu bahwa aku berhasil lari dari kamar itu, dan karenanya akan menyadari bahaya yang mengancam. Mereka tinggal naik ke pesawat terbang lalu kalau mau bisa berangkat ke negeri asing." Fatty menyelinap lewat semak pagar menuju Chestnut Lane, lalu menyusuri tepi jalan itu. Tapi tahu-tahu ia terbentur pada seseorang yang juga sedang berjalan menyelinap di situ, dari arah berlawanan! Orang itu mencengkeram Fatty sehingga ia tidak bisa membebaskan diri. Cahaya senter memancar menerangi mukanya dan terdengar suara galak bertanya, "Kau siapa dan apa yang kaulakukan di sini?" Fatty mengenal baik suara itu. "Inspektur Jenks! Aduh, lega rasanya mendengar suara anda." Muka Fatty diterangi sorotan senter lagi. "Kau kenal aku?" tanya suara galak itu. "Kau siapa?" Inspektur Jenks tidak mengenali Fatty yang sedang menyamar itu. Tambahan lagi tampang Fatty kotor sekali saat itu, kena debu batu bara. "Aku Frederick Trotteville." kata Fatty. "Cuma aku sedang menyamar. Pak Inspektur." "Jangan ribut-ribut," kata Inspektur Jenks, lalu menarik Fatty ke lapangan di belakang pagar. "Berbisik kalau bicara! Apa yang kaulakukan di sini? Teman-temanmu tadi menelepon aku. Aku bingung mendengar laporan mereka. Tapi walau begitu aku kemari juga, untuk memeriksa apa sebetulnya yang sedang terjadi." "Syukurlah," kata Fatty lega. "Jadi ternyata teman-teman menduga bahwa aku menuliskan pesan rahasia, lalu membacanya." "Betul." kata Inspektur Jenks. "Lalu seperti kukatakan tadi, aku lantas bergegas datang dengan mobil. Setelah kudengar keterangan teman-temanmu, aku pergi ke tempat Pak Goon. Aku ingin tahu, apakah ia tahu-menahu tentang hal ini. Sebab ada kemungkinannya bahwa ia tahu, cuma tidak mengatakannya pada kalian." "Aduh," keluh Fatty, "padahal kami tidak ingin Ayo Pergi mengetahuinya." "Memang tidak," kata Inspektur Jenks. "Ia tidak ada di rumah dan tidak ada yang tahu di mana ia sekarang Kau barangkali tahu?" "Tidak," kata Fatty. Ia sama sekali tidak mengira bahwa saat itu Pak Goon terkurung olehnya dalam gudang batu bara di Milton House. "Kemudian kuputuskan untuk pergi saja ke Milton House," sambung Inspektur Jenks. "tapi tahu-tahu terbentur engkau di sini. Apa sebetulnya yang terjadi, Frederck? Sungguh-sungguh seriuskah urusan ini - atau cuma pencurian kecil-kecilan saja?" "Justru itulah yang tidak kuketahui Pak," kata Fatty. "Sungguh aku tidak tahu. Aku benar-benar bingung saat ini. Tapi baiklah kuceritakan saja segala-galanya yang kuketahui." Fatty mulai bercerita, tentang kamar tersembunyi, lalu kedua laki-laki yang menawannya di situ serta laki-laki satu lagi. bernama Jarvis yang tidak dilihatnya. Disambung dengan kedatangan pesawat terbang yang membawa orang-orang lagi yang kemudian pergi ke rumah itu. Fatty juga tidak lupa bercerita, bahwa ia berhasil mengurung seseorang dalam gudang di bawah tanah. "Jadi yang jelas, seorang di antara mereka pasti bisa Anda tangkap, Pak." katanya, "jika yang lain-lainnya berhasil melarikan diri. O ya - hampir saja aku lupa. Aku berhasil mengambil buku untuk Anda. Menurut perkiraanku, tentu penting isinya. Barangkali saja Anda tahu maksudnya. Aku sendiri tidak mengerti sedikit pun." Diterangi cahaya senternya, Pak Inspektur meneliti isi buku catatan yang diambil Fatty dari lemari kecil dalam kamar tersembunyi. Sesaat kemudian Pak Inspektur bersiul kaget. "Ya - aku mengerti isi buku ini!" katanya. Fatty merasakan kegairahan petugas polisi itu. "Ini buku sandi, berisikan nama-nama asli dan palsu dari para anggota suatu gerombolan penjahat yang terkenal, lengkap dengan alamat mereka! Bagus, Frederick! Sekarang cepatlah pergi ke telepon terdekat. Kau menelepon nomor ini dan bilang bahwa aku meminta agar semua pasukan polisi datang ke sini dengan segera. Jangan buang-buang waktu lagi. Segera, kataku. Mengerti?" Semangat Fatty berkobar. Misteri yang pernah dialaminya bersama Pasukan Mau Tahu sudah menarik. Tapi ini jauh lebih menarik dan menegangkan! Ia bergegas pergi, meninggalkan Inspektur Jenks yang terus mengamat-amati Milton House. Dengan segera Fatty berhasil mendapat sambungan. Rupanya nomor yang diberikan Pak Inspektur tadi nomor pesawat telepon khusus. Fatty menyampaikan pesan Inspektur Jenks. "Baiklah! Dalam waktu sepuluh menit kami akan sudah ada di sana" jawab seseorang dengan nada tegas. Fatty meletakkan gagang pesawat telepon ke tempatnya kembali. Perasaannya gelisah. Kini ia harus kembali ke tempat tadi, untuk melihat peristiwa yang akan terjadi selanjutnya. Pasti menegangkan sekali! Tapi - ia merasa tidak adil, apabila teman-temannya tidak diberi tahu. Mereka pasti ingin pula menjadi saksi kejadian itu. Menurut perasaannya pasti takkan berbahaya apabila mereka melihat dari jalan besar saja. Fatty bergegas ke rumah Pip. Untung saat itu seluruh anggota Pasukan Mau Tahu sedang berkumpul di situ. Mereka sangat cemas. Tapi juga sangat senang, karena kini Inspektur Jenks sudah datang untuk mengambil alih pengusutan. Tiba-tiba Buster menggonggong dengan ribut. Dengan segera Bets tahu. yang terdengar berjalan naik tangga rumah pasti Fatty. Bets lari ke pintu menyongsongnya. Begitu Fatty sampai di atas, ia langsung dirangkul oleh Bets. yang setelah itu menariknya masuk ke dalam kamar. "Kau tidak apa-apa. Fatty? Bagaimana kau sampai berhasil keluar dari sana? Aduh, Fatty - kami cemas sekali memikirkan nasibmu!" "Tolong ambilkan makanan apa saja untukku," kata Fatty. "Perutku lapar sekali rasanya! Kalian sebetulnya tidak perlu khawatir tentang aku. Aku tidak apa-apa!" "Tapi tampangmu, kocar-kacir," kata Pip. "Dekil dan kumal!" "Biar!" kata Fatty, sambil melahap biskuit yang diambilkan Bets. "Pokoknya aku asyik. Sambil pergi, akan kuceritakan segala-galanya nanti." "Pergi?" kata Daisy heran. "Pergi ke mana?" "Ke Milton House, untuk menonton keramaian yang terjadi," kata Fatty. "Baru saja aku menelepon, memanggil pasukan polisi bersenjata. Atas perintah Inspektur Jenks!" Anak-anak berseru kaget Fatty ditatap teman temannya dengan pandangan heran bercampur kagum. "Tapi - apakah tidak berbahaya?" tanya Bets ragu. "Berbahaya sekali - tapi tidak bagi kita!" kata Fatty. "Bagaimana - kalian mau ikut atau tidak? Nanti sambil berjalan akan kuceritakan segala-galanya! Tapi kita harus berangkat sekarang juga, supaya jangan terlambat." Tentu saja anak-anak berangkat dengan segera. Ketika mereka baru saja melewati puncak bukit. sebuah mobil polisi yang besar lewat dengan laju! "Itu dia - Pasukan Bersenjata!" kata Fatty "Kalian lihat mereka tadi? Wah - cepat sekali datangnya!" Mobil besar itu melaju menaiki bukit. Anak-anak mempercepat langkah, menyusul rombongan mobil itu. Jantung mereka berdebar-debar. Bets memegang lengan Fatty erat-erat. Buster tidak mau ketinggalan. Ia juga ikut bergegas-gegas, sampai lupa berjalan pincang. Akhirnya mereka sampai di pintu gerbang pekarangan Milton House. Mobil polisi berhenti di dekat situ. Nampak sosok tubuh gelap bergerak menyelinap. Itulah para anggota Pasukan Bersenjata, yang bergerak menempati pos masing-masing menurut instruksi Inspektur Jenks! "Ia mengatur orang-orangnya mengepung Milton House," bisik Fatty pada teman-temannya. Napasnya terasa sesak karena gelisah dan bersemangat. "Lihatlah - seorang pergi ke arah sana - dan yang itu, dia pergi ke balik rumah. Aku ingin tahu, bagaimana cara mereka masuk nanti." Inspektur Jenks mengambil cara yang paling gampang. Ia membaca surat yang ditulis Fatty pada Pasukan Mau Tahu. Di situ dilihatnya bahwa Fatty menyuruh teman-temannya mengetuk pintu apabila datang. Jadi apabila ia atau orang-orangnya pergi ke pintu depan lalu mengetuk keras-keras. orang-orang yang ada di dalam mungkin akan menyangka yang datang itu pasti anak-anak. Mereka akan mengira anak-anak itu datang karena menuruti panggilan Fatty. Ketika anak buahnya sudah menempati kedudukan masing-masing di sekeliling rumah, Inspektur Jenks pergi ke pintu depan lalu mengetuknya keras-keras. Anak-anak yang berada di jalan kaget ketika mendengar bunyi yang tiba-tiba itu. Dengan segera pintu depan terpentang lebar. Mungkin Jarvis yang membuka. Tentunya ia menduga yang datang itu anak-anak. Tapi kagetnya bukan main. ketika tahu-tahu muncul sesosok tubuh kekar. Apalagi ketika ada moncong pistol yang disodorkan ke depan dadanya. "Jangan ribut!" kata laki-laki bertubuh kekar yang muncul dengan tiba-tiba itu. Pak Inspektur segera disusul oleh tiga orang anak buahnya. Pintu ditutup lagi pelan-pelan Jarvis yang ketakutan, langsung diborgol. Inspektur Jenks menyelinap menaiki tangga rumah, diikuti oleh dua anak buahnya. Ketiga-tiganya memakai sepatu bersol karet, sehingga langkah mereka tidak kedengaran. Mereka naik terus sampai ke tingkat paling atas. Mereka menuju ke kamar, dari mana nampak cahaya terang lewat lubang kunci. Itulah kamar tersembunyi, di mana penjahat sedang berkumpul. Tiba-tiba saja Inspektur Jenks membuka pintu kamar itu. Tangannya menggenggam pistol. Ia tidak mengatakan apa-apa. Dilihatnya ada lima orang laki-laki dalam kamar. Semuanya meloncat bangkit ketika Inspektur Jenks menerjang masuk. Dan begitu melihat wajahnya yang keras para penjahat itu langsung mengangkat tangan. Baru saat itu Inspektur membuka mulut. Ia berbicara dengan suara tenang. "Ah - nyaman juga kelihatannya tempat ini," katanya. "Apa kabar Finnigan - atau namamu sekarang sudah ditukar menjadi John Henry Smith? Dan kulihat kau juga ada di sini, Lammerton. Wah - ini benar-benar suatu peristiwa menyenangkan yang sama sekali tak kusangka-sangka sebelumnya!" Kedua laki-laki yang disapa cemberut. Yang satu laki-laki yang berbibir tipis, sedang temannya yang bermuka merah. Pak Inspektur menatap penjahat yang lain-lainnya. Salah satu di antara mereka buru-buru bicara. "Saya tidak ikut dalam urusan ini, Inspektur! Baru tadi, ketika saya dibawa ke sini dengan pesawat terbang. saya mengetahui bahwa mereka berniat jahat!" "O Ya?" kata Inspektur Jenks dengan sikap tidak percaya. "Kau bukannya biasa menjual barang antik yang luar biasa? Ah, tentu saja tidak! Kau tidak tahu apa-apa tentang pencurian jambangan bunga berharga milik pangeran Belgia itu ya? Kau sama sekali tak bersalah." "Dan kau!" katanya lagi, sambil menatap seorang penjahat lainnya. "Kau tidak tahu apa-apa tentang pencurian lukisan mahal dan galeri seni di Paris itu. bukan? Yah - aku cuma bisa mengatakan sial bahwa bandit-bandit hebat yang sudah terkenal tertangkap basah di sini. berkumpul dengan sejumlah penadah barang antik yang juga tidak kalah terkenalnya. yang diketahui bersekongkol dengan teman-teman sejenis di seberang Atlantik!" "Percuma mungkir lagi," kata laki-laki yang kelima. dengan suara masam "Aku sudah selalu mengatakan tempat berkumpul di sini terlalu berbahaya." "Tapi selama ini kan aman?" kata Inspektur Jenks. "Aman dan tenang! Tempat baik untuk berkumpul merencanakan perbuatan jahat berikutnya. Dan juga tempat penyembunyian yang baik, untuk menyimpan barang curian dan perampokan sampai keadaan sudah tenang kembali. Dan setelah itu kalian bisa menjual semuanya ke Amerika. Bukan main - jendela berterali supaya barang kalian aman di sini. Polisi di seluruh dunia sibuk mencari-cari gerombolan kalian ini sejak bertahun-tahun. Aku senang karena tahu bahwa kalian akan lama sekali mendekam di penjara!" Anak buah Inspektur Jenks sementara itu masuk ke dalam kamar, lalu memborgol kelima penjahat itu. "Kalian cuma sebegini saja?" tanya Inspektur Jenks. "Di bawah masih terkurung seorang lagi." "Selidiki saja sendiri." tukas orang yang bernama Lammerton dengan sengit. "Ah, memang akan kami lakukan." jawab Inspektur. "Tentunya kalian juga tahu bahwa rumah ini sudah dikepung polisi. Untuk berjaga-jaga menghadapi setiap kemungkinan!" Para penjahat tidak mengatakan apa-apa lagi. Semuanya kelihatan masam. Inspektur Jenks memberi instruksi dengan nada tegas, dan kesemuanya digiring ke luar. Sementara itu Inspektur memeriksa kamar itu sebentar Kemudian ia juga turun ke tingkat bawah. Kelima penjahat itu disuruh berdiri berjejer dalam gang, bersama Jarvis. Tempat itu diterangi sebuah senter yang diletakkan seorang polisi di atas sebuah rak. Pasukan Mau Tahu sementara itu menyelinap ke pintu depan, lalu memandang ke dalam. Menurut perasaan mereka, keadaan pasti sudah aman sekarang. "Astaga'" kata Larry. "Coba lihat mereka itu - tampang mereka jahat-jahat semuanya! Apakah mereka sebenarnya, Fatty? Pencuri, mata-mata, atau apa?" "Apa saja mungkin!" kata Fatty sambil mengintip ke dalam, "Pokoknya mereka bertampang penjahat'" Tiba-tiba Fatty terpeleset lalu jatuh. Seketika itu juga pintu depan terpentang lebar dan seorang polisi menjengukkan kepalanya ke luar. "Siapa itu?" tanyanya. "Cuma kami saja," kata Fatty sambil nyengir. Mukanya diterangi cahaya senter. "Halo, Pak Inspektur - kami datang karena ingin menonton keramaian ini." "Kalian sebetulnya tidak boleh kemari, karena mungkin saja tadi terjadi tembak-menembak," kata Inspektur Jenks. "Frederick! Dan mereka ini, yang mana yang paling sering kaulihat selama ini?" Fatty menuding laki-laki yang berbibir tipis serta yang bermuka merah. "Semua sudah diringkus?" tanyanya. "Lalu bagaimana dengan yang kukurung dalam gudang batu bara d bawah?" Para penjahat kelihatannya tercengang. Laki-laki yang berbibir tipis menyapa Fatty. "Bagaimana kau sampai bisa keluar dari kamar terkunci?" tukasnya "Masa kau mau tahu rahasiaku! Tidak bisa dong." jawab Fatty. "Mereka ini bertujuh. Pak Inspektur - dengan yang ada di gudang. Apakah dia tidak perlu diambil?" "Kami cuma berenam," kata laki-laki berbibir tipis. "Selain itu tidak ada lagi." Saat itu muncul seorang polisi dari tempat gelap "Pak, di bawah tanah ada orang," katanya pada Inspektur Jenks, "Tadi saya sedang berjaga-jaga di belakang ketika tahu-tahu terdengar suara teriakan samar-samar Tapi saya tidak tahu, dari arah mana datangnya!" "Itu dia orang yang kukurung dalam gudang batu bara kata Fatty. "Dia harus kita ambil juga!" 20 MISTERI BERAKHIR "Ayo. kalau begitu kita jemput dia," kata Inspektur Jenks. Dikeluarkannya lagi pistolnya. "Kalian yang lain tinggal di sini. Hanya Frederick saja yang perlu ikut, untuk menunjukkan jalan. Nanti kalau aku membuka pintu gudang itu, kau harus berlindung, Frederick!" Dengan bangga Fatty mendului berjalan ke pintu gudang, lalu mengeluarkan anak kunci yang dikantongi selama itu. Dari arah bawah terdengar suara orang berteriak-teriak. Sekali-sekali terdengar bunyi barang jatuh. Rupanya si Ayo Pergi tergelincir dari tumpukan batu bara. setiap kali ia berusaha memanjat ke luar. Sementara Fatty menyerahkan anak kunci pada Inspektur Jenks, Fatty memasang telinga. Rasanya ia pernah mendengar suara yang berteriak-teriak itu. Pak Inspektur memasukkan anak kunci ke dalam lubangnya di pintu, lalu memutarnya. "Ayo keluar!" teriaknya ke dalam ruangan yang gelap. "Cepat naik, sambil mengangkat tangan tinggi-tinggi!" Terdengar langkah orang menaiki tangga. Ternyata yang datang Pak Goon. Ia tidak memakai topi helmnya, karena tadi terlepas ketika ia terjatuh untuk kesekian kalinya Mukanya hitam legam, kena debu batu bara. Ia berjalan terhuyung-huyung. Matanya terkejap-kejap silau kena sorotan senter yang diarahkan Inspektur Jenks padanya. Baik Fatty maupun Pak Inspektur tidak mengenalinya dengan segera. Pak Goon macam-macam perasaannya saat itu. Marah, takut dan juga bingung. Ia berjalan melalui dapur, didorong-dorong dari belakang dengan pistol yang dipegang Inspektur. Polisi desa itu melongo, ketika melihat begitu banyak orang berkerumun dalam gang. Keheranannya semakin bertambah, ketika melihat anak-anak juga ada di situ. Anak-anak itu juga tidak langsung mengetahui bahwa yang muncul itu Pak Goon, karena mukanya kotor sekali dan pakaian seragamnya dekil kena batu bara. Hanya Buster saja yang mengenali musuh lamanya itu. Sambil menggonggong nyaring. anjing kecil itu menyambar-nyambar pergelangan kaki Ayo Pergi. "Ayo pergi!" bentak polisi desa itu dengan marah, sambil menendang Buster "Ada apa sebetulnya di sini?" "He - itu kan Ayo Pergi!" seru anak-anak dengan heran. "Goon!" seru Pak Inspektur tercengang "Bagaimana sampai kau - kenapa - apa....," Inspektur tidak mengakhiri kalimatnya, karena sudah terburu tertawa terpingkal-pingkal. Bawahannya sampai ikut nyengir, mendengar bunyi tertawanya. "Ini benar-benar perjumpaan yang luar biasa Goon," kata Inspektur Jenks kemudian. Diperhatikannya polisi desa yang kumal dan marah-marah itu dengan perasaan geli. "Aku tadi mampir di rumahmu, tapi kau ternyata tidak ada. Aku hendak bertanya apakah kau tahu-menahu tentang hal-hal yang terjadi di sini." "Saya dikurung dalam gudang batu bara yang kotor itu!" kata Pak Goon. Ditatapnya Fatty dengan marah. "Dan dia ini yang mengurungku! Anak ini perlu diawasi dengan ketat. Anak Prancis, yang mestinya bersekongkol dengan para pencuri itu. Awas, aku pasti akan menghajarnya!" "Anda tidak mengenal aku, Pak Goon?" kata Fatty dengan suaranya yang biasa. Pak Goon kaget sekali mendengarnya. Diperhatikannya rambut palsu ikal yang berwarna hitam, alis yang lebat serta gigi palsu yang mencuat ke depan. Tak keliru lagi, itu tampang anak Prancis yang pernah dilihatnya. Tapi aneh - suaranya. suara Fatty! "Aku tidak mau jika kau menyakiti pembantuku ini." kata Inspektur dengan tenang. "Aku heran, polisi yang begini cerdas ternyata tidak bisa menebak samaran Frederick, Goon!" Fatty melepaskan rambut dan alis palsunya Dengan agak sulit. dibukanya gigi palsu yang mencuat ke depan. Pak Goon hanya bisa melongo saja melihatnya. Ia meneguk ludah beberapa kali karena kaget dan takjub. Mukanya nampak berubah, menjadi ungu. Sedang keenam penjahat yang tertangkap, ikut melongo melihat Fatty berubah wujud. Anak-anak tertawa cekikikan. "Keterangan lebih lanjut, biar nanti saja." kata Inspektur Jenks. "Sekarang, bawa pergi penjahat-penjahat ini. Di mobil ada tempat untuk mereka serta tiga polisi. Kalian yang lain, pergi menjaga pesawat terbang sampai datang pengganti." Setelah itu semuanya bubar. Tapi Pak Goon masih berdiri di situ dengan tampang masam. "Kau pulang saja sekarang, Goon," kata Pak Inspektur "Kau kelihatannya tidak enak." "Saya memang merasa tidak enak," kata Pak Goon dengan nada tersinggung "Sudah kusangka anak-anak ini mulai mencampur urusan polisi lagi. Lalu ketika saya sedang sibuk menyelidiki, tahu-tahu anak itu mengurung saya di bawah - supaya ia sendiri yang mendapat pujian!" "Aku tidak tahu bahwa itu Anda Pak Goon," kata Fatty terus terang. "Ah, biarpun kau tadi tahu - kau toh pasti akan melakukannya juga," kata Pak Goon mendamprat. "Kalian memang anak-anak yang menjengkelkan. Bisanya cuma mengganggu urusan hukum." "Tidak, Goon! Bukan mengganggu, tapi membantu," kata Inspektur Jenks membetulkan "Baik sekali hasil pekerjaan kita malam ini! Hampir seluruh gerombolan pencuri Internasional berhasil kita ringkus, beserta kaki tangan mereka. Kau tentunya juga sudah pernah mendengar tentang bandit yang bernama Finnigan serta rekannya yang bernama Lammerton. Mereka ini kerjanya mencuri lukisan, permata, keramik dan benda-benda lain yang berharga - lalu dijual ke negara-negara lain!" "Tentu saja, Pak," kata Pak Goon. sementara matanya semakin melotot. "Jadi kita tadi berhasil menangkap mereka Pak? Buka main! Bayangkan, mereka berkumpul di sini, di daerah pengawasanku!" "Ya betul! Jadi lain kali, kau harus lebih teliti mengawasi, Goon," kata Inspektur Jenks Saat itu Pak Goon bersin "Baik Pa-a-a..., " Pak Goon bersin lagi. "Kau pulang dan cepat tidur saja sekarang " kata Pak Inspektur padanya "Kau terserang pilek " "Betul, Pak," kata Pak Goon. Ia mengusap hidungnya dengan saputangan. "Saya sebetulnya tidak bisa keluar, Pak - tapi saya merasa ini kewajiban saya. Menurut perasaannya saya, lebih baik terserang demam daripada mengabaikan tugas. Pak." "Kau memang tahu kewajiban Goon," kata Inspektur Jenks dengan serius. "Sekarang pulang sajalah dulu. Besok kita bicara lagi." Pak Goon pergi sambil bersin-bersin terus. Ia masih sempat melayangkan pandangan benci ke arah Fatty Tapi Fatty tidak peduli. "Nah sekarang kita sudah tinggal sendiri di sini," kata Pak Inspektur kemudian, "Pip, maukah ibumu jika aku ikut makan malam di tempatmu? Kurasa orang tuamu pasti juga ingin mendengar petualangan ini kan?" "Tentu saja!" kata Pip girang Ia sebenarnya sudah bingung bagaimana caranya menjelaskan kepergiannya malam-malam bersama Bets pada ayah ibunya. Tapi ia tahu, ibunya mengagumi Inspektur Jenks. Kalau Pak Inspektur ikut ke rumah pasti ia tidak akan diomeli karena keluyuran malam-malam pada musim dingin. Ketika ibu Pip mendengar bahwa anak-anak baru saja mengalami kejadian yang luar biasa dan bahwa Inspektur Jenks kembali merasa puas terhadap Pasukan Mau Tahu, dengan segera ia menelepon orang tua Fatty yang sementara itu sudah kembali dari bepergian. Mereka diundangnya makan malam bersama-sama. Anak-anak diperbolehkan ikut hadir. Asyik sekali percakapan malam itu. Orang tua mereka mendengarkan kisah petualangan mereka dengan asyik dan heran. Ibu Pip sebenarnya tidak suka apabila Pip dan Bets terlibat dalam kejadian-kejadian yang begitu. Tapi ia diam saja. Tentu saja Fatty yang menjadi tokoh pahlawan malam itu. Kisahnya tentang tulisan rahasia, kemudian usahanya keluar dari kamar terkunci dan juga penyamarannya didengarkan dengan penuh perhatian. "Astaga, Frederick," kata ibunya kemudian. "Aku sama sekali tak mengira bahwa kau melakukan hal-hal semacam itu. Sungguh, sama sekali tak kusangkal" "Begini, Bu'" kata Fatty menjelaskan. "Belakangan ini aku rajin mempelajari cara-cara detektif bekerja. Rupanya aku ini berbakat menjadi detektif. Mudah-mudahan saja ibu tidak terus mendesak aku menjadi tentara karena kurasa bakatku akan tersia-sia saja nanti di sana. Aku ini memang sudah sepantasnya menjadi detektif Bayangkan, aku pernah.." "Tutup mulut!" kata Pip. Ia sudah tidak tahan lagi mendengar ocehan Fatty. "Kuakui, kadang-kadang kau memang cerdik. Tapi jangan lupa karena aku memanjat pohon itu akhirnya kini terbongkar Misteri Kamar Tersembunyi. Betul, kan?" "Kalian semua, sepantasnya mendapat pujian," kata Pak Inspektur Jenks dengan wajah berseri-seri. "Ya - bahkan juga Bets yang cilik ini, karena ialah yang mencium bau jeruk pada surat Fatty. dan dengan begitu berhasil mencegah Pasukan Mau Tahu terjebak ke dalam perangkap penjahat!" Bets merah mukanya karena senang mendengar pujian itu. Kadang-kadang ia merasa jengkel, karena ia yang paling muda dalam Pasukan Mau Tahu. Tapi hatinya selalu senang, apabila ia dipuji. Suasana malam itu menyenangkan sekali. Anak-anak tidak ada yang mau pulang. Apalagi tidur! Akhirnya Pak Inspektur yang paling dulu pulang. ketika mobilnya datang menjemput. "Sampai ketemu lagi," katanya. "dan terima kasih atas bantuan kalian. Mudah-mudahan masih banyak lagi kejadian misterius yang akan kalian alami sesudah ini. Aku selalu senang, apabila kalian bisa membantu!" "Selamat jalan!" seru anak-anak, sambil melambaikan tangan. Mereka senang. karena bisa bertemu kembali dengan sahabat mereka yang ramah itu. "Kurasa si Ayo Pergi sekarang pasti benar-benar tidak enak rasanya" kata Fatty sambil memakai mantelnya. Ia hendak pulang, bersama orang tuanya. "Aku agak kasihan padanya," kata Bets, yang lembut hati. "Bayangkan, sekali lagi ia gagal. Belum lagi terserang pilek, lalu terkurung dalam gudang yang kotor." "Ya, memang - pasti itu tidak enak baginya." kata Daisy. "Kurasa sekali ini kita bisa bermurah hati. Bagaimana jika kita membawakan bunga untuknya, apabila ia ternyata benar-benar sakit? Aku tidak suka padanya - tapi walau begitu. aku juga agak kasihan terhadapnya, seperti Bets." "Bunga? Untuk si Ayo Pergi? Kau sudah edan rupanya." tukas Fatty mencemoohkan. "Aku mau saja menghadiahinya sabun, supaya ia bisa mandi sampai bersih - tapi bunga? Bunga kan tidak cocok untuk si Ayo Pergi!" "Baiklah! Kalau begitu, kita membawakan sabun untuknya, sebagai hadiah dari kita," kata Daisy. "Ya. setuju." kata Fatty "Ya, Bu - aku datang. Sebentar! Tapi jangan belikan sabun yang wangi baunya, Daisy. Beri saja sabun karbol!" Anak-anak tertawa lalu pulang ke rumah masing-masing. Dalam hati mereka sudah membayangkan, apa lagi peristiwa tegang yang akan mereka alami sesudah ini? Edit by : zheraf.wapamp.com http://www.zheraf.net